Senin, Januari 28, 2008

Pencabutan larangan berjilbab di Turki


Erdogan Jawab Tuduhan Pihak Sekuler Soal Pencabutan Jilbab
Minggu, 27 Jan 08 15:21 WIB


Eramuslim.com : Perdana Menteri Turki Recep Thayyeb Erdogan kembali menyatakan tekadnya untuk mencabut larangan memakai jilbab di institusi pendidikan Turki.
“Pencabutan itu akan dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya, ” ujar Erdogan meski ditanggapi sejumlah pertentangan keras dari arus sekuler Turki.

Erdogan di hadapan massa Partai Keadilan dan Pembangunan menolak bila dikatakan dirinya menentang tradisi sekuler di Turki. Menurutnya, “Bagaimana mungkin dikatakan bahwa orang yang mengenakan jilbab bukan orang sekuler? Dalam masyarakat kita ada yang menutup kepala dan ada yang tidak menutup kepalanya. Semuanya membela negara demokrasi dan sekulerisme.”

Ia lalu menegaskan, “Kami semua membela negara sekuler.”

Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) secara sejarah merupakan partai berakar pemikiran Islam. Tapi kini, partai tersebut berhasil menjalin kesepakatan partai oposisi dalam kaitan revisi undang-undang yang akan mencabut larangan memakai jilbab. (na-str/aljzr)

Solidaritas untuk Gaza

sumber : Eramuslim.com
Menakjubkan, Solidaritas untuk Ghaza di Liga Afrika
Senin, 28 Jan 08 05:10 WIB


Sebuah peristiwa yang jarang diingat dan diperhatikan oleh para pemain bola, mungkin masalah Ghaza yang kini menderita ditekan dan dikepung oleh Israel dan AS. Tapi ungkapan itu terbantah dengan sikap Muhammad Abou Trika, pemain bola asal Mesir yang masuk dalam kejuaraan piala Afrika saat ia menyarangkan bola ke gawang lawan dan di kaosnya terpampang tulisan “Sympathize with Ghaza” sekaligus bahasa Arab “ta’athufan ma’a ghazzah”.

Pertandingan bola yang berlangsung di Ghana pada hari Sabtu (26/1) itu sendiri berakhir dengan kemenangan Mesir 3-0 atas kesebelasan Sudan. Pada menit ke 66, Muhammad Abou Trika berhasil membobol gawang lawannya untuk mencapai gol ketiga dan melakukan aksi solidaritas terhadap 1, 5 juta orang Palestna di Ghaza yang dikepung Israel.

Abou Trika menyatakan sikapnya itu meski ia sadar bahwa tindakan itu bisa menyebabkan ia mendapat teguran wasit minimal kartu kuning. Dan benar saja, Trika mendapat kartu kuning setelah aksi itu, lantaran dalam peraturan FIFA memang seorang pemain dilarang melakukan sikap berbau politik saat melakukan pertandingan.

Mesir sendiri bangga dengan Trika. Dengan hasil 3-0 untuk Mesir, berarti dalam liga Afrika, Mesir memimpin Grup C dengan nilai sempurna dari dua kali kemenangan. Sementara Kamerun, yang dikalahkan Mesir 2-4 di laga perdana, memiliki angka tiga bersama Zambia di posisi kedua dan ketiga. Adapun Sudan menjadi tim ketiga yang sudah pasti tersisih. Sudah menjadi salah satu tim yang belum mencetak gol bersama Nigeria. (na-str/iol)

Kamis, Januari 24, 2008

Istilah dalam Tarbiyah

Definisi :
  • Murabbi : Orang yang melakukan proses tarbiyah mutarobbi dengan focus kerja pada pembentukan pribadi muslim , sholih, mushlih, yang memperhatikan aspek pemeliharaan , pengembangan dan pengarahan serta pemberdayaan
  • Mutarabbi : orang yang mendapat proses tarbiyah
  • Muslim : orang yang menundukkan hati / berserah diri hanya kepada Allah swt
  • Sholih : orang yang telah dapat merasakan kenikmatan didalam Islam (telah merasa nikmat dengan pola hidup sesuai syariat Islam) / orang yang selalu memperbaiki diri.
  • Mushlih : Orang yang bermanfaat bagi orang lain
  • Tarbiyah : pendidikan / pembinaan (al- baqoroh : 151)

Tugas rasulullah (Al baqoroh : 151) :

  • Sebagai Murabbi
  • Membersihkan jiwa
  • Mengajarkan Ilmu
  • Mengajarkan cara beramal

Tsaqofiyah : Pengembangan ilmu pengetahuan / intelektual

Seorang murabbi berfungsi :

  • Sebagai orang tua secara emosional
  • Sebagai syeik (orang yang ucapannya dapat dijadikan peganangan bagi orang yang mendengarnya)
  • Sebagai guru / ustadz. (seorang ustadz/guru tidak pasti lebih pandai dari mutarabbinya tapi yang jelas lebih dulu tahu dari pada mutarabbinya)
  • Sebagai khoid (pemimpin)

Sebagai murabbi harus :

  • Memelihara mad’u nya (binaannya)
  • Mengembangkan kemampuan mad’u nya
  • Pengarahan / mengarahkan skill / kemampuan mad’u nya
  • Pemberdayaan / memberdayakan kemampuan mad’u nya sesuai skill / kemampuan yang dimiliki.

Ciri – cirri Profil murabbi yang sukses (ideal) :

  • Memiliki Ilmu (syar’i) --memiliki keinginan kuat untuk dapat terus belajar.
  • Memliki Ilmu sesuai kebutuhannya
  • Memiliki ilmu psikologi – mengetahui kecenderungan orang seperti apa.
  • Mengetahui potensi mutarabbi secara pasti.
  • Mengetahui dimana mutarabbi tinggal.
  • Lebih tinggi kualitasnya dari mutarabbi
  • Mampu mentransformasikan apa yang dimiliki (menyampaikan yang baik )
  • Memiliki kemapuan memimpin
  • Memiliki kemapuan mengevaluasi

Halaqoh : Lingkaran (u/membentuk pribadi muslim)

‘Alaqoh : Yang bergantung / yang menyertai

Kholaqoh : Membentuk / Mencipta


Kriteria – kriteria pribadi muslim yang sholeh :

  1. Aqidah yang selamat [Saliimul aqidah)
  2. Ibadah yang benar [shohiihal ‘ibadah]
  3. Pengetahuan [mutsaqqoful fikri]
  4. Bersungguh – sungguh dengan dirinya [mujaahidalinafsihi]
  5. Menerapkan masalah [munazhzhomun fii syu-unihi]
  6. Pandai mengatur waktu [hariitsun ‘alaa waqtihi]
  7. Bermanfaat bagi orang lain [naa fi’ul lighoirihi]
  8. Tubuh yang kuat [qowiyul jisim]
  9. Mampu berdiri sendiri [qoodirun ‘alaa kasbihi]
  10. Akhlaq yang kokoh [ matiinul khuluq]

Rukun Halaqoh (Rukun = tiang)

  1. Tahu / mengenal : Ta’aruf
  2. Paham : Tafahum
  3. Saling sepenanggungan : Takaful


Adab – adab halaqoh (tata cara / perilaku) :

- Tertata / serius / tidak bercanda
- Memahami aqidah salafus salih
- Istiqomah dalam memahami Kitabullah
- Menjauhi sikap Ta’asuf (masalah fikih – fikih sehingga menjadi taklid buta / fanatik)
- Menghindari ghibah (ngomongin orang)
- Melakukan Ishlah (koreksi)

Agenda halaqoh :

- Iftitah
- Infaq
- Mutabaah
- Taklimat

Me manage Halaqoh :

- Menggunakan system POAC (Planing , Organizing , Actuating , Controlling)
- Karakteristik Halaqoh

Rabu, Januari 23, 2008

Iman Bertambah dan Berkurang

Oleh: Zuhair bin Syarif

Iman bagi seorang hamba mempunyai kedudukan tinggi dan luhur. Dia adalah kewajiban yang paling wajib dan kepentingan yang paling penting. Setiap kebaikan dunia dan akhirat tergantung pada kebaikan dan keselamatan iman. Betapa banyak faidah melimpah, buah-buahan yang beraneka ragam, panen yang lezat dan makanan yang tak kunjung habis serta kebaikan yang terus mengalir karena keimanan. Dari sini kaum Muslimin berlomba-lomba untuk menjaga, memurnikan dan menyempurnakan imannya. Seorang Muslim yang diberi taufiq oleh Allah seharusnya menomorsatukan penjagaannya terhadap keimanan di atas segalanya dalam rangka mencontoh Salafus Shalih Radliyallahu ?Anhum Ajma?in. Para Salaf selalu bersungguh-sungguh menjaga keimanan mereka, memeriksa amal mereka dan saling berwasiat di antara mereka. Atsar-atsar mereka yang demikian sangat banyak di antaranya:
  1. Atsar dari Umar bin Al Khaththab Radliyallahu ‘Anhu.
    Beliau berkata kepada para shahabatnya: “Marilah kemari, kita menambah keimanan.”
  2. Atsar dari Abdullah bin Mas’ud Radliyallahu ‘Anhu.
    Beliau berkata: “Duduklah bersama kami, kita menambah keimanan. Beliau juga biasa mengatakan dalam doanya: “Ya Allah, tambahlah iman, keyakinan dan kepahamanku.
  3. Mu’adz bin Jabal Radliyallahu ‘Anhu berkata: ‘Duduklah bersama kami, kita beriman sejenak.
  4. Abdullah bin Rawahah Radliyallahu ‘Anhu pernah mengambil tangan sekelompok shahabatnya sambil berkata: ‘Marilah kemari menambah iman sejenak, marilah berdzikir kepada Allah dan menambah keimanan dengan taat kepada-Nya. Semoga Dia mengingat kita dengan membawa ampunan-Nya.”
  5. Abu Darda’ Radliyallahu ‘Anhu berkata: “Termasuk dari kepahaman agama seorang hamba adalah dia mengetahui apakah imannya bertambah atau berkurang dan dia mengetahui bisikan-bisikan setan dari mana saja ia datang.”
  6. Umair bin Hubaib Al Khithami Radliyallahu ‘Anhu berkata: “Iman itu bertambah dan berkurang.”
    Dia ditanya: “Apa yang menyebabkan bertambah dan berkurangnya”? Dia menjawab: “Apabila kita berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, memuji-Nya dan bertasbih kepada-Nya maka itulah bertambahnya iman. Dan apabila kita lalai, menyia-nyiakan dan melupakan-Nya maka itulah berkurangnya iman.”
  7. Alqamah bin Qais An Nakha’i Rahimahullah (salah seorang tokoh ulama tabi’in) berkata kepada para sahabatnya: “Marilah berjalan bersama kami menambah keimanan.”
  8. Abdurrahman bin Amr Al Auza’i Rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah” Beliau menjawab:”Betul (bertambah) sampai seperti gunung.?” Beliau ditanya lagi: “Apakah bisa berkurang?” Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak tersisa sedikit pun.”
  9. Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal Rahimahullah pernah ditanya tentang keimanan apakah bisa bertambah dan berkurang beliau menjawab: “Iman bertambah sampai puncak langit yang tujuh dan berkurang sampai kerak bumi yang tujuh.” Beliau juga berkata: “Iman itu ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang. Apabila engkau mengamalkan kebajikan maka ia bertambah dan apabila engkau menyia-nyiakannya maka ia pun akan berkurang.”

Atsar-atsar dan pernyataan mereka sangat banyak. Kalau kita memperhatikan sejarah hidup mereka dan membaca kabar tentang mereka kita akan mengetahui begitu besar perhatian mereka terhadap keimanan.

Telah diketahui dari mereka bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan menjalankan sebab yang membuat kuatnya iman. Oleh karena itu sangat penting bagi setiap Muslim untuk mengetahui sebab-sebab yang menjadikan keimanan bertambah dan berkurang atau yang menguatkan dan melemahkan (membatalkannya), Al Alamah Abdul Rahman Ibnu Sa?di mengatakan:

Seorang Mukmin yang diberi taufiq oleh Allah, dia senantiasa berusaha melakukan dua hal yaitu:
Pertama, memurnikan keimanan dan cabang-cabangnya dengan cara mengilmui dan mengamalkannya.

Kedua, berusaha untuk menolak atau membentengi diri dari bentuk-bentuk ujian yang tampak maupun tersembunyi yang dapat menafikan (menghilangkan)nya dan membatalkannya atau mengikisnya. (At Taudlih wal Bayan Lisyajaratil Iman halaman 38)

Dari sini saya akan menukilkan beberapa keterangan para ulama tentang sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman. Di antara sebab bertambahnya adalah mempelajari ilmu yang bermanfaat berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ibnu Rajab mendefinisikan ilmu sebagai berikut: “Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari dengan seksama isi Al Kitab dan As Sunnah serta makna-maknanya berdasarkan atsar shahabat dari tabi?in serta tabi’ut tabi’in di dalam memahami keduanya serta ucapan mereka dalam permasalahan halal, haram, kezuhudan, permasalahan hati, ilmu pengetahuan dan lain-lain.” (Fadlu Ilmis Salaf ‘alal Khalaf halaman 45)

Sebab yang paling besar dalam bertambahnya iman perhatikanlah nash-nash dari Al Quran dan Al Hadits berikut ini.

Allah berfirman:
“Allah menyaksikan bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Menegakkan Keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga mengatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah yang berhak untuk disembah melainkan Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imran : 18)

Juga firman Allah:

“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin mereka beriman dengan apa-apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran) dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan pahala yang besar.” (QS. An Nisa : 162)

Serta firman-Nya:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir : 28)

Serta ayat lain yang semakna. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‘Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan maka Allah akan menfaqihkannya dalam perkara agama.’ (HR. Bukhari 1/164, 6/217, 12/293 dan Muslim 3/1524)

Juga sabdanya:
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Dan sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada pencari ilmu karena ridha dengan apa yang dia perbuat. Sesungguhnya seorang yang alim akan dimintakan ampunan baginya oleh semua yang ada di langit dan bumi sampai ikan hiu di dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas segala bintang-bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya maka berarti dia telah mengambil bagian yang banyak.”(HR. Imam Ahmad 5/196, Abu Daud 3/317, Tirmidzi 5/49, Ibnu Majah 1/81, Ad Darimi 1/98, Ibnu Hibban 1/152 dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam Shahihul Jami? 5/302)

Serta sabda beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‘Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, para malaikat-Nya serta penduduk langit dan bumi sampai semut yang ada di lubangnya dan ikan hiu semua mengucapkan shalawat atas seorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. Tirmidzi 5/50 dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shahih Tirmidzi 2/343)

Nash-nash di atas menerangkan kedudukan dan keagungan serta pentingnya ilmu dan akibat atau pengaruhnya di dunia dan di akhirat berupa ketundukan dan keterikatan pada syariat Allah serta merealisasikannya. Maka seorang alim yang mengenal Rabbnya, nabinya, perintah dan batasan-batasan hukum Allah dapat membedakan perkara-perkara yang dicintai dan diridlai Allah dengan perkara-perkara yang dibenci-Nya. Inilah ilmu yang bermanfaat.

Bertambahnya iman yang dihasilkan dari sisi ilmu terjadi dari beberapa segi di antaranya adalah keluarnya si penuntut ilmu untuk mencari ilmu, duduknya di majlis-majlis dzikir, berdiskusi dalam permasalahan ilmu, bertambahnya pengenalan mereka kepada Allah dan syariat-syariat-Nya, aplikasinya tentang apa yang dipelajari kemudian dia ajarkan yang dengan ini dia mendapatkan pahala dan sebagainya.

Adapun dalam bagian-bagian ilmu syar’i yang bisa menyebabkan bertambahnya ilmu adalah:
1. Membaca dan tadabbur Al Quran Al Karim.

Hal ini termasuk ilmu yang paling agung yang menyebabkan bertambah dan tetap serta kuatnya keimanan. Allah telah menurunkan Kitab-Nya sebagai penerang bagi hamba-hamba-Nya, sebagai petunjuk, rahmat, cahaya, kabar gembira dan peringatan bagi orang-orang yang ingat.
Banyak sekali nash-nash yang menerangkan tentang perkara ini di antaranya Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami. Menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(QS. Al A’raf : 52)

Juga pada surat Al An’am 92 dan 155, An Nahl 89, Shad 29, Al Isra 9 dan 82, Qaf 37 dan lain-lain.

Ayat-ayat ini menerangkan keutamaan Al Quran Al Karim. Orang yang membaca, mentadaburi dan memperhatikannya akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya kuat dan bertambah. Allah mengabarkan tentang orang-orang Mukminin yang berbuat demikian.

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan kepada Rabblah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal : 2)

Imam Al Ajurri Rahimahullah berkata:

Barangsiapa yang tadabur (memperhatikan) Al Quran, dia akan mengenal Rabbnya Azza wa Jalla dan mengetahui keagungan, kekuasaan dan qudrah-Nya serta ibadah yang diwajibkan atasnya. Maka dia senantiasa melakukan setiap kewajiban dan menjauhi dari segala sesuatu yang tidak disukai maulanya (yaitu Allah).

Ayat-ayat di atas adalah dalil yang sangat jelas dalam menerangkan pentingnya Al Quran dan pentingnya memperhatikan dan penjagaan kepadanya serta kuatnya pengaruh terhadap hati. Inilah yang paling tinggi kedudukannya dan menyebabkan bertambahnya iman.
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

Kesimpulannya adalah tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al Quran dengan tadabur dan tafakur.
2. Mengenal Asmaul Husna dan sifat Allah yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara mutlak dari berbagai segi.

Apabila seseorang hamba mengenal Rabbnya dengan pengetahuan yang hakiki kemudian selamat dari jalan orang-orang yang menyimpang tentang pengenalan terhadap Allah yang dibangun di atas tahrif, ta’thil, takyif atau tasybih terhadap asma dan sifat-sifat Allah, sungguh dia telah diberi taufik dalam mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba apabila mengenal Allah dengan jalan yang benar dia termasuk orang yang paling kuat imannya dan ketaatannya, takutnya dan muraqabah-nya kepada Allah Ta’ala. Allah berfirman:

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari para hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir : 28)

Ibnu Katsir mengatakan:

Sesungguhnya hamba yang benar-benar takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah. (Ibnu Katsir 3/553. Ahmad bin Ashim Al Anthadi berkata: “Barangsiapa yang lebih mengenal Allah maka dia lebih takut kepada-Nya.”[Ar Risalah Al Qusyairi halaman 141])

3.Memperhatikan sirah/perjalanan hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Termasuk dari sebab bertambahnya iman adalah mengamati dan memperhatikan serta mempelajari sirah nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam dan sifat-sifat beliau yang baik serta perangainya yang mulia. Dialah pilihan Allah di kalangan para makhluk-Nya, yang dipercaya untuk wahyu-Nya, yang diutus dengan agama yang kokoh dan manhaj yang lurus. Allah mengutus beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam dan sebagai imam serta hujah atas hamba-hamba-Nya.

Ibnul Qayyim berkata:

Dari sini kamu mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul dan apa yang dibawanya dan membenarkan pada apa yang beliau kabarkan serta mentaati apa yang beliau perintahkan karena tidak ada jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan tidak pula di akhirat kecuali dengannya (tuntunan Rasul). Tidak ada jalan untuk mengetahui baik dan jelek secara mendetail kecuali darinya. Maka kalau seseorang memperhatikan sifat dan akhlak Rasulullah Shallallahu “Alaihi wa Sallam di dalam Al Quran dan hadits, dia akan mendapatkan manfaat dengannya yaitu ketaatan dia kepada Nabi Shallallahu “Alaihi wa Sallam menjadi kuat dan bertambah cintanya kepada Rasulullah Shallallahu “Alaihi wa Sallam adalah tanda bertambahnya keimanan yang mewariskan mutaba’ah dan amalan shalih.

4.Mempraktikkan kebaikan-kebaikan agama Islam.

Sesungguhnya ajaran Islam semuanya baik, paling benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-hukumnya. Dari pandangan yang mulia ini, Allah menghiasi keimanan di hati seorang hamba dan membuatnya cinta kepada iman. Sebagaimana Allah memenuhi cintanya kepada pilihan-Nya dari kalangan makhluk-Nya yakni Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan firman-Nya:

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah dalam hatimu.” (QS. Al Hujurat : 7)

Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat dicintai dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan merasakan manisnya iman yang ada di hatinya sehingga dia akan menghiasi hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan dan menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata. (Lihat At Taudlih wal Bayan halaman 32-33)

Apabila kita memperhatikan kebaikan-kebaikan yang terdapat dalam agama ini berupa perintah-perintah dan larangan-larangan, syariat dan hukum-hukum akhlak dan adab-adab yang menjadi sebab bagi orang tidak beriman semakin menjauh dan sebagai bahan tambahan (iman) bagi orang yang beriman. Bahkan barangsiapa yang kuat perhatiannya kepada kebaikan-kebaikan agama ini kakinya akan semakin kokoh di dalam mengenal kebaikan serta kesempurnaannya. Begitu pula jika ia memperhatikan kejelekan-kejelekan akibat karena menentang agama maka dia akan termasuk orang yang paling kuat dan kokoh imannya.

Oleh karena itu Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

Orang-orang yang khusus dan berakal tatkala akal mereka menyaksikan kebaikan, kemuliaan dan kesempurnaan agama ini dan menyaksikan kejelekan dan kerendahan sesuatu yang menentangnya (agama) jika bercampur dengan keimanan, kecintaan dan kejernihan hati maka kalau pun dia disuruh memilih antara dimasukkan ke neraka dengan memilih selain agama ini (Islam) serta dia lebih memilih untuk dimasukkan ke api atau dipotong-potong anggota badannya dan tidak memilih agama lain. Contoh ini adalah manusia yang kaki-kaki mereka kokoh dalam keimanan, paling jauh kemungkinan untuk murtad darinya dan yang paling berhak untuk tetap atasnya sampai hari bertemu Allah. (Miftahud Daris Sa’adah halaman 340-341)

Ucapan beliau itu didukung oleh hadits Anas bin Malik Radliyallahu ?Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
‘Tiga perkara yang barangsiapa ada padanya dia akan mendapatkan manisnya iman. Yaitu jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, jika ia mencintai seseorang tidaklah mencintainya kecuali karena Allah dan jika dia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke neraka.” (HR. Bukhari 1/60 dan Muslim 1/66)
Al Walid hafidlahullah menyebutkan beberapa faidah dari hadits itu di antaranya hadits tersebut menunjukkan perbedaan tingkatan keimanan dan bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Barangsiapa memiliki tiga perangai itu maka dia akan mendapatkan manisnya iman berbeda dengan lainnya. (Isyruna Haditsan min Shahih Bukhari halaman 167)

5.Membaca sirah Salaf umat ini.

Salaf umat ini yaitu para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik adalah generasi pertama dalam Islam, sebaik-baik generasi, penjaga Islam, pembimbing para makhluk, orang-orang yang menyaksikan kejadian-kejadian yang agung, pembawa-pembawa agama ini dan penyampai risalah kepada zaman sesudah mereka, manusia yang paling kuat imannya dan kokoh ilmu di kalangan manusia, yang paling baik hatinya dan paling suci jiwa-jiwa mereka. Mereka diberi kekhususan oleh Allah dengan melihat nabinya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mendengar langsung suara dan ucapan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengambil agama dari beliau sehingga jiwa mereka kokoh.

Keutamaan mereka disebutkan dalam firman Allah:

”Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi manusia.” (QS. Ali Imran : 110)
Yang maknanya adalah mereka adalah sebaik-baik umat dan yang paling bermanfaat bagi manusia.

Dan sabda Rasulullah:
”Sebaik-baik umatku adalah generasi saat aku diutus kemudian orang yang sesudahnya ?.” (HR. Muslim 4/1964)

Barangsiapa memperhatikan dan membaca perjalanan hidup mereka akan mengetahui kebaikan-kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung, ittiba’ mereka kepada Allah, perhatian mereka terhadap iman, rasa takut mereka dari dosa, kemaksiatan, riya’ dan nifaq, ketaatan mereka dan bersegera dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya ibadah mereka kepada Allah dan sebagainya. Dengan memperhatikan keadaan mereka maka iman menjadi kuat dan timbul keinginan untuk menyerupai mereka dalam segala hal sebagaimana ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: ”Barangsiapa lebih serupa dengan mereka (shahabat) maka dia lebih sempurna imannya (Al Ubudiyah halaman 94) dan barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.”

Sebab-Sebab Berkurangnya Iman

Kita mengetahui sebab-sebab berkurangnya iman sebagai tameng dan kehati-hatian kita agar tidak terjatuh ke dalamnya. Sebagaimana ucapan Hudzaifah Ibnul Yaman Radliyallahu ’Anhu:
”Para shahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam tentang kebaikan sedangkan aku bertanya tentang kejelekan karena aku takut kejelekan itu mengenaiku.” (Al Bukhari 7/93 dan Muslim 3/1975)

Ibnul Jauzi berkata: ”Mengetahui kejelekan adalah agar berhati-hati dari terjatuh padanya.” (Talbis Iblis halaman 4 dan Al Fatawa Ibnu Taimiyah 10/301)

Serta ucapan seorang penyair:

Aku mengetahui kejelekan bukan untuk melakukannya
Akan tetapi untuk menghindarinya
Barangsiapa yang tidak mengenal kejelekan dikawatirkan dia akan terjerumus padanya
Sebab-sebab berkurangnya iman terbagi menjadi dua bagian dan setiap bagian terbagi lagi dalam beberapa bagian.
Bagian pertama, sebab-sebab dari dalam berupa:

a.Kobodohan sebagai lawan dari ilmu.
Sebagaimana ilmu menjadi sebab bertambahnya iman maka kebodohan juga menjadi sebab berkurangnya iman. Terjadinya perbuatan dosa dan kemaksiatan sering disebabkan karena kebodohan. Allah berfirman menceritakan kebodohan kaum Musa Alaihis Salam:

Mereka (kaum Musa) berkata: “Wahai Musa, buatkan bagi kami tuhan-tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan"? Musa berkata: “Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh.” (QS. Al A?raf : 138)

Juga banyak ayat lain yang menerangkan tentang yang demikian.

Oleh karena itu Imam At Thabari menyebutkan di dalam Tafsir-nya riwayat dari Abu Aliyah bahwa beliau berkata: “Setiap dosa yang dilakukan seseorang hamba adalah karena kebodohannya.”

Qatadah berkata: “Para shahabat Rasulullah Shallallahu “Alaihi wa Sallam bersepakat berpendapat bahwa setiap perbuatan maksiat terhadap Allah adalah karena kebodohan, baik secara sengaja atau tidak.”

Mujahid berkata: “Setiap orang yang bermaksiat kepada Allah maka hal itu karena kebodohannya sampai dia mau bertaubat.”

As Suddi berkata: “Selama seorang hamba bermaksiat kepada Allah maka dia adalah orang yang bodoh.”

Ibnu Zaid mengatakan: “Setiap seorang berbuat suatu maksiat kepada Allah maka dia bodoh sampai dia berlepas diri darinya.” (Lihat atsar-atsar ini di dalam Tafsir At Thabari 3/229, 5/209, Tafsir Al Baghawi 1/407, Al Fatawa 7/22, Tafsir Ibnu Katsir 1/463)

Maka kebodohan dan rusaknya ilmu adalah sebab pokok rusaknya amal dan berkurangnya iman.

b.Lalai, berpaling dan lupa.

Tiga perkara ini merupakan sebab yang besar di antara sebab-sebab berkurangnya iman. Barangsiapa yang diliputi oleh kelalaian dari taat kepada Allah dan disibukkan oleh lupa kepada Allah maka muncullah dari dirinya penentangan sehingga akan kurang dan lemah imannya yang akhirnya hatinya menjadi sakit dan mati dan dia akan dikuasai oleh syahwat dan syubhat.
Allah mensifati orang yang menentang sebagai orang yang paling zhalim dan termasuk orang-orang yang berdosa dengan firman-Nya:

“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya kemudian ia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As Sajdah : 22)

Allah juga mengabarkan bahwa Dia menutup hati orang-orang yang menentang sehingga mereka tidak mendapat petunjuk dengan firman-Nya:

“Dan siapakah yang lebih dhalim daripada orang-orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya” Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahami dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al Kahfi : 57)

Allah juga menerangkan bahwa penentangan terhadap-Nya menyebabkan kehidupan yang sempit di dunia dan di akhirat sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha : 124)

Demikian pula mereka di hari kiamat nanti akan membawa dosa dan mendapat adzab. Sebagimana firman-Nya:

“Barangsiapa berpaling dari Al Quran maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar pada hari kiamat.” (QS. Thaha : 100)

Dan firman-Nya yang lain:

“Barangsiapa berpaling dari peringatan Rabbnya akan dimasukkan ke dalam adzab yang besar.” (QS. Al Jin : 18)

Masih banyak lagi ayat-ayat yang mengabarkan tentang bahayanya berpaling dari ayat-ayat atau peringatan Allah. Bahaya yang paling besar adalah hilangnya keimanan bagi yang menentang, menjadikan lemahnya iman orang yang beriman sesuai dengan penolakan seorang hamba tadi.

c.Melakukan kemaksiatan dan dosa-dosa.

Sebagian besar Salaf menyatakan bahwa iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Sebagaimana suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah berupa kewajiban dan sunnah dapat menambah iman begitu juga melakukan sesuatu yang dilarang dari bentuk haram dan makruh akan mengurangi iman.

Syaikh Muhammad Al Utsaimin hafidlahullah berkata: “Melakukan kemaksiatan akan menyebabkan iman berkurang sesuai dengan kadar kemaksiatan tersebut dan sikap meremehkannya.”

Berkurangnya iman dengan sebab melakukan dosa-dosa besar akan lebih dratis daripada dengan sebab melakukan dosa-dosa kecil. Berkurangnya iman dengan sebab membunuh jiwa yang diharamkan untuk membunuhnya akan lebih dratis daripada berkurangnya iman dengan sebab mengambil harta orang lain tanpa hak. Berkurangnya keimanan dengan sebab mengerjakan dua maksiat akan lebih dratis daripada dengan satu kemaksiatan dan begitulah seterusnya ?.

d.Nafsu yang selalu menyuruh kepada kejelekan.

Allah menjadikan nafsu amarah bis su’ (nafsu yang selalu menyuruh kepada kejelekan) sebagai tabiat dan pembawaan serta karakternya kecuali nafsu yang diberi taufik, dikuatkan serta ditolong oleh Allah Subhanahu wa Ta?ala sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Yusuf Alaihis Salam:

‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan. Kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ (QS. Yusuf : 53)

Dan firman Allah:

“Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya.” (QS. An Nur : 21)

Dan firman Allah kepada sebaik-sebaik makhluk-Nya yakni Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

“Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu niscaya kamu hampir-hampir condong kepada mereka.” (QS. Al Isra : 74)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengajari para shahabat beliau khuthbah hajat dengan sabdanya:

“Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, minta pertolongan kepada-Nya dan minta ampunan kepada-Nya. Dan kami minta perlindungan kepada Allah dari kejahatan-kejahatan jiwa (nafsu) kami dan dari kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang Allah beri hidayah maka tidak ada yang menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat menunjukinya.” (HR. Abu Dawud 2/238, An Nasa’i 3/105)

Di dalam nash-nash ini diterangkan bahwa kejelekan yang terdapat pada jiwa akan mengakibatkan kejelekan amalan kecuali yang diberi taufik dan ditolong oleh Allah niscaya dia akan selamat.

Allah menjadikan nafsu-nafsu ini sebagai lawan nafsu muthma’inah sebagaimana ucapan Ibnul Qayyim Rahimahullah:

Allah menciptakan manusia atas dua nafsu, nafsu amarah bis su’ dan nafsu muthma’inah yang keduanya saling bertentangan. Setiap salah satu ringan maka yang lainnya menjadi berat. Setiap yang satu darinya merasakan kelezatan maka yang lain akan merasa sakit. Bagi nafsu amarah tidak ada yang lebih berat daripada beramal karena Allah dan mengutamakan ridla Allah. (Al Jawabul Kafi halaman 184-185)

Maka tidak ada yang lebih berbahaya atas iman dan agama seseorang daripada nafsu amarahnya yang merupakan sebab yang pokok di dalam lemahnya iman.

Bagian kedua, yaitu sebab-sebab dari luar yang mempengaruhi berkurangnya iman yaitu:

a.Setan.

Di antara sebab-sebab luar yang mempengaruhi lemahnya iman adalah godaan setan. Setan adalah musuh besar orang-orang Mukmin. Ia senantiasa membuat propaganda kepada mereka dan tidak ada tujuan mereka (setan) kecuali mencabik-cabik, melemahkan dan merusakkan iman di hati orang-orang Mukmin. Barangsiapa menyerah kepada bisikan setan dan tidak berlindung kepada Allah darinya maka imannya akan lemah dan berkurang bahkan akan hilang darinya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta?ala memperingatkan kaum Mukminin dari bahaya-bahaya setan dan akibat-akibat mengikutinya. Allah berfirman:

“Wahai orang-orang beriman, janganlah engkau mengikuti langkah-langkah setan dan barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan maka sesungguhnya dia menyuruh kepada (perkara) yang keji dan munkar ?.”(QS. An Nur : 21)

Dan Allah berfirman juga:

“Sesungguhnya setan itu musuh bagimu. Maka jadikanlah dia musuh(mu) karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS. Fathir : 6)

b.Dunia dan fitnahnya.

Di antara sebab-sebab berkurang dan lemahnya iman hamba adalah sibuk dengan tujuan-tujuan hidup di dunia yang fana. Waktu-waktunya dipenuhi dengan mencarinya, berjalan terus di bawah naungan kelezatan, fitnah dan hal-hal yang menipu. Tatkala kecintaan hamba dan keterkaitannya kepada dunia membesar maka ketaatannya akan melemah dan iman akan berkurang.

Oleh karena itu Allah Ta’ala mencela dunia di dalam Kitab-Nya dan menerangkan kerendahannya di banyak ayat-ayat-Nya di antaranya:

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah di antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak seperti hujan yang tanam-tanamannya menakjubkan para petani kemudian tanaman-tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid : 20)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

“Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian. Akan tetapi aku takut dibentangkan dunia atas kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian kemudian kalian berlomba-lomba (untuk dunia) sebagaimana mereka berlomba-lomba sehingga dunia membinasakan kalian sebagaimana ia membinasakan mereka” (HR. Bukhari 6/258, 7/320 dan Muslim 4/2274)

c.Teman-teman yang jelek.

Teman-teman yang jelek sangat membahayakan keimanan, perbuatan dan akhlak seseorang. Bercampur dan bershahabat dengan mereka merupakan sebab yang besar di antara sebab-sebab berkurang dan lemahnya iman. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ?Alaihi wa Sallam bersabda:

“Seseorang di atas Dien (kebiasaan) kekasihnya. Maka lihatlah orang yang dia kasihi (temani).” (HR. Abu Dawud 13/179, At Tirmidzi 4/589, Ahmad 2/303, Al Hakim 4/171 dan Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 13/70, hadits hasan)

Mengomentari hadits ini Ibnu Abdil Barr berkata:

Makna hadits ini --Wallahu A’lam-- adalah bahwa seseorang terbiasa dengan sesuatu yang dia lihat dari perbuatan-perbuatan orang yang diakrabinya. Oleh karena itu beliau (Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) memerintahkan agar tidak bershahabat kecuali dengan orang yang dipandang memiliki kebaikan karena kebaikan itu adalah kebiasaan.

Abu Sulaiman Al Khitabi berkata:

Makna hadits ini adalah jangan kamu bersahabat kecuali dengan orang yang kamu ridlai agama dan amanahnya. Maka jika kamu bersahabat dengannya dia akan menuntun kepada agama dan madzhabnya.

Nukilan-nukilan ini membuktikan kepada kita bahwa seseorang bersama yang ditemani dan yang dia sahabati. Oleh karena itu teman dan shahabat sangat mempengaruhi lemah kuatnya iman, madzhab, akhlak dan perangai seseorang. Kalau seseorang bercampur dengan orang-orang yang fasik dan jelek maka hal ini adalah sebab yang besar dalam lemah dan berkurangnya iman bahkan kadang-kadang sampai menghancurkannya.

Dari pembahasan di atas setelah kita mengetahui sebab-sebabnya bertambah dan berkurangnya iman maka marilah kita selalu berusaha untuk melaksanakan sebab-sebab yang dapat menguatkan keimanan dan menghindari sebab yang dapat melemahkan dan menguranginya. Allah-lah tempat kita minta taufik dan ketetapan di atas Al Haq. Wallahu A?lam.

Dinukil dan disusun kembali dari Kitab Asbabu Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi karya Abdurrazaq bin Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr.

Berjilbab

Pengertian Kewajiban Berjilbab

Dalam kehidupan umum, yaitu pada saat seorang wanita keluar rumah atau pun wanita di dalam rumah bersama pria yang bukan muhrimnya maka syara' telah mewajibkan kepada wanita untuk berjilbab. Pakaian jilbab yang diwajibkan tersebut adalah memakai khimar/kerudung, jilbab/pakaian luar dan tsaub/pakaian dalam. Jika bertemu dengan pria yang bukan mahromnya/keluar rumah tanpa menggunakan jilbab tersebut meskipun sudah menutup aurat maka ia dianggap telah berdosa karena telah melanggar dari syara'. Jadi pada saat itu wanita Muslimah harus mengenakan tiga jenis pakaian sekaligus yaitu khimar/kerudung, jilbab/pakaian luar dan tsaub/pakaian dalam.

Khimar (kerudung)

Perintah syara' untuk mengenakan khimar bagi wanita yang telah baligh pada kehidupan umum terdapat dalam QS An Nuur: 31. Kata juyuud dalam ayat tersebut merupakan bentuk jamak dari kata jaibaun yang berarti kerah baju kurung. Oleh sebab itu yang dimaksud ayat itu ''hendaklah wanita Mukminah menghamparkan penutup kepalanya di atas leher dan dadanya agar leher dan dadanya tertutupi''.
Berkaitan dengan ini Imam Ali Ash Shabuni dalam Kitab Tafsir Ayatil Ahkam berkata: ''Firman Allah, hendaklah mereka mengulurkan kerudung mereka'' itu digunakan kata Adh dharbu adalah mubalaghah dan di muta'adikannya dengan harf bi adalah memiliki arti ''mempertemukan'', yaitu kerudung itu hendaknya terhampar sampai dada supaya leher dan dada tidak tampak (juz 2: 237).

Wanita jahiliyah berpakaian berlawanan dengan ajaran Islam. Mereka memakai kerudung tetapi dilipat ke belakang/punggung dan bagian depannya menganga lebar sehingga bagian telinga dan dada mereka nampak (lihat Asy Syaukani dalam Faidlul Qodir dan Imam Al Qurtubi dalam Jaami'u lil Ahkam juz 12: 230). Di zaman jahiliyah apabila mereka hendak keluar rumah untuk mempertontonkan diri di suatu arena mereka memakai baju dan khimar (yang tidak sempurna) sehingga tiada bedanya antara wanita merdeka dengan hamba sahaya (Muhammad Jalaluddin Al Qasimi dalam Mahaasinut Ta'wil, juz 12:308).

Jilbab

Ada pun untuk mengenakan jilbab bagi wanita dalam kehidupan umum dapat kita perhatikan QS Al Ahzab: 59. Allah SWT memberikan batasan mengenai pakaian wanita bagian bawah. Arti lafadz yudniina adalah mengulurkan atau memanjangkan sedangkan makna jilbab adalah malhafah, yaitu sesuatu yang dapat menutup aurat baik berupa kain atau yang lainnya. Dalam kamus Al Muhith disebutkan bahwa jilbab adalah pakaian lebar dan longgar untuk wanita serta dapat menutup pakaian sehari-hari (tsaub) ketika hendak keluar rumah. Ummu Atiya Ra: ''Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk keluar pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, baik para gadis yang sedang haid maupun yang sudah menikah. Mereka yang sedang haid tidak mengikuti shalat dan mendengarkan kebaikan serta nasihat-nasihat kepada kaum Muslimin. Maka Ummu Athiyah berkata: Ya Rasulullah, ada eseorang yang tidak memiliki jilbab maka Rasulullah SAW bersabda: ''Hendaklah saudaranya meminjamkan kepadanya''(HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Nasa'i).
Adapun jilbab/pakaian luar yang disyaratkan adalah:
  • Menjulur ke bawah sampai menutupi kedua kakinya (tidak berbentuk potongan atas dan bawah, baik rok atau celana (seluar) panjang) sebab firman Allah SWT: ''Dan hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'', yaitu hendaklah diulurkan jilbabnya ke bawah sampai menutup kaki bagian bawah. Sebab diriwayatkan dari Ibnu Umar Ra yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ''Barang siapa mengulurkan pakaian karena sombong maka Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat.Ummu Salamah bertanya: 'Bagaimanakah wanita dengan ujung pakaian yang dibuatnya?' Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah diulurkan sejengkal'. Ummu Salamah bertanya lagi: 'Kalau demikian telapak kakinya terbuka?' Maka jawab Nabi SAW: 'Jika demikian perpanjanglah sampai satu hasta dan jangan ditambah'.'' (HR Jamaah).

    Hadis ini menjelaskan bahwa jilbab diulurkan kebawah sampai menutup kedua kakinya. Meskipun kedua kakinya tertutup dengan kaus kaki atau sepatu, maka hal itu tidak menggantikan fungsi mengulurkan jilbab yang dihamparkan sampai ke bawah sehingga kakinya tidak tampak.
  • Bukanlah pakaian tipis sehingga warna kulit dan lekuk tubuhnya tampak. Dari Usamah bin Said Ra: ''Rasulullah SAW pernah memberikan kain qibthi (sejenis kain tipis). Kain ini telah beliau terima sebagai hadiah dari Dahtah Al Kalabi tetapi kemudian kain tersebut akan aku berikan kepada istriku, maka tegur Rasulullah kepadaku: ''Mengapa tidak mau pakai saja kain qibthi itu?'' Saya menjawab: ''Ya Rasulullah, kain itu telah saya berikan kepada istriku''. Maka sabda Rasulullah: ''Suruhlah dia mengenakan pula baju di bagian dalamnya (kain tipis itu) karena aku khawatir nampak lekuk-lekuk tubuhnya'' (HR Ahmad). Dan diriwayatkan pula dari Aisyah Ra (HR Abu Daud).
  • Bukanlah pakaian yang menyerupai laki-laki (seperti celana (seluar) panjang), tetapi bila sebagai tsaub/pakaian adalah boleh. Sebagai pakaian dalam, celana panjang tersebut panjangnya hendaklah lebih pendek daripada jilbab itu sendiri. ''Rasulullah melaknat laki-laki yang berpakaian seperti wanita dan melaknat wanita yang berpakaian seperti pakaian laki-laki.'' '(HR Abu Daud).
  • Tidak memakai wangi-wangian yang sampai menyebarkan bau yang dapat menarik perhatian laki-laki. Sabda Rasul SAW: ''Siapa saja wanita yang memakai wewangian kemudian berjalan melewati suatu kaum dengan maksud agar mereka mencium harumnya, maka ia telah berzina.'' (HR Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah).

Pakaian tsaub

Sedangkan kewajiban mengenakan pakaian tsaub (pakaian dalam, pakaian sehari-hari ketika di rumah yang tidak ada laki-laki asingnya) dapat dipahami berdasarkan pengertian dalalatul isyarah bahwa setelah dilepaskannya jilbab/pakaian luar bukan berarti wanita tua tersebut tanpa busana sama sekali. (Imam Muhammad Abu Dzahrah dalam kitab Ushulul Fiqh: 164-147, Abdul Wahab Khallaf dalam kitab Ilmu Ushul Fiqh: 143-153, dan Syeikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Asyakhshiyah Islamiyah juz 3: 178-179).
Model dan cara pemakaian jilbab

Adapun mengenai model dan cara pemakaian dan jilbab haruslah sederhana dan tidak mencolok baik dari segi warna maupun bentuknya sehingga menarik perhatian laki-laki.

Perhatikan Firman Allah SWT: ''Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu (QS 33: 33). Dan diriwayatkan dari Ummu Salamah Ra: Nabi SAW pernah menemui Ummu Salamah Ra yang pada waktu itu sedang memperbaiki letak kerudungnya, maka sabda beliau SAW, ''Lipatlah sekali jangan dua kali'' (HR Abu Daud).


Jilbab, misalnya, dapat digunakan dengan memakai kancing, kain yang dilipat-lipat dan sebagainya, asalkan syarat jilbab tersebut di atas terpenuhi. Jadi tidak asal menutup aurat.

Dengan demikian jelaslah bahwa syara' telah menetapkan bentuk khimar dan jilbab secara nyata. Khimar/kerudung adalah kain yang terhampar dapat menutupi bagian kepala (termasuk telinga selain wajah) sampai menutupi dada dan tidak menampakkan warna kulit. Sedangkan jilbab adalah baju kurung atau jubah yang tidak terputus dari atas hingga bawah. Jika pakaian penutup aurat berupa baju potongan, yang terdiri dari beberapa potongan maka bukan termasuk dalam kategori jilbab. Jika wanita dalam kehidupan umum dengan tidak memakai jilbab dalam pengertian tersebut maka ia berdosa meskipun pakaiannya menutupi seluruh auratnya, sebab diwajibkan menggunakan pakaian luar yang diulurkan ke bawah sampai menutupi kedua kakinya.

Kesimpulan

Dengan demikian telah jelas bahwa syariat berjilbab adalah wajib bagi kaum Muslimah sejak zaman Nabi SAW sampai sekarang. Jilbab dipahami sebagaimana adanya yaitu khimar, jilbab, dan tsaub.

Jadi jilbab tidak hanya diwajibkan untuk wanita Muslimah di Aceh, akan tetapi jilbab telah diwajibkan oleh syara' bagi Muslimah Indonesia dan wanita Muslimah di seluruh dunia tanpa kecuali.
Sehingga pernyataan penulis (Sayed Mahdi) telah menyimpang dari kaidah-kaidah syara', yaitu:

  • Menurut Hadis riwayat Abu Daud: ''Wahai Asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah menginjak dewasa (baligh/haid) maka tidak boleh nampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjuk pada wajah dan telapak tangannya''. Dari Hadis ini para ulama salaf dahulu tidak berbeda pendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan perbedaan pendapat hanya terletak bahwa apakah muka juga termasuk aurat atau bukan sehingga pemakaian cadar pun masih diperdebatkan.
  • Jilbab (terlepas dari bagaimana bentuknya). Pernyataan tersebut secara eksplisit mengandung pengertian bahwa syara' tidak menyebutkan model jilbab secara jelas. Padahal dari ayat di tas dapat dipahami secara jelas bahwa syarat jilbab telah ditentukan oleh syara'.
  • Pemakaian kaidah ushul al hukmu yaduru ma'a illatihi wujudan wa 'adaman, dalam kasus jilbab ini bahwa jilbab sesuai dipakai dalam iklim kering dan panas ala gurun pasir Arabiyah dan sama sekali tidak kondusif di iklim tropis.

    Pemakaian kaidah ini mengandung kesalahan sebab ia hanya digunakan ketika hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan perbuatan manusia dalam hubungannya antara sesama manusia. Sedangkan masalah jilbab adalah hukum-hukum syara' yang berkaitan dengan pakaian. Dalam hal ini tidak boleh dicari-cari 'illatnya/memang bersifat tauqifi sebagaimana adanya. Dengan kata lain tidak boleh dikaitkan secara mutlak(An Nabhani, Mafaahiim, hal 29-31).

Kaidah ushul yang menyatakan bahwa hukum dapat sebab berbedanya waktu. Kaidah ini salah karena dua hal, yaitu Pertama, pemunculan kaidah ini ada mulai zaman keruntuhan negara Khilafah Islamiyah pertengahan abad ke-18 Masehi.

Pada zaman ini berbagai pemikiran yang menyimpang dari syara' atas nama Islam telah banyak beredar di masyarakat. Jumlah para ulama pun yang selamat dari pemikiran yang rusak sangat sedikit. Sedangkan penulis menukil pendapat ulama seperti Ibnu'Abdin yang hidup di abad 19 M yang kemungkinan beliau telah terpengaruh pemikiran yang telah menyimpang dari kaidah-kaidah syara'. Kedua, kaidah ushul ini amat berbahaya sebab hukum syara'dapat berubah-ubah terus. Padahal ayat jilbab tersebut adalah qath'i. Yang seharusnya tidak memerlukan penafsiran lagi tentang kewajibannya.

Oleh karena itu, saya sangat menyayangkan pemikiran penulis yang notabene adalah pemikir muda Islam yaitu Mahasiswa PTIQ Jakarta. Bukankah Allah SWT telah berfirman:

''Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka'' (QS An Nisaa': 14). Na'udzubillahi min dzalik!! Maka sadarlah wahai saudaraku. Semoga pemikiran yang Anda lontarkan adalah kesalahan yang tidak sengaja.

Wallahu a'lam.

Hasad - Memusnahkan Kebajikan

Diantara penyakit-penyakit hati manusia yang amat berbahaya ialah hasad. Penyakit hasad atau dengki bisa membinasakan ketaatan seseorang dalam beragama dan membangkitkan segala kejahatan. Semua manusia bisa menjadi mangsa penyakit ini, tidak peduli apakah orang alim atau pun orang awam, apa lagi orang jahil. Orang yang mengidap penyakit ini bagaikan ditimpa bala yang dapat menyia-nyiakan usia dalam hidupnya di dunia ini dan seterusnya ke nerakalah dia di akhirat kelak.

Diriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, maksudnya:

"Ada enam golongan manusia dimasukkan ke neraka dengan enam sebab:

  1. Orang-orang Arab karena asabiah mereka,
  2. Raja-raja karena kezaliman mereka,
  3. Para pemimpin karena ketakaburan mereka,
  4. Para pedagang karena kecurangan mereka,
  5. orang-orang awam karena kejahilan mereka
  6. dan para ulama karena hasad atau dengki mereka

Maksud "hasad" atau "dengki" itu ialah keinginan yang jahat supaya sesuatu nikmat Allah hilang dari seseorang yang beragama Islam. Lawannya hasad ialah "nasehat" yang bermaksud, mengharapkan nikmat Allah yang diperoleh oleh saudara seagama itu tetap berlanjut, kecuali sekiranya nikmat itu membawa kecelakaan kepadanya atau kepada hamba-hamba Allah yang lain.

Menurut ulama, diantara tanda-tanda orang yang berpenyakit hasad itu ialah:

  • Menunjuk-nunjukkan kasih di depan kita;
  • Mengumpat di belakang kita;
  • Senang hati atau tidak bersimpati apabila kita ditimpa kesusahan.

Akibat buruk dari penyakit hasad ialah:

  • Membinasakan amal kebajikan dan ketaatan kepada Allah Taala.Rasulullah saw bersabda, maksudnya: "Hasad itu memakan kebajikan seperti api memakan kayu bakar."
  • Mendatangkan keluh-kesah dan dukacita.
  • Membawa kepada perbuatan maksiat.
  • Mata hati menjadi buta, sehingga tidak dapat memahami hukum-hukum Allah.

Sufyan al-Tsauri bersyair: "Jangan engkau menjadi pendengki supaya engkau cepat menangkap kefahaman (tidak buta mata hati)". Diharamkan atau ditahan dari kebajikan dan tidak diberi taufik oleh Allah Taala.

Imam Khatimul-Asham bersyair: "Pendendam itu bukan orang beragama, pencaci itu bukan orang beribadat, dan pendengki itu bukan orang yang mendapat pertolongan".

Penyakit hasad dapat dicegah dengan cara:

  • Senantiasa mengingat kewajiban atau tanggung jawab muslim terhadap muslim dan seluruh muslimin, mengikuti prinip-prinsip ajaran agama Islam.
  • Menjalin kasih sayang (mahabbah), tolong menolong, bantu-membantu, nasehat-menasehati dan sebagainya antara satu sama lain di kalangan kaum muslimin/ muslimat.
  • Senantiasa menghormati hak mukmin / mukminah yang mendapat keistimewaan dan derajat yang tinggi dari Allah Taala.
  • Senantiasa mengharapkan syafaat dari mukmin di akhirat kelak.

Oleh sebab penyakit hasad itu begitu berbahaya, maka amat wajarlah hati yang terlibat segera diberi perawatan dan pencegahan. Dengan mengingat dan mempraktekkan amalan-amalan yang tersebut diatas, insya Allah, kita terselamatkan dari penyakit yang amat buruk akibatnya itu.

Nilai Bekerja Dalam Islam

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah bertanya kepada lelaki tersebut, "Adakah sesuatu di rumahmu?"

"Ada, ya Rasulullah!" jawabnya, "Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum."
"Bawalah kemari kedua barang tersebut," sambung Rasulullah.

Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah segera melelangnya. Kepada para sahabat yang hadir pada saat itu beliau menawarkan, siapakah yang mau membeli.

Salah seorang menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, "Dua atau tiga dirham?" tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelang pertama kali yang dilakukan Rasulullah.
Tiba-tiba ada salah seorang sahabat menyahut, "Saya beli keduanya dengan harga dua dirham."

Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima uangnya. Uang itu lalu beliau serahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, "Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini."

Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Beliau melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata: "Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan."

Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan ia menemui kembali Rasulullah untuk melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan itu ia telah berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian.

Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, "Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat."
Melalui kisah ini kita diberi pelajaran oleh Rasulullah tentang arti pentingnya kerja. Bekerja dalam Islam bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri, martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Oleh karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang mulia.

Islam sangat menghargai kerja atau usaha. Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tidak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah swt.

Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Salah satunya adalah meminta-minta. Perbuatan ini merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah swt. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.

Bekerja, selain mendatangkan pahala juga memberi banyak manfaat lain. Dengan bekerja seseorang akan selalu berpikir untuk memperbaiki mutu pekerjaannya. Dengan demikian maka tidak ada lagi sisa waktu untuk berandai-andai, berkhayal dan melamun. Sebaliknya, bagi orang-orang yang menganggur, berkhayal merupakan kesibukan yang menghabiskan waktunya. Padahal diketahui bahwa berkhayal itu merupakan bisikan syetan. Di sinilah pangkal segala tindak kejahatan.

Untuk menanggulagi kejahatan itu sebenarnya sederhana saja. Ciptakan lapangan pekerjaan dan suruh semua orang bekerja, terutama para pemudanya. Insya-Allah secara otomatis angka kriminalitas menurun drastis.
Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Seorang yang sibuk bekerja akan kehabisan waktu untuk bersantai-santai, ngobrol sana-sini, apalagi melakukan ghibah, membincangkan orang lain. Ghibah tidak saja merupakan kebiasaan wanita, tapi juga kaum laki-laki yang banyak waktu luangnya.

Begitu pentingnya arti bekerja, sehingga syariaat Islam menetapkannya sebagai suatu kewajiban. Setiap muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Imam Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas lagi apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan, sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.

Suatu kali ia didapati oleh salah seorang sedang berdagang. Orang tadi merasa iba bercampur heran, kenapa ulama besar sekaliber itu masih juga bekerja. Ia tanyakan hal itu kepada sang Imam, dan kemudian didapatkan suatu jawaban yang luar biasa. Ia katakan bahwa bekerja itu bukan suatu yang hina, tapi mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bukankah nabi-nabi Allah adalah para pekerja? Sebagian menjadi penggembala, petani, tukang pande besi, juga pedagang.

Di tengah kaumnya, Rasulullah saw dikenal sebagai pedagang yang sukses. Beliau tidak hanya berhasil mengembangkan modal istrinya, tapi juga modal yang ditanam oleh masyarakat sekitarnya. Beliau tidak hanya sukses membawa keuntungan materi, tapi juga sukses mengharumkan namanya. Di tengah masyarakatnya beliau dikenal jujur dan amanah. Di tengah praktek bisnis yang kotor, penuh tipu daya, beliau berhasil mengembangkan paradigma baru yang sama sekali berbeda dengan yang sudah ada.

Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam dataran teori, tapi juga memberikan modelnya. Artinya, konsep kerja itu menyangkut juga aplikasinya. Bukankah Rasulullah sebagai uswatun hasanah, top figure ummat Islam adalah seorang pekerja? Bukankah para sahabat yang mengelilingi beliau adalah juga para pekerja?

Dalam pandangan Islam, seorang yang bersusah-payah mencari rezeqi yang halal, yang hasilnya digunakan sepenuhnya di jalan Allah disamakan derajatnya dengan para mujahid yang berperang di jalan Allah. Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang berkarya dan terampil. Barangsiapa yang bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wa Jalla." (HR Ahmad)

Kelelahan seorang muslim dalam mencari rezeki dinilai oleh Allah sebagai pahala. Bahkan bisa menjadi penebus dosa. Orang yang pulang ke rumah dalam keadaan kepayahan karena seharian bekerja akan diampuni oleh Allah swt. Dalam kaitan ini Rasulullah menegaskan dalam sebuah sabdanya:

"Barangsiapa yang pada malam harinya merasa kelelahan karena bekerja pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah swt." (HR Ahmad)

Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah swt? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam itu merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah fiqih, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkenai sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja ini Rasulullah bersabda, "Mencari rizqi yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya)." (HR ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Karena bekerja merupakan kewajiban ummat Islam, maka jangan heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tidak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk berdzikir di masjid, sementara sinar matahari sudah berpancar. Dzikir tidak hanya bisa dilakukan di masjid, tapi juga bisa dilakukan di pasar, di kantor, di jalan, dan di mana saja.

Berlaku jujur kepada pembeli itu merupakan dzikir. Tidak mengurangi timbangan, termasuk tidak mengurangi kualitas itu juga dzikir. Banyak orang yang mengira bahwa mengurangi timbangan saja yang berdosa, sedangankan mengurangi kualitas tidak apa-apa. Padahal setiap pengurangan, baik secara kuantitas (jumlah satuan), maupun kualitas (mutu barang) sama-sama mengurangi kadar, ukuran, takaran, atau timbangan. Keduanya merupakan perbuatan kriminal dalam perdagangan.

Berdzikir dalam perjalanan adalah displin berlalu lintas. Tidak ngebut yang dapat mencelakakan diri maupun orang lain. Taat mengikuti rambu-rambu lalu lintas, dan tidak mentang-mentang di jalan raya.

Berdzikir di kantor adalah melaksanakan semua pekerjaan dengan baik dan rapi, disiplin waktu, dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar mutu. Termasuk dzikir di kantor adalah menundukkan pandangan ketika melihat atau berhadapan dengan karyawati, suatu aktivitas yang sulit dihindari pada saat ini.

Ungkapan dzikir yang dilakukan oleh orang yang sedang bekerja sangat berbeda artinya bila dibandingkan dzikirnya orang yang sedang berdiam diri. Ketika seseorang mendapat musibah dalam bekerja kemudian dia berucap "inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" jauh lebih bermakna dibandingkan bila diucapkan oleh orang berdiam diri. Ketika seseorang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan berat kemudian dia berucap "alhamdulillahi rabbil 'alamin", maka penghayatannya jauh lebih mendalam daripada ucapan bibir tanpa aksi.

Ketika seseorang melakukan kesalahan atau melihat suatu kemaksiatan, kemudian dia beristighfar, maka istighfarnya menjadi lebih bermakna ketimbang seribu istighfar yang dilakukan orang yang sedang tidak beraktivitas apa-apa. Justru di sinilah nilainya bekerja. Istighfar semacam ini mungkin jauh lebih berarti daripada istighfarnya ribuan orang yang dikumpulkan di lapangan dalam suatu acara istighasah yang penuh dengan rekayasa

Refleksi & Tausyiah

Refleksi dan Tausyiah "Kekalahan Publik" di Tangerang*
Oleh: Syamsul Arifin**

Hari Minggu, 20 Januari 2008, diselenggarakan hajatan politik besar- besaran di kabupaten Tangerang. Pemilihan langsung bupati Tangerang untuk periode lima tahun kedepan. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung pasangan calon Jazuli - Airin. Dan pada hasil yang didapat, menunjukan hasil tidak seperti yang diharapkan.

Ketika dilakukan perhitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang penulis jaga, hasil tersebut terus terang cukup mengecewakan, ketika tertinggal sekitar sepuluhan suara, terbayang di benak saya mengenai perkataan "Kekalahan Publik", karena sehari sebelumnya, baru saja mendapatkan taujih bahwa ustadz Muzammil Yusuf pernah mengatakan bahwa kita pada dasarnya sedang memperjuangkan "Kemenangan Publik", bukan cuma sekedar kemenangan partai. Perasaan yang hampir serupa dialami oleh beberapa orang kawan.

Manusiawi memang. Terkejut...

Karena memang pada pemilu-pemilu sebelumnya, PKS mendulang suara yang cukup signifikan, bahkan ketika di daerah-daerah lain kalah, di Pamulang-tempat tinggal dan aktivitas penulis, suara yang didapat cukup besar (kalau tidak bisa dibilang menang); belum lagi program- program yang diusung, cukup visible dan baik, kesehatan gratis, sekolah gratis, dll.

Dengan calon bupati yang amanah dan mesin politik partai (baca: kader
partai) yang gigih, hasil yang diraih menunjukkan perlunya kita tuk melakukan evaluasi ulang terhadap diri kita.

Terlepas dari hasil yang telah dicapai, ada beberapa hal yang bisa kita jadikan sebagai bahan renungan dan catatan pribadi.

Pertama, bisa jadi "kekalahan" ini merupakan teguran dari Allah kepada kita, karena telah melanggar nilai-nilai yang seharusnya selama ini kita pegang.

Di perang uhud, kaum muslimin mengalami kekalahan yang luar biasa, karena telah melanggar perintah Rasulullah saw. Godaan dunia dan pesonanya telah menyilaukan sebagian kaum muslimin, membuat mereka melawan perintah Rasulullah saw, dan membawa kerusakan yang besar bagi seluruh kaum muslimin.

Dalam kampanye, mungkin ada beberapa (jika tidak bisa dikatakan
banyak) norma-norma yang telah kita langgar, secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Yang terkadang hal-hal tersebut keluar dari nilai-nilai yang dianut oleh partai yang menamakan dirinya sebagai partai da'wah.

Mulai dari hal-hal yang sederhana seperti penempelan brosur-brosur/ stiker-stiker tidak pada tempatnya; lalai dalam menunaikan janji terhadap konstituen, termasuk diantaranya adalah pemberian janji yang terlalu muluk, tidak merealisasikan janji yang telah terucap; sampai dengan upaya merendahkan/ menghina sesama kandidat yang lain (termasuk juga black campaign/pencitraan negative).

Kedua, partai telah kehilangan (minimal sudah mulai luntur) identitasnya sebagai partai da'wah.

Hadirnya partai semestinya menjadi salah satu sarana/wasilah mempermudah penyeruan kebaikan (da'wah), namun terkadang aktivitas kepartaian menyita waktu dan perhatian kita yang sesungguhnya terhadap obyek da'wah. Kita lebih tertarik mengajak masyarakat kepada partai dibandingkan mengajak shalat berjamaah, mengajak mengikuti pengajian, dan dibandingkan mengajakan kepada seruan kembali ke penerapan (pemahaman) nilai-nilai Islam.

Bahkan bukan hanya itu saja, kita telah tergoda untuk mengikuti cara- cara yang tidak pernah kita lihat sebelumnya dalam sejarah ikhwan.

Musik dan hiburan-hiburan murahan menjadi salah satu bagian dari salah satu daya tarik pengerahan massa secara besar-besaran.

Berhimpunnya massa dalam jumlah yang besar sudah cukup membanggakan diri, padahal hal itu belum ada artinya jika tidak diiringi dengan keterikatan hati terhadap nilai-nilai yang kita bawa.

Tidakkan cukup kita belajar dari sejarah kaum muslimin di masa lampau, bagaimana dengan semakin jauhnya kita terhadap Islam, malah semakin membuat umat terperosok dalam lembah kehinaan.

Kita ini adalah da'i sebelum segala sesuatunya (sebelum/bahkan diatas fungsi/peran- peran lain yang melekat pada diri kita) yang mengajak kepada Islam sebelum mengajak kepada jamaah, yang menyeru kepada partai da'wah bukan da'wah partai.
Meskipun hasil yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, namun janganlah bersedih saudaraku. Bersemangatlah.

Sesungguhnya Allah tidak melihat hasil, namun Ia melihat prosesnya. Allah zat yang maha mengetahui dan maha lembut mengetahui setiap peluh yang telah engkau teteskan, setiap rupiah yang telah engkau belanjakan, setiap kantuk yang telah kau dapatkan, dan setiap langkah yang telah engkau ayuhkan.

Tidak pernah ada istilah "Kalah" dalam medan perjuangan seorang mujahid. Yang ada hanyalah pilihan "Menang atau Mati Syahid", dan keduanya merupakan pilihan yang mulia. Terpilih atau tidaknya pasangan calon yang kita usung, keduanya sama saja, karena kita telah berbuat/beramal dengan amalan terbaik kita.

Yakinlah bahwasanya Allah pasti kan membela tentaraNya. Memenangkan suatu golongan atas golongan yang lain adalah hal yang sangat mudah bagi Allah, namun ada sunnatullah/ hokum alam yang harus kita jalani sebagai pembuktian janji, dan ada ujian yang harus kita nikmati sebagai proses pendewasaan dan pembelajaran.

Sungguh, kebangkitan Islam kan pasti datang menjelang, sebagaimana pasti terbitnya mentari pagi setelah malam dingin nan panjang.

Terus perbaiki diri, perbaiki masyarakat dan beramallah saudaraku. Yakinlah atas janjiNya, dan katakanlah...

"Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi" (QS. Saba': 49)

Reni Jaya, 21 Januari 2008

* Sebuah tausyiah bagi diri sendiri...

** Syamsul Arifin adalah staf Kaderisasi, Dewan Pimpinan Ranting (DPRa) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pamulang Barat - Tangerang

Pemakaman Isteri Dr. Hidayat Nurwahid



Pemakaman Isteri Dr. Hidayat Nurwahid
Rabu, 23 Jan 08 05:19 WIB

Hari Selasa (22/1) pukul 14.00 WIB, telah dilakukan pemakaman jenazah Ny. Kastiyan Indriawati, isteri dari Ketua MPR-RI Dr. Hidayat Nurwahid, dalam usia 45 tahun. Para pelayat yang memberikan ungkapan bela sengkawa di rumah duka di Kadipaten Lor RT 3 RW 8 Kebondalem Kidul Prambanan Klaten terdiri dari banyak kalangan.

Sejak pagi hingga selesai pemakaman para tamu takziah masih berdatangan baik dari dalam maupun luar kota. Para pejabat seperti Presiden SBY beserta ibu, Ketua DPR Agung Laksono beserta ibu, Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimmly Assidhiqly, Ketua KY Busyro Muqoddas, Wakil Ketua MPR AM Fatwa, Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa, Mendiknas, Bambang Soedibyo, selain itu juga hadir beberapa tokoh nasional seperti Prof. Amin Rais bersama ibu, Abu Bakar Baasyir, Ibu Moryati Soedibyo, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersama Ratu Hemas, Syafi’i Maarif, Haedar Nasyir, Ketua Umum BAMNAS (Baitul Maal Nasional) dan Sekjen Bali Muslim, Ida Bagus Mayura, Rosyad Saleh, dan dari PP Modern Gontor KH. Sahal Mahfudz beserta rombongan, dan dari ormas NU Mbah Liem.

Doa dibacakan oleh Muhammad Muqoddas, sebagai ustad yang memberikan khutbah nikah pada pernikahan Dr. Hidayat bersama alm. Ny, Kastiyan Indriawati. Jenazah dimakamkan di makam Tloyo, Prambanan Klaten sekitar 600 m dari rumah duka.(Bs)

Selamat jalan Umi Ina semoga Allah telah menyiapkan tempat untukmu yang damai disisi-Nya. Semoga engkau tabah menghadapi ujian ini Ustadz, semoga tetap dapat menjalankan amanah dengan baik dan ikhlas.
Amiin

Selasa, Januari 22, 2008

KIAT SEHAT ALA RASULULLAH

1. SELALU BANGUN SEBELUM SUBUH

Rasul selalu mengajak ummatnya untuk bangun sebelum subuh, melaksanakan sholat sunah dan sholat Fardhu,sholat subuh berjamaah. Hal ini memberi hikmah yg mendalam antara lain : - Berlimpah pahala dari Allah - Kesegaran udara subuh yg bagus utk kesehatan/ terapi penyakit TB - Memperkuat pikiran dan menyehatkan perasaan


2. AKTIF MENJAGA KEBERSIHAN

Rasul selalu senantiasa rapi & bersih, tiap hari kamis atau Jumaat beliau mencuci rambut-rambut halus di pipi, selalu memotong kuku, bersisir dan berminyak wangi. "Mandi pada hari Jumaat adalah wajib bagi setiap orang-orang dewasa. Demikian pula menggosok gigi dan memakai harum-haruman"(HR Muslim)

3.TIDAK PERNAH BANYAK MAKAN

Sabda Rasul : "Kami adalah sebuah kaum yang tidak makan sebelum lapar dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan)"(Muttafaq Alaih) Dalam tubuh manusia ada 3 ruang untuk 3 benda : Sepertiga untuk udara, sepertiga untuk air dan sepertiga lainnya untuk makanan.Bahkan ada satu tarbiyyah khusus bagi ummat Islam dengan adanya Puasa Ramadhan untuk menyeimbangkan kesehatan

4. GEMAR BERJALAN KAKI

Rasul selalu berjalan kaki ke Masjid, Pasar, medan jihad, mengunjungi rumah sahabat, dan sebagainya. Dengan berjalan kaki, keringat akan mengalir,pori-pori terbuka dan peredaran darah akan berjalan lancar. Ini penting untuk mencegah penyakit jantung

5. TIDAK PEMARAH

Nasihat Rasulullah : "Jangan Marah"diulangi sampai 3 kali. Ini menunujukkan hakikat kesehatan dan kekuatan Muslim bukanlah terletak pada jasadiyah belaka, tetapi lebih jauh yaitu dilandasi oleh kebersihan dan kesehatan jiwa. Ada terapi yang tepat untuk menahan marah : - Mengubah posisi ketika marah, bila berdiri maka duduk, dan bila duduk maka berbaring - Membaca Ta 'awwudz, karena marah itu dari Syaithon - Segeralah berwudhu - Sholat 2 Rokaat untuk meraih ketenangan dan menghilangkan kegundahan hati

6. OPTIMIS DAN TIDAK PUTUS ASA

Sikap optimis akan memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi kelapangan jiwa sehingga tetap sabar, istiqomah dan bekerja keras, serta tawakal kepada Allah SWT
7. TAK PERNAH IRI HATI
Untuk menjaga stabilitas hati & kesehatan jiwa, mentalitas maka menjauhi iri hati merupakan tindakan preventif yang sangat tepat.

::Ya Allah,bersihkanlah hatiku dari sifat sifat mazmumah dan hiasilah diriku dengan sifat sifat mahmudah...::

Salam perkenalan


Assalamualaikum wr wb,


Dear Pembaca yang baik,


Ana mencoba membuat blog ini mudah - mudahan nanti dapat memberi manfaat buat ana pribadi maupun bagi para pembaca dimana saja berada. Dan mudah - mudahan pula ini bisa bermanfaat bagi orang - orang yang ana cintai dan dapat memberikan kontribusi dalam membangun masyarakat Indonesia yang semakin carut marut dalam kejahiliyahan.


Untuk itu ana minta kepada antum andai ada hal - hal yang baik dan dapat serta perlu di muat di blog ini harap dapat di posting ke blog ini.


Kami harapkan segala tips atau kiat - kiat yang baik dapat diposting di sini. Dan ana sangat berharap kalau antum semua bisa memberikan kontribusinya baik baik lisan maupun tulisan guna mengembangkan blog ini.


Wasalam




SIAPAKAH ORANG YANG PALING SIBUK ?

Siapakah orang yang sibuk?
Orang yang sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu sholatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s . Maka sempatkanlah bagimu untuk beribadah..............dan bersegerralah!

Siapakah orang yang manis senyumanya?

Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia berucap "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun."Kemudian berkata,"Ya Rabb, Aku redha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman. Maka berbaik hatilah dan bersabar...............

Siapakah orang yang kaya?

Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini. Maka bersyukurlah atas nikmat yang kau terima dan berbagilah.......

Siapakah orang yang miskin?

Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada selalu menumpuk-numpukkan harta. Maka janganlah kau menjadi kikir juga dengki...........

Siapakah orang yang rugi?

Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadat dan amal-amal kebaikan. Maka hargailah waktumu dan bersegeralah..............

Siapakah orang yang paling cantik?

Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik. Maka peliharalah akhlakmu dari dosa dan noda.............................

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?

Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan dimana kuburnya akan di perluaskan sejauh mata memandang. Maka beramal shalehlah selagi sempat dan mampu...............

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit?

Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikkan lalu kuburnya menghimpitnya. Maka ingatlah akan kematian dan kehidupan setelah dunia............

Siapakah orang yang mempunyai akal?

Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.Maka peliharalah akal sehatmu dan pergunakan semaksimal mungkin untuk mengharap ridho-Nya..............

Siapakah org yg PELIT ?

Orang yg pelit ialah org yg membiarkan atau membuang email ini begitu saja, malah dia tidak akan menyampaikan kepada org lain.Maka sampaikanlah kepada yang lain sedikit berita gembira ini selagi sempat, karena tiada ruginya bagimu...........