Rabu, April 01, 2009

Jangan Pinta Saya Membuka Kerudung

oleh Istiqomah Saeful

Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi perpustakaan LPPI di Kemang, mengumpulkan beberapa UU Perbankan untuk tugas akhir saya, perpustakaannya sangat teduh dan tatanannya rapi, dengan meja bundar bundar seperti di sebuah kafe dan duduklah saya disana ditemani notebook tercinta ini, gak ada teh hangat yah? ehm…


Tak berapa lama duduk dihadapan saya seorang perempuan sebaya saya, ehm dia mungkin lebih muda dari saya bahkan dan tatapan matanya lekat memperhatikan setiap centi tubuh saya, karena tak tahan di tatap maka saya menutup separuh layar notebook saya dan mulai bertanya “Ada apa ya mbak, koq gitu ngeliatinnya?” jawabannya menggelitik saya “kenapa sih koq cantik cantik pake jilbab apa gak sayang tuh ditutup gitu?” awalnya saya agak gerah dan tidak hendak melanjutkan debat ini, pertama karena saya tidak suka debat tentang sesuatu yang jelas jelas diwajibkan oleh ALLAH atas saya, yaitu berhijab, tapi hati saya berbisik “kalem De, senyum dulu aja” dan pembicaraan kamipun jadi melebar, dan ini sedikit kutipan dari diskusi kami:

Q1: “kan kita perempuan penuh dengan keindahan dari Tuhan, jadi bagian dari syukur dong kalo dibuka bukan untuk ditutupi kaya situ”

Jawaban Saya: Untuk saya mbak, banyak banget nikmat ALLAH bukan hanya kecantikan dan cara saya mengungkapkan rasa syukur saya adalah dengan menjalankan perintahNYA, menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNYA, pernah gak mbak membayangkan manakala ALLAH mencabut nikmat kecantikan yang dititipkan kepada kita? Pernahkah mbak sadari bahwa kecantikan itu adalah ujian dari ALLAH, sejauh mana kita bersyukur atas kecantikan ini? Pernahkan kita renungi manakala ALLAH meminta pertanggungjawaban dari nikmat kecantikan yang telah dianugerahkanNYA, sementara kita menggunakannya tidak berlandaskan syari’at ALLAH?

Dan jika mbak mengatakan bahwa ‘Kecantikah itu untuk diperlihatkan, bukan untuk ditutupi, coba kita tanya lagi diri kita, relakah kecantikan mbak dinikmati oleh orang yang dekat dan yang jauh dari mbak? relakah mbak menjadi objek yang dilihat, bagi semua orang, yang jahat maupun yang terhormat? bahkan kecantikan kita telah menjadi tangan setan untuk menggoda laki laki kan kalo begini jadinya? Bagaimana kita bisa menyelamatkan diri kita dari mata para lelaki yang bukan muhrim kita? … Mau engga mbak jika diri mbak dihargai serendah itu, sementara kita bisa menjadi seorang wanita yang mulia di mata ALLAH? kalau saya sih gak mau jadi setan mbak, saya ingin mulia dimata ALLAH dan saya memilih berkerudung seperti ini, jadi gimana mbak? :)

Q2: “Gak tahu yah, Saya belum siap berperilaku dan berakhlak sebagaimana muslimah yang berkerudung. Yang berkerudung saja perilakunya tidak sesuai dengan kerudungnya, tetangga saya mbak hamil diluar nikah padahal dia berkerudung loh”

Jawaban Saya: Mbak, gimana kalau kita tunaikan kewajiban kita dulu kepada ALLAH yang memiliki napas kita, dan kemudian secara perlahan memperbaiki segala akhlak buruk yang masih sulit kita tinggalkan, mbak pernah gak sadar dengan semakin lamanya kita tunda berkerudung, maka sedemikian menumpuklah dosa besar yang terus menggunung, yang harus dibalas dengan siksaan ALLAH, kuatkah kita menjalaninya? Dosa yang terus mengalir dari hari ke hari, semakin memperberat timbangan dosa kita. Masih sanggup mbak?
Sementara bagi teman teman kita yang telah berkerudung, namun perilakunya tidak sesuai dengan kerudungnya, maka berprasangka baiklah, bahwa minimal ia telah menunaikan tugasnya sebagai hamba ALLAH, dalam hal menutup auratnya, sedangkan mbak masih enggan menjalaninya kan?. Dan sifat kurang baiknya adalah tugas kita bersama untuk memperbaikinya, dengan nasihat-nasihat yang baik, dan ikhlas, karena boleh jadi ia belum mengetahui ilmunya, sementara ia baru mendapatkan ilmu wajibnya berkerudung, dan ia segera menunaikannya. Mana lebih baik mbak? belum sama sekali atau sudah jalan setapak?
Dan bukan hak kita untuk menghakimi orang lain, karena penilaian manusia banyak salahnya, dan sifatnya amatlah abstrak. Pernah dengar kalimat Sami’na wa Atho’na, sebagai implementasi Laa Ilaaha Illa Allah (Tidak ada yang lebih kita cintai kecuali ALLAH semata, hidup kita hanyalah untuk ALLAH, Yang Menciptakan kita, dan kepadaNYA kelak aku akan kembali… jadi gimana mbak?

Dan diskusi saya berakhir hingga disini karena si mbak membereskan buku buku nya, berdiri dan pergi semoga suatu hari saya bertemu lagi dengannya dan ia telah berkerudung seperti saya jadi JANGAN paksa untuk melepas kerudung saya yah, inilah saya dan saya bangga dengan kerudung saya ini, demi ALLAH yang nikmatnya tiada terbandingi, maka nikmat manakah lagi yang dapat kita pungkiri

‘Sami’na wa atho’na, ghufronaka rabbanaa wa ilaykal mashiir (Q.S. Al Baqarah:285)’, (Kami dengar dan kami segera ta’at, ampuni kami ya Allah, kepadaMulah tempat kembali kami),
dan padahal ALLAH membenci orang-orang yang berkata, ‘Sami’na wa ‘ashoina (Q.S. Al Baqarah:93/Q.S. Annisa:46)’, (Kami dengar tapi kami tidak mena’atinya).

ah hinanya kita jika tidak mentaati ALLAH yang telah menitipkan napas yang sempurna, mata yang dapat melihat, kaki yang mampu berlari maka pakailah wahai perempuan, gak ada alasan lagi untuk membantah… yok pake kerudung












Tidak ada komentar: