Selasa, Juni 30, 2009

PKS, SBY, dan Legitimasi Agama



Selasa, 30/06/2009 13:04 WIB

Secara sempurna PKS memberikan landasan-landasan dasar terhadap pilihan politiknya yang mendukung pasangan SBY-Boediono. Landasan dasar itu, berupa kaidah syar’iyah dan siyasah telah diberikan bagi membenarkan segala keputusan politik yang diambil PKS, tujuannya tak lain, ingin mendapatkan dukungan publik atas pilihan yang sudah dilakukannya. Selain itu, PKS mengharapkan pengertian dan pemahaman dari publik atas pilihan yang dilakukannya itu, dan sudah menggunakan dasar kriteria, dan pertimbangan dari berbagi sudut pandang.




Sebelumnya, PKS sudah memberikan delapan alasan, mengapa PKS melakukan koalisi dengan SBY-Boediono, dan salah satu alasannya, bahwa koalisi dengan SBY itu merupakan keputusan Majelis Syuro PKS ke XI, 24-25 April 2009, di mana Majelis Syuro sebagai lembaga tertinggi telah memberikan legitimasi politik yang medukung pasangan SBY-Boediono di pilpres, Juli mendatang. Keputusan Majelis Syuro itu, dikuatkan adanya dukungan dari 70 persen kader, yang juga menghendaki PKS berkoalisi dengan SBY. Artinya, langkah kebijakan yang diambil oleh Majelis Syuro itu, mendapakan dukungan dari kalangan kader PKS.

Keputusan PKS mendukung pasangan SBY-Boediono itu, dilanjutkan dengan adanya 11 Poin Perjanjian Kerjasama antara PKS dan Partai Demokrat. Diantara 11 poin itu, secara eksplisit PKS, di pilpres 2009, memberikan dukungan kepada pemimpin yang visioner, tegas, bersih, dan loyal serta membangun sistem dan budaya yang kondusif bagi kepentingan negara dan bangsa, dan tokoh yang memiliki kriteria seperti di dalam poin pertama, tak lain adalah SBY-Boediono.

Tentu, dalam hal ini, PKS ingin menjelaskan langkah-langkah yang memberikan dasar landasan politik dan syar’i, yang tujuannya menguatkan kebijakan dan politik PKS, agar dapat dipahami publik. Tidak lagi timbul pandangan-pandangan yang ragu-ragu atas pilihan politik yang dilakukan PKS, yang berkaitan dukungannya terhadap pasangan SBY-Boeidono.

Meskipun, belakangan ini muncul berbagai pandangan dari berbagai kalangan yang mengkitisi pasangan SBY-Boediono, menyangkut hal-hal yang pokok, seperti berkaitan dengan kebijakan ekonominya, yang lebih pro kepada pasar (kapitalis), yang ini dicurigai sebagai agenda kaum neo-liberal, yang dampaknya akan mematikan sektor riil, yang selama lima tahun ini pemerintahan SBY, sangat jelas yang tidak memihak terhadap rakyat kecil.

Meskipun, Presiden SBY, selalu menyatakan adanya penurunan angka kemiskinan, dan pengangguran, serta naiknya tingkat pendapatan rakyat, tapi bukti dilapangan menunjukkan sebaliknya. Di mana jumlah orang miskin terus meningkat, angka pengangguran semakin panjang, dan disparitas (kesenjangan) yang kaya dengn miskin meningkat, jumlah utang yang terus bertambah, dan pemberatanasan KKN, mencapai stagnan, dan tetap menempatkan negara yag paling korup di Asia, berdasarkan Transparancy International, yang dikeluarkan bulan April lalu. Belakangan ini masalah agama menjadi isu yang terus berkembang, di mana istri Boediono, Herawati, disebut-sebt beragama Katolik. Berita ini dikutip Tabloit Monitor Indonesia dari pernyataan Habib Husien al-Absyi.

Maka, di tengah-tengah berbagai polemik di masyarakat yang negative terhadap pasangan SBY-Boediono itu, PKS melakukan langkah-langkah konkrit dengan memberikan penjelasan (bayan) bagi masyarakat secara umum, khususnya umat Islam. Belum lama ini, Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengeluarkan 8 butir hasil Mudzakarah Nasional Ulama dan Pimpinan Pesantren, yang berlangsung di Jakarta, 27-28 Juni 2009 M.

Pernyataan dukungan kepada SBY-Boediono itu, diawali dengan mengutip ayat al-Qur’an : “Dengan keyakinan yang kokoh dan kesabaran yang teguh, ulama bertugas membimbing masyarakat dan memberikan ketaladan”. (As-Sajadah :24)

Mudzakarah Ulama itu, diikuti kurang lebih 250 ulama dan Pimpinan Pondok Pesantren dari seluruh Pronpinsi Indonesia, dan hasil mudzakarah itu, antara lain :

1. Memilih pemimpin dalam ajaran Islam merupakan kewajiban setiap muslim. Jika terdapat lebih dari seorang kandidat, wajib memilih kandidat yang lebih memenuhi kriteria (muwashfat) yang menjamin kemaslahatan lebih besar bagi masyarakat. Dengan memperhatikan skala prioritas, kemaslahatan agama atau moral, keamanan diri, kesehatan akal, keturunan dan harta benda, kemaslahatan sosial, lalu individual, kemaslahatan yang bersifat umum lalu yang parsial.

2. Terpenuhinya kriteria kemaslahatan yang lebih besar hendaknya tidak sekedar ikut-ikutan atau berdasarkan jual beli dukungan. Tetapi berdasarkan tanggung jawab setiap orang terhadap amanah Allah dan masa depan bangsa sesuai pengetahuan individualnya. Atau dengan bertanya kepada yang lebih mengerti, istikharah minta petunjuk kepada Allah, dan sebagai hasil musyawarah bagi individu-individu yang tergabung dalam suatu ikatan organisasi baik organisasi massa maupun sokial politik.

3. Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebagai kriteria mencakup rekam jejak (track record) yang baik telah bertaubat bagi yang pernah berbuat salah, kedekatan dengan masyarakat, kapasitas untuk memimpin, kredibilitas untuk diteladani, jujur-amanah-cerdas dan akuntabel.

4. Perfoma calon pemimpin nasional juga harus mempertimbangkan pengaruh dan kontribusi para pendukngnya (kroni) terutama dari kalangan partai politiknya.

5. Dengan niat melaksanakan perintah agama dan mengupayakan kemaslahatan yang lebih besar bagi umat dan bangsa, serta melaui cara pemilihan yang benar, maka insya Allah memilih pemimpin nasional merupakan kegiatan ibadah politik yang berskala nasional.

6. Adanya keberagaman pilihan diantara anggota masyarakat merupakan cerminan kebebasan sebagai hak asasi yang harus dihormati.Terlebih keberagaman itu terjadi antar saudara serumah, yaitu Indonesia dan untuk satu tujuan yang sama yaitu kebaikan serta kemajuan bangsa.

7. Semangat ‘Fastabiqul Khairat’ harus diaktualisasikan oleh para kandidat dengan cara berkompetisi dalam kebaikan, yaitu mengemukakan prestasi yang dimiliki serta kebaikan dunia akhirat yang akan diperjuangkan untuk masyarakat. Mereka juga harus bersaing dalam cara kampanye yang santun-bermartabat untuk meraih simpati rakyat. Sehingga, kemenangan yang diraih, insya Allah sebagai bukti dukungan rakyat yang hakikatnya pertolongan dari Allah Swat, bukan kemenangan yang memanipulasi suara rakyat dan karenanya merupakan jebakan (istidraj) dari Allah Swt.

8. Peserta Mudzakarah menyerukan kepada umat Islam agar memberikan dukungan daslam pemilu presiden 2009 kepada calon yang lebih maslahat untuk umat dan bangsa dalam pemilu presiden 2009, kepada calon yang lebih maslahat untuk umat dan bangsa yaitu pasangan SBY-Boediono. Pernyataaan Mudzakarah ulama ini, ditandangani oleh Dr.Surahman Hidayat MA (Ketua Steering Committee), dan Buchori Yusuf, MA (Ketua, Organizing Committee).

Hasil Mudzakarah Ulama itu, sebuah langkah yang dilakukan PKS, yang memberikan dukungan kepada pasangan SBY-Boediono, dan untuk menyakinkan masyarakat dan bangsa Indonesia atas pilihan poliktiknya.

Apakah masyarakat dan kaum muslimin nantinya akan mengikuti arahan Dewan Syariah Pusat PKS? Dan, apakah langkah-langkah politik yang diambil PKS itu, juga mempertimbangkan aspirasi umat Islam, atau hanya mempertimbangkan internal, termasuk ijtihad politik yang dilakukan para pemimpinnya?

Setiap orang yang menjadi anggota masyarakat berhak secara bebas dengan menggunakan akal dan hati nurani serta agama yang menjadi keyakinannya masing-masing dapat menentukan pilihannya. Siapa yang berhak mendapatkan dukungann rakyat atau umat? Tentu, yang memiliki keterkaitan dengan masa depan umat. Tapi masih adakah diantara mereka, yang memiliki keterkaitan dengan umat? (m)

Kemuliaan Sejati

Ustadz Abu Ridha


Tidak sepatutnya kita bermegah-megah karena tunduk kepada pesona dunia dan tidak menjadikannya sebagai medan perjuangan untuk menghimpun aset untuk kembali ke akhirat.



عـزالدنيا بالمال وعز الآخرة بصالح الاعمال


“Kemuliaan dunia itu diperoleh dengan harta sedangkan kemuliaan akhirat diperoleh dengan amal salih.” (Umar bin Khattab*)


Dua alam ciptaan Allah, alam dunia dan alam akhirat, mutlak berbeda dalam karakteristik dan esensi wujudnya. Walaupun begitu setiap manusia pasti memasuki dan bergumul di dalamnya.
Tak seorang pun dapat menghindar dari keberadaan di dalam alam dunia dan alam akhirat. Oleh karena kedua alam, baik secara realitas sejatinya ataupun karakteristiknya berbeda, setiap manusia diberikan potensi untuk dapat menyempurnakan eksistensi dirinya di dalam kedua alam tersebut sehingga dapat meraih puncak kesempurnaannya. Meskipun pada kenyataannya sebagian besar manusia justru mengalami kegagalan sebelum merealisasikan kesempurnaannya secara utuh..


Alam dunia, dengan segala watak dan karakteristiknya, adalah sebuah perjalanan sedangkan alam akhirat adalah persinggahan terakhir kita, kampung halaman, dan rumah kita yang abadi.
Oleh karena itu meskipun kita dilahirkan di dunia, dan dunia menjadi tempat tinggal kita sekarang ini, namun realitas sejatinya, setidak-tidaknya secara spiritual, sedang berjalan jauh menuju tempat kembali hakiki kita, alam keabadian, alam akhirat. Di sanalah kita akan dihadapkan kepada berbagai peristiwa eskatologis yang belum pernah kita jumpai selama hayat kita.


Di tempat kembali itu masing-masing individu benar-benar akan merasakan sebagai makhluk moral yang harus mempertanggungjawabkan seluruh sepak terjang kita selama di dunia. Di sana pula akan terbukti jati diri kita yang sebenarnya, menjadi individu yang sejatinya terhormat mencapai kebaikan tertinggi atau bahkan menjadi hina dina terjerembab ke dalam lumpur keburukan.


Allah Swt telah menunjuki manusia jalan agar dapat mencapai tempatnya yang layak dalam penciptaan, di surga-Nya. Sebagai manusia bahkan kita diperintahkan agar menempuh jalan-Nya meskipun harus berjalan mendaki lagi sukar.


Tidak sepatutnya di dunia yang fana ini menjadi tumpuan hidup. Tidak sepatutnya pula kita bermegah-megah karena tunduk kepada pesonanya dan tidak menjadikannya sebagai medan perjuangan untuk menghimpun aset untuk kembali ke rumah asalnya.


”Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?” (QS, al-Balad [90]: 11).


Bukan harta yang akan menjadi aset kehidupan akhirat kita. Bisa jadi harta menjadi simbol kemuliaan dunia. Akan tetapi di balik simbol itu ada nilai tanggungjawab moral yang harus ditunaikan.


Dalam satu riwayat dikatakan, Nabi Muhammad Saw bersabda, :


“Kemuliaan umur dan waktu lebih bernilai dibandingkan dengan kemuliaan harta.”


Bahkan harta bisa memperbudak orang yang mencintainya. Orang yang menjadikan kekayaan harta benda sebagai standar keagungan seseorang akan membenci kematian. Padahal kematian itu adalah pintu pertemuan dengan Allah Swt yang pasti akan diketuk oleh setiap manusia. Bahkan karena cintanya kepada harta ia tidak rela berpisah darinya.


Oleh sebab itu orang-orang berakal mencela dan merendahkan orang yang serakah dalam mengumpulkan harta. Sebaliknya mereka sepakat untuk mengagungkan orang yang bersikap zuhud terhadap harta, tidak mau menumpuk-numpuknya, dan tidak menjadikan dirinya sebagai budak harta. Meski demikian, harta selalu menjadi perburuan demi mendapatkan kemudahan, keberhasilan, kesuksesan, serta mencapai kemuliaan dalam hidup ini.


Di zaman sekarang ini mengejar kekayaan dan meraih kekuasaan materi, seolah telah menjadi mindset dan orientasi hidup, sehingga seringkali untuk mendapatkannya orang tidak peduli lagi memikirkan cara yang benar atau tidak, layak atau tidak layak dengan status sosial dan kemanusiaannya.


Padahal Allah menjelaskan bahwa amal salih kitalah aset sejati bagi kehidupan di akhirat nanti. Amal shalih pula yang menjadi kendaraan perjalanan jauh kita menuju haribaan-Nya. Setiap perjalanan, lebih-lebih perjalanan jauh dan menentukan, memerlukan kendaraan dan bekal.


Oleh sebab hakikat hidup di dunia adalah sebuah perjalanan jauh menuju alam akhirat dan medan perjuangan meraih kebahagiaan sejati, maka kita harus mampu melintasi segala rintangan yang mungkin terhampar di tengah jalan.


Rasulullah Saw mengingatkan, ”Jalan menuju surga itu dipenuhi dengan hal-hal yang tidak diisukai, sedangkan jalan menuju neraka dipenuhi dengan berbagai kenikmatan syahwati.” (HR, Muslim)


*Umar bin Khaththab yang dijuluki Abu Hafsh dan al-Faruq merupakan keturunan Bani 'Uday. Dalam sejarah pra Islam di jazirah Arabia, suku Bani 'Uday sangat dikenal sebagai penghubung antara suku Quraisy dan suku-suku lainnya.. Umar adalah salah seorang dari dua Umar yang menduduki posisi sangat penting dalam sejarah kemajuan Islam. Rasulullah Saw pernah memanjatkan sebuah doa kepada Rabbnya agar keduanya menjadi penyebab maju dan tegaknya Islam di muka bumi. Kisah keislamannya sangat populer sama dengan kisah perjalanan hidupnya setelah ia masuk Islam. Dua anaknya yang terkenal dalam sejarah Islam adalah anak perepmpuannya yang bernama Hafshah, ummulmu`minin, dan anak laki-lakinya yang bernama Abdullah bin Umar. Umar bin Khaththab adalah juga kakek Umar bin Abdul Aziz, yang keturunan dari pihak ibunya senasab dengan Umayah. Umar adalah pahlawan pada hari Saqifah dan dalam berbagai pembebasan Islam, termasuk. dalam pembebasan Persia, Syam, Palestina, dan Mesir. Umar adalah Khalifah kedua dan meninggal setelah menjabat sebagai Khalifah selama 10 tahun satu bulan. Pada masa Umarlah Islam menjadi kokoh di dunia Arab yang kita kenal sekarang ini. Ia meninggal akibat ditikam oleh Abu Lu`lu` al-Majusi.

Bekerja Keraslah!

Ustadz Samson Rahman


Saya teringat perkataan Ismail Raji Al-Faruqi, muslim Palestina yang dibunuh oleh orang Yahudi di Amerika, yang mengatakan ,”Islam is a religion of Action” Islam adalah agama aksi. Kata-kata ini sering kali menghentak saya tatkala muncul dalam diri saya sebuah kemalasan, kejenuhan dan kepasifan. Kata-kata ini sering memecut saya untuk bekerja sekuat tenaga agar bisa memenuhi tugas kehambaan, kekhalifahan dan keumatan saya.




Ya, Islam itu agama aksi, agama kerja. Agama gerak. Agama yang menekankan aktivitas dan mencegah pasivitas. Agama Islam adalah agama yang mendorong pemeluknya untuk senantiasa bergerak dan senantiasa bergerak. Beraksi dan senantiasa beraksi.



Rasulullah sering mengulang-ulang sabdanya yang mengatakan bahwa “tangan yang di atas jauh lebih baik dari tangan yang di bawah” sebuah perlambang yang menandakan bahwa orang-orang yang memberikan hartanya pada orang yang membutuhkan jauh lebih baik daripada orang yang menerima pemberian itu. Tentu saja harta yang diberikan itu berasal dari tangan yang bekerja dan otak yang aktif beraksi..



Rasulullah menunjukkan apresiasinya yang sangat tinggi pada kerja keras ini dalam berbagai kesempatan. Beliau pernah mengatakan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Thabrani : Seandainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikul di atas punggungnya, hal itu lebih baik daripada ia meminta-memita kepada seseorang yang kadang diberi dan kadang ditolak.



Apa yang terkandung dalam sabda Rasulullah tadi adalah bahwa sebaik-baik manusia adalah seseorang yang memeras keringatnya dan menguras tenaganya demi menjaga harga dirinya, demi menyelamatkan mukanya di depan manusia agar dia tidak meminta-minta yang berarti telah menjual dirinya. Menjual harkat dan martabatnya di depan manusia dan dia akan kehilangan muka di hadapan Allah karena telah dijual di dunia. Rasulullah mendorong dan menginginkan agar umat ini menjadi umat pekerja, umat mandiri, umat yang tidak menggantungkan diri pada orang lain, lain dan bangsa lain. Umat yang mampu berdiri di atas kreasinya sendiri, di atas kemampuannya sendiri. Melalui kucuran keringat dan gejolak semangat.



Sabda Rasulullah berikut ini memperkuat penegasan bahwa Islam adalah agama yang sangat menghargai kerja keras :


Bila seorang muslim menaburkan benih atau menanam tananam lalu ada burung atau manusia atau binatang yang memakan sebagian darinya niscaya hal itu akan dinilai sebagai sedekah (HR. Bukhari).



Kembali Rasulullah menekankan bahwa tangan seorang muslim adalah tangan kreatif, tangan produktif yang senantiasa menghasilkan sesuatu untuk bisa dinikmati oleh manusia, binatang dan makhluk lainnya. Seorang muslim diidealkan menjadi orang yang mengalirkan “hidup” bagi siapa yang membutuhkan, yang memberikan cahaya kehidupan bagi mereka yang tersendatkesulitan. Seorang muslim diharapkan menjadi sosok yang mampu menghidupan gairah kehidupan seseorang, yang mampu menjadikan hidup lebih hidup dan bergairah, lebih semangat dan bermakna, lebih aktif dan sumringah.



Kamus seorang muslim telah kehilangan kosa kata “leha-leha” karena memang telah dengan sengaja dia hapus dari dalamnya. Ensiklopedi seorang muslim tidak memiliki kosa kata pengangguran karena memang ia tidak lagi dibutuhkan.



Seorang muslim menyadari sepenuhnya bahwa dirinya akan bermakna, berharga dan bermartabat jika dari dirinya mengalir karya-karya, jika dari otaknya mengalir ide-ide. Dia tidak akan pernah merasa nyaman untuk menjadi manusia lemah, manusia loyo. Sebab sikap lemah dan loyo tidak selevel dengan identitas keislamannya. Dia tidak pernah membiarkan waktunya lewat dengan leha-leha. Sebab leha-leha dan bermalas-malas, puas dengan kebodohan, rela dengan kehinaan, tidak bangkit untuk mencapainilai-nilai mulia, semua adalah bibit-bibit ganas penghancur semangat, kehinaan jiwa, kebekuan emosi. Ini merupakan hubungan nasab yang bergabung dengan bibit lainnya yang masih sesusuan menyia-nyiakan waktu, berpencar-pencarnya semua semangat dan bercerai-cerainya perhatian.



Seorang mukmin akan senantiasa mengisi detik-detiknya, menit-menit dan jam-jamnya dengan kerja-kerja yang bermanfaat, dengan amal-amal saleh yang menembus gelap. Dia sadar bahwa kerjalah yang mengantarkan umat Islam mampu mencapai kemuliaan. Kerjalah yang mengantarkan umat Islam mampu membangun peradaban, kerjalah yang membuat umat Islam mampu melahirkan para pahlawan, kerjalah yang membuat umat Islam mampu melahirkan para ilmuwan. Sejarah keemasan bangsa-bangsa manapun pasti dibarengi dengan anak-anaknya yang suka bekerja. Mereka membangun martabat, bangsa, budaya, peradaban dan kemanusiannya dengan kerja keras, banting tulang dan putar otak.



Kita dapatkan sebuah perintah tegas Allah dalam Al-Quran agar Rasulullah memerintahkan umatnya untuk bekerja keras karena kerja-kerja mereka akan dilihat oleh Allah dan akan dilihat oleh Rasulullah dan kaum mukminin :



وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan" (At-Taubah : 105).



Tak ada pilihan lain bagi kita agar kita agar bisa eksis dan dihormati oleh bangsa-bangsa lainnya kecuali dengan menggenjot spirit kerja keras kita pada titik optimum dan maksimal. Tidak ada pilihan lain bagi kita selain memaksimalkan semangat kita untuk memberikan kontribusi sekecil apapun yang bisa kita lakukan demi umat manusia. Kontribusi kita adalah benih yang suatu hari bisa dipetik hasilnya, meskipun bukan oleh tangan kita.



Mainkan seluruh potensi kita, up grade energi semangat melayani, dan tampakkan pada dunia bahwa Islam dan kaum muslimin adalah manusia kerja yang mengharapkan ridha Tuhannya.


Lalu katakan : Labora ergo sum (aku bekerja maka aku ada).



Jumat, Juni 26, 2009

Hukum Asuransi Dalam Islam


Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi.Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:




  1. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda

  2. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan


ASURANSI KONVENSIONAL


A. Ciri-ciri Asuransi konvensional


Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah:



  • Akad asuransi konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.

  • Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

  • Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

  • Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,

B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam


Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah.


Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:


“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)


“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)


“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)


Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.


Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.


Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:


I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah:


  • Asuransi sama dengan judi

  • Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.

  • Asuransi mengandung unsur riba/renten.

  • Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi.

  • Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

  • Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

  • Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah UniversitasSyria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha).


Mereka beralasan:

  • Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.

  • Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

  • Saling menguntungkan kedua belah pihak.

  • Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

  • Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

  • Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

  • Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum Islam pada Universitas Cairo).

Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui.

Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam. Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:


“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn tidak meragukan kamu.” (HR. Ahmad)

Asuransi syariah

A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

  • Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”

  • Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.

  • Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.

  • Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat memerlukan.

  • Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.

  • Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

B. Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb:


  • Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

  • Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).

  • Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

  • Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.

  • Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
C. Manfaat asuransi syariah.


Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
  • Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.

  • Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.

  • Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.

  • Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.

  • Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.

  • Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.

  • Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.

  • Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).

Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.


A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah.


Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:


  • Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.

  • Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota

  • Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)

  • Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.

Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
  • Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

  • Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).

  • Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

  • Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

  • Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

  • Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.

Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah yang telah kami paparkan di muka.

Referensi:

1. Al-Quran AL-karim.

2. Al-fiqh al-Islamy wa adillatuhu, DR. Wahbah Azzuhaily.

3. Al-Islam wal manahij al-Islamiyah, Moh. Al Gozali.

4. Asuransi dalam hukum Islam, Dr. Husain Hamid Hisan.

5. Majalah al- buhuts al- Islamiyah, kumpulan ulama-ulama besar pada lembaga riset, Fatwa, dan dakwah.

6. Masail al-fiqhiyah, zakat, pajak, asuransi dan lembaga keuangan, M. Ali Hasan.

7. Halal dan haram, DR. Muhammad Yusuf al-Qordhowi.

8. Riba wa muamalat masrofiyah, DR. Umar bin Abdul Aziz al-Mutrik.

9. Riba wa adhroruhu ala al mujtama’, DR. Salim Segaf al-Djufri.

10. Masail diniyah keputusan musyawarah nasional Alim ulama NU, bandar lampung, 16-20 Rajab/ 25 januari 1992 M

Kamis, Juni 25, 2009

8 Alasan PKS Memilih SBY

Assalamualaikum Wr.Wb.


Untuk Saudaraku Meilando Pringgandani yang dirahmati Allah


Saya membutuhkan cukup waktu untuk bisa memahami alasan DPP memilih tetap berkoalisi dengan SBY-Boediono. Itu, karena tadinya saya mengharapkan dan menyangka PKS akan memilih JK. Namun, setelah jelas sikap DPP sedikit demi sedikit saya menemukan jawabannya. Semoga apa yang saya fahami ini tidak semuanya salah.

Pertama,


PKS bukan satu-satunya partai Islam yang memilih SBY. Disana ada koalisi seluruh partai Islam yaitu PKB, PPP dan PAN. Jadi, ini kemaslahatan pertama yaitu mendahulukan koalisi partai Islam dibanding koalisi sekuler termasuk yang mendukung JK. Mana yang harus kita utamakan, kumpulan partai Islam atau koalisi partai sekuler?

Kedua,


Kalau misalnya JK berasal dari partai Islam, atau ada indikasi meyakinkan dia mendukung Islam, misalnya memiliki keberpihakan dalam kasus Ahmadiyah, RUU APP, terorisme Islam dan lain-lain yang ada kepentingan Islam disana, saya setuju pilihan JK disebut sesuai dengan syariah Islam. Kalau indikasinya "hanya" jilbab istrinya dan shalat di masjid Sunda Kelapa karena mau jadi capres, itu tidak cukup.


Kenapa?


Dulu, waktu ribut majalah Playboy di Indonesia , saya ingat betul JK bilang, ''Bagaimana caranya menghentikan Playboy? Kita tidak punya instrumennya. ..''. JK terus terang menolak menghentikan Playboy. Lalu, apa artinya JK yang menjilbabi istrinya tapi tidak bisa mencegah anak - anak bangsa dinegeri Islam terbesar ditelanjangi oleh Playboy? Tentu saja, terbitnya ikon porno itu kini bukan sepenuhnya salah JK. Tapi, dimanakah aspek kesyariahan JK dengan komentar dia itu? FPI tanpa menggunakan perangkat hukumpun sanggup mengusir Playboy dari Jakarta dan membuat umat Islam sadar tentang bahaya majalah bugil itu dibanding JK. Saya tidak menyalahkan bagi yang mau memilih JK dan semoga JK ingat masjid tidak hanya karena mau jadi capres. Tapi, untuk mengatakan bahwa JK lebih sesuai dengan syariah Islam, kita butuh indikasi yang lebih banyak dan komprehensif. Baik SBY, JK apalagi Mega, tidak ada yang syar'i. Saya kira, kita harus lebih berhati-hati melegitimasi sesuatu dengan predikat syar'i. Ini harus diklarifikasi agar tidak muncul anggapan PKS melarang memilih sesuai dengan syariah Islam...

Ketiga,


Ini adalah alasan paling penting. Keputusan memilih SBY dibuat melalui proses Syura. Apa artinya Syura? Artinya, ada 99 kader terbaik PKS yang duduk bersama untuk mengkaji dari segi syariah, politik, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain dengan dukungan kepakaran, data, survey, analisa, pengalaman dan sistem untuk menetapkan dukungan terhadap SBY. Keputusan ini dikokohkan kembali dengan keputusan pakar-pakar Islam di Dewan Syariah. Dengan begitu, kesalahan makin mantap diminalisir. Jika kita hendak menolak keputusan syura ini, sepatutnya kita juga mendasarinya dengan kapasitas lebih tinggi atau setingkat. Jika hanya pertimbangan individu, saya khawatir disana ada lebih banyak yang kita tidak tahu daripada yang kita tahu. Kita perlu bertanggungjawab dalam pilihan kita.

Ijinkan saya bertanya, saat kita menolak SBY dan memilih JK, sudahkah kita melakukannya "misalkan "dengan proses pengumpulan sample data, survey, penelitian mendalam, analisa komprehensif dengan fikiran dan hati tenang jernih tanpa emosi, pengkajian kaedah-kaedah fiqih siyasi yang diiringi shalat tahhajjud, istikharah dan munajat kepada Allah seperti yang dilakukan oleh Majlis Syura dan Dewan Syariah?


Jangan-jangan kita hanya berdasar berita dan rumor di mass media dan fikiran selintas saja? Obrolan di kantor? Apakah semua isi mass media dan imej JK yang dikarang tim suksesnya itu sesuai dengan kenyataan? Siapa yang menjamin? Dapatkah itu menyamai kualitas data, pengalaman politik dan kapasitas 99 anggota Majlis Syura? Kalaupun kita sudah melakukan itu semua, paling tinggi, itukan kita lakukan sendirian...


Bisakah kapasitas dan analisa kita menyamai 99 anggota Majlis Syura plus Dewan Syariah? Pantas saja, Allah menyuruh kita menggunakan mekanisme Syura dalam pengambilan keputusan. Ternyata, jika keputusan dibuat sendiri kelemahannya jauh lebih banyak. Tentu saja keputusan Majlis Syura bisa saja salah. Mereka bukan kumpulan malaikat dan nabi. Namun, jika Majelis Syura saja bisa salah, tentu kita yang sendirian lebih pantas untuk salah. Saya rasa, kearifan seperti ini perlu kita gunakan saat mengkritik PKS dengan keputusan-keputusan politiknya.

Keempat,


Mungkin ini pendapat agak asing, tapi bisa dipertanggungjawabkan.


Dalam memilih pemimpin, aspek kesesuaian dengan syariah tidak hanya didasari alasan kesalehan orang yang kita pilih. Belum tentu orang yang lebih saleh itu, pasti lebih benar dalam memimpin (ini dengan memisalkan JK lebih saleh dari SBY).


Imam Ahmad berkata, ''Seorang panglima yang saleh tapi tidak mengerti perang, kesalehannya hanya untuk dirinya dan ketidaktahuannya tentang perang berakibat fatal bagi umat Islam. Tapi, seorang panglima tidak saleh yang menguasai ilmu perang, ketidaksalehannya hanya siksa untuk dirinya sementara pengetahuan perangnya jadi maslahat bagi umat Islam''.


Pendapat ini didukung pula oleh Ibn Taimiyah. Menurut keduanya, bisa jadi pemimpin yang kurang saleh lebih berhasil disamping pemimpin saleh tapi lemah dan tidak punya strategi

(Ibn Taimiyah, al-Siyasah al-Syar'iyah, Beirut : Dar al-Afaq, 1983, cet.1, hal. 16-17).


Rasulullah SAWbersabda: Sesungguhnya Allah, akan memperkuat agama ini (meski) melalui tangan orang fajir (fajir: pelaku dosa, lawan dari saleh).
(HR. Al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, Bab Ghazwah Khaibar, no. 3882 dan Imam Ahmad, Musnad Abi Hurairah, hadits no. 7744).

Jadi,


Imam Ahmad, Ibn Taimiyah, Imam al-Bukhari dan lain-lain telah menyimpulkan bahwa kemenangan dakwah bisa juga diperoleh melalui perantara orang-orang bukan shaleh dan fasik. Tentu, orang fajir dan fasik yang bagaimana dulu....tentu tidak boleh juga sembarangan, kan ?


Dalam Sirrah Nabawiyah, ada riwayat bahwa Rasulullah SAW meminta bantuan dan perlindungan pada pemimpin musyrik al-Muth'im bin 'Adiy atau raja Kristen Najasyi, beliau juga berkoalisi dengan kabilah Khuzaah yang banyak dari mereka masih musyrik dan Rasulullah SAW berkoalisi dalam treaty dengan Yahudi kafir dalam piagam Madinah yang populer itu, atau meminta tolong pada Abdullah bin Uraiqith, penunjuk jalan yang masih musyrik saat berhijrah ke Madinah.

Meski begitu, pemimpin yang paling tepat adalah yang memiliki kesalehan dan kekuatan strategi sekaligus. Tapi, yang seperti ini menurut Ibn Taimiyah sangat jarang. Kadang dia saleh tapi dia terhalang oleh faktor luar untuk memberikan kepemimpinan yang benar. Maka, menurut beliau, pemilihan seorang pemimpin, harus mempertimbangkan aspek sekomprehensif mungkin, bukan hanya sisi pribadi dia sendiri.

Kelima,


Ditakdirkan JK lebih saleh dari SBY, kita bertanya, bagaimana dengan Golkar? Saya berpendapat, salah satu keuntungan Pemilu 2009 yang jelas adalah berhasil ''dihancurkannya' ' suara partai terbesar penyokong kerusakan di Indonesia yaitu PDIP dan Golkar. Kita tidak boleh lupa. Tahun 2008 pasca fenomena PKS di DKI, Depok, Jabar dan Sumut, untuk pertamakalinya PDIP dan Golkar duduk bersama menyatakan Deklarasi Palembang untuk membendung apa yang mereka sebut bahaya sinkretisme terhadap keutuhan NKRI. Orang terkejut untuk pertama kali PDIP-Golkar bisa duduk bersama, dan ternyata kepentingannya sama - sama hendak melawan Islam.


Jadi, habisnya dua partai ini di tahun 2009 adalah prestasi yang harus kita syukuri.


Dengan kemenangan SBY di Pilpres mendatang, maka ''kehancuran' ' PDIP dan Golkar sebagai pilar korupsi dan mega - kejahatan Indonesia itu bisa makin ''disempurnakan' '.


Sebaliknya, kalau JK yang menang apa tidak mungkin Golkar mengkonsolidasikan kekuatan dan come back lagi?


Saya bertanya-tanya, bagaimana kita bisa ''terbius'' dengan ''kesederhanaan' ' dan ''kebersahajaan' ' JK-Wiranto untuk bersama-sama melupakan kejahatan Golkar?


Jangan - jangan, kita terjebak dalam strategi mafia dan jaringan kroni Golkar dan kaum anti Islam melalui siasat kampanye tim sukses mereka?


Saya kira, masalah Pilpres, tidak bisa disederhanakan dalam figur JK-Wiranto saja. Ini kalau kita menyepakati Golkar lebih bahaya dari Demokrat. Demokrat relatif jauh lebih rapuh, tidak memiliki basis massa yang permanen serta hanya bergantung pada figur SBY yang sudah pasti berakhir di 2014. Demokrat tak punya basis memadai untuk menjadi kekuatan besar dan tahan lama. Demokrat hingga kini tidak punya faktor yang diandalkan selain SBY bukan?

Keenam,


Ditakdirkan lagi JK lebih saleh, namun nyatanya ia memiliki satu kekurangan yang cukup fatal. Dia seorang yang lemah di tubuh Golkar sendiri. Dalam Pemilu kemarin, banyak suara yang menolak JK. Dalam Golkar sampai ada empat blok, selain JK, ada Sri Sultan, Akbar Tandjung dan Fadel Muhammad. Tiga orang ini sama-sama memiliki basis massa yang kuat dan mencoba langkah-langkah politik sendiri. Terlebih lagi, Akbar Tandjung berhasil mengumpulkan banyak wakil dari daerah dalam Mukernas Golkar dan mengajak boikot JK. Di koran Tempo diserukan agar JK berintrospeksi karena tidak mampu menjaga keutuhan Golkar. Golkar, diambang perpecahan serius dimasa kepemimpinan JK.


Kondisi ini sangat berbahaya. Ternyata JK tidak mampu mengendalikan partainya. Kalau JK setuju Golkar melakukan konvensi capres seperti di tahun 2004, bisa jadi dia tidak terpilih sebagai capres karena sekarangpun dukungan atas pencapresan JK dilakukan sangat terakhir.


Kelemahan JK ini akan mengakibatkan orang-orang partainya bertindak semau gue dalam menjalankan pemerintahan nanti. Maka koalisi dengan JK menjadi langkah yang sangat rawan karena kelemahan JK mengendalikan partainya. Dan kedepan, figur-figur selain JK akan menunggu untuk hadir di 2014. Ini berbeda dalam kasus Demokrat dan SBY.

Ketujuh,


Berbicara tentang klenik, saya kira Golkar sendiri tidak bersih dari klenik. Kita tahu, pendukung berat Golkar banyak yang di Jawa.


Jogjakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa dengan tokoh Golkar kunci yaitu Sri Sultan, masyarakatnya merupakan sarang klenik dan khurafat yang paling berat. Mungkin, kleniknya Kediri masih kalah dengan Jogya yang jauh lebih sistematis dan mengakar. Di Batam, caleg-caleg nomor-jadi Golkar diisi orang-orang Kristen. Di Sumedang tempat saya, ada caleg provinsi dari Golkar nomer jadi beragama Kristen yang dimana-mana menggunakan tambahan H didepannya supaya dikesankan Haji.


Maka, kalau bisa, untuk mendukung atau menolak seorang pemimpin, sebaiknya tidak didasari oleh secuil kasus A disini dan fakta B disana sehingga yang muncul adalah fragmen yang tidak utuh karena fakta negatif bisa ada dimanapun. Kita membutuhkan informasi yang lengkap dan komprehensif.

Kedelapan,


Persoalannya bukan terletak pada berubah-ubahnya fatwa dan zig-zagnya suatu langkah politik.


Persoalannya adalah, manakah keputusan yang benar?


Langkah politik yang lempang tapi salah, tentu tidak kita inginkan. Para ulama menyepakati kaedah perubahan fatwa mengikuti perubahan kondisi dan sebabnya. Zig-zag dan berubah-ubah itu tidak mengapa, asalkan itu benar. Perubahan strategi politik antara 2004 dan 2009 itu tidak mengapa jika memang itu benar dan dibutuhkan.


Strategi politik tahun 2004, bukanlah seperti wahyu yang tidak boleh diubah. Saya yakin, di tahun 2014 nanti juga akan terjadi perubahan-perubahan strategi...

Masih banyak lagi alasan yang bisa diberikan mengenai mengapa tidak memilih JK. Diantaranya adalah SBY telah bersedia menerima kontrak politik yang berisi agenda - agenda dakwah seperti masalah pembebasan Palestina dan lain-lain. Memang, kelemahan-kelemahan ini sebagian juga ada di SBY. Namun di beberapa poin, SBY tidak seberat JK dengan Golkarnya.


Bagaimanapun SBY lebih aman dan menguntungkan untuk dipilih. Golkar memiliki tingkat bahaya yang lebih permanen dibanding Demokrat.

Meski begitu, harus diakui PKS juga punya kesalahan dan kelemahan. Selain itu, ada juga masalah teknis dan komunikasi. Makanya, saya tidak terkejut mendapati orang bingung melihat PKS masih di jalur dakwah atau bukan. Wajar, karena PKS bukan kumpulan malaikat dan nabi.


Mereka adalah manusia-manusia. Adalah tidak manusiawi, jika kita tidak mau memahami kesalahan PKS. Namun, selama partai ini masih memelihara ribuan halaqah yang merumuskan dan merealisasikan berbagai agenda dakwah dan tarbawi, lebih dari satu juta kader terbina, ada agenda tatsqif, mabit dan katibah, punya Majlis Syura dan Dewan Syariah, struktur dakwah dan jamaahnya masih solid, tidak pecah dan terus bekerja, masih gegap memekikkan kata jihad, takbir dan kematian syahid, masih menangis dalam shalat malam berjamaah dan merasakan penderitaan rakyat Palestina, saya meyakini PKS tetap satu-satunya partai dakwah yang paling relevan di Indonesia . Kecuali, kalau itu semua sudah bubar dan tinggal kegiatan politiknya saja.

William Lidle, seorang Yahudi ahli Indonesia mengatakan di Metro-TV PKS adalah kekuatan Islam paling berbahaya. Baru-baru ini, terbit sebuah buku "Ilusi Negara Islam" oleh LibForAll (liberal untuk semua) . Disana ada Gus Dur, Musthafa Bishri dan Syafii Maarif. Isinya sangat menyudutkan PKS sebagai kaum ekstrim yang membahayakan NKRI. Di Singapore, Taufik Kiemas menyebut PKS sebagai metamorfosa kaum teroris menjadi partai yang legal. Belum lagi isu Wahabi, GAM dan lain-lain yang ditujukan pada PKS. Kaum anti Islam sedang panik melihat perkembangan Islam melalui PKS. Mereka takut fenomena Turki, Mesir dan Palestina terjadi di Indonesia .


Mereka jauh lebih takut PKS dibanding HTI, FPI, Salafy atau Majelis Mujahidin. Kenapa justru kita sebagai orang yang sadar dengan Islam malah hendak menyerang PKS?

Sudah cukup rasanya umat Islam merasakan perihnya perpecahan, kelemahan dan dikerjai orang lain. Biarlah kader - kader PKS lebih memilih suara qiyadah dan syura mereka. Janganlah kita menambah lebih banyak lagi syubhat dan kebingungan sehingga menyebabkan perpecahan dan kelemahan.

Semoga Allah melimpahi kita dan para pemimpin Islam dengan hidayah dan rahmat. Semoga Allah memelihara langkah kita dalam istiqamah. Amin.

Wallah A'lam bis-Shawab. Wassalamualaikum,
Rofiqi Ahmad

FAEDAH BULAN RAJAB



Alhamdu lillahi robbil ‘aalamiin kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T. Sholawat serta salam kita limpahkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W. kepada para keluarga, sahabat dan mudah-mudahan kita semua berada di dalamnya aamiin ya.. robbal ‘aalamaiin.



Semoga Allah memberi keceriaan dan kemudahan dalam semua urusan, mohon maaf atas segala kesalahan,


Allahumma bariklana fi rajab wa balighna fi sya'ban wa ramadhan....


Saudara-saudaraku yang budiman, Alhamdulliah Pada hari Rabu tanggal 24 Juny 2008 kita memasuki bulan Rajab . Bulan Rajab adalah bulannya Allah. Mari kita simak ada apa di balik bulan Rajab itu. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, "Ketahuilah bahwa bulan Rajab itu adalah bulannya ALLAH, maka:



  • Barang siapa yang berpuasa satu hari dalam bulan ini dengan ikhlas, maka pasti ia mendapat keridhaan yang besar dari ALLAH SWT;

  • Dan barang siapa berpuasa pada tgl 27 Rajab 1430/Isra Mi'raj (Senin, 20 July 2009) akan mendapat pahala seperti 5 tahun berpuasa;

  • Barang siapa yang berpuasa dua hari di bulan Rajab akan mendapat kemuliaan di sisi ALLAH SWT;

  • Barang siapa yang berpuasa tiga hari yaitu pada tgl 1, 2, dan 3 Rajab, 24,25,26 Juny 2009) maka ALLAH akan memberikan pahala seperti 900 tahun berpuasa dan menyelamatkannya dari bahaya dunia, dan siksa akhirat;

  • Barang siapa berpuasa lima hari dalam bulan ini, insyaallah permintaannya akan dikabulkan;

  • Barang siapa berpuasa tujuh hari dalam bulan ini, maka ditutupkan tujuh pintu neraka Jahanam dan barang siapa berpuasa delapan hari maka akan dibukakan delapan pintu syurga;

  • Barang siapa berpuasa lima belas hari dalam bulan ini, maka ALLAH akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan menggantikan kesemua kejahatannya dengan kebaikan, dan barang siapa yang menambah (hari-hari puasa) maka ALLAH akan menambahkan pahalanya."

Sabda Rasulullah SAW lagi :


"Pada malam Mi'raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: "Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?" Maka berkata Jibrilb a.s.:"Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau dibulan Rajab ini".


Dalam sebuah riwayat Tsauban bercerita :


"Ketika kami berjalan bersama-sama Rasulullah SAW ke sebuah kubur, lalu Rasulullah berhenti dan beliau menangis dengan amat sedih, kemudian beliau berdoa kepada ALLAH SWT.


Lalu saya bertanya kepada beliau:


"Ya Rasulullah mengapakah engkau menangis?"


Lalu beliau bersabda :


"Wahai Tsauban, mereka itu sedang disiksa dalam kubur nya, dan saya berdoa kepada ALLAH, lalu ALLAH meringankan siksa atas mereka".


Sabda beliau lagi:


"Wahai Tsauban, kalaulah sekiranya mereka ini mau berpuasa satu hari dan beribadah satu malam saja di bulan Rajab niscaya mereka tidak akan disiksa di dalam kubur."


Tsauban bertanya:


"Ya Rasulullah,apakah hanya berpuasa satu hari dan beribadah satu malam dalam bulan Rajab sudah dapat mengelakkan dari siksa kubur?"


Sabda beliau:


"Wahai Tsauban, demi ALLAH Zat yang telah mengutus saya sebagai nabi, tiada seorang muslim lelaki dan perempuan yang berpuasa satu hari dan mengerjakan sholat malam sekali dalam bulan Rajab dengan niat karena ALLAH, kecuali ALLAH mencatatkan baginya seperti berpuasa satu tahun dan mengerjakan sholat malam satu tahun."


Sabda beliau lagi:


"Sesungguhnya Rajab adalah bulan ALLAH, Sya'ban Adalah bulan aku dan bulan Ramadhan adalah bulan umatku". "Semua manusia akan berada dalam keadaan lapar pada hari kiamat, kecuali para nabi, keluarga nabi dan orang - orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya'ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka kenyang, serta tidak akan merasa lapar dan haus bagi mereka."

==============================


Ya Allah berikanlah kekuatan kepada kami untuk mengikuti sunah rasulullah untuk senantiasa memperbanyak puasa sunah di bulan Rajab.


Yaa Allah panjangkan umur kami ini agar kami dapat melewati bulan Rajab ini dan sampai pada bulan Sya'ban nanti hingga akhirnya kami dapat menjumpai bulan Ramadhan kembali dengan membawa keikhlasan hati untuk senantiasa bertaqorrub kepada Mu Ya Allah, untuk senantiasa melaksanakan perintahMu dan meninggalkan laranganMu.


Semoaga bermanfaat bagi semua Umat Muslim dan Muslimat di dunia

Selasa, Juni 09, 2009

Obama Sentil Negara Yang Larang Jilbab


Senin, 08 Juni 2009 14:40

warnaislam.com — Setelah membuat Israel ketakutan atas kunjungan Obama ke Riyadh dan Mesir, kali ini Obama kembali membuat negara Barat kocar-kacir akibat pidatonya yang mengkrikit negara-negara Barat yang melarang wanita Muslim di negaranya untuk berjilbab.

Dalam pidatonya di Universitas Kairo Mesir, Kamis (04/06) lalu, Presiden kulit hitam pertama Amerika itu sangat mendukung kebebasan berpakaian bagi para wanita muslim di negara-negara Barat termasuk untuk mengenakan jilbab. Demikian seperti dikutip dari situs Mafkarah Al-Islam.

Presiden keturun Muslim itu juga sangat menyesalkan sikap negara-negara Barat yang menilai bahwa wanita berkerudung itu tidak menghormati nilai persamaan antarasesama yang memang sangat dipegang oleh negara-negara Barat.

Melalui Menteri luar Negerinya, Prancis yang merasa dipojokkan oleh pidato Obama tersebut mengatakan pada media, “Kami tidak merasa terancam oleh pidato Obama tersebut, karena memang kami sangat menghormati kebebasan beridiologi dan kebabasan berpakaian bagi warga kami.”

Perlu diketahui, sejak tahun 2004 Prancis secara resmi melarang para pelajar Prancis untuk memakai symbol-simbol agama disekolah mereka termasuk mengenakan jilbab.(Zarkasih/Mafkarah)

penulis : Mochamad Ilyas

Kafirkah Orang Tua Rasullulloh?


Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya membahas masalah orang tua nabi Muhammad SAW masuk surga atau neraka itu tidak akan memberikan faedah apa-apa buat keimanan kita. Dan mengingat bahwa kedua orang tua beliau SAW sudah wafat, maka apakah masuk surga atau neraka, semua menjadi urusan Allah.

Namun tidak ada salahnya untuk sedikit kita ulas di sini masalah tersebut, agar tidak melahirkan penasaran terus.

Sesungguhnya pertanyaan seperti ini memang pernah juga mengusik perhatian di masa lalu. Namun para ulama ternyata tidak berhasil menyatukan kesimpulan di mana mereka bersepakat di dalamnya. Sehingga kesimpulannya menjadi terpecah dua, yaitu antara mereka yang mengatakan bahwa kedua orang tua nabi SAW itu masuk surga dan mereka yang mengatakan sebaliknya.

Pendapat Pertama

Pendapat pertama mengatakan bahwa keduanya termasuk ahlul fatrah, yaitu orang-orang yang hidup di masa tidak ada kenabian. Semenjak nabi Isa as hingga diutusnya nabi berikutnya terpaut jarak waktu yang panjang. Umat manusia hidup tanpa adanya risalah kenabian. Sebagian ulama mengatakan bahwa manusia yang hidup di masa fatrah ini tidak dimintai pertanggung-jawaban.

Mereka mendasarkan pendapatnya dari firman Allah SWT yang artinya :

Dan tidaklah Kami mengazab kecuali setelah mengirim seorang rasul (QS. Al-Isra:15)

Dan pendapat ini cukup adil, lantaran secara nalar tentu kita tidak bisa menerima bila seseorang dimasukkan ke dalam neraka, padahal tidak ada seorang nabi pun yang mengajarkan agama kepada mereka. Bagaimana Allah SWT yang Maha Adil itu sampai tega menghukum orang yang tidak tahu apa-apa?

Pendapat ini didukung antara lain oleh Al-Imam As-Suyuthi dan lainnya.

Pendapat Kedua

Namun sebagian ulama berkesimpulan yang berbeda. Sebab mereka mendapati adanya hadits yang sekilas sangat tegas menyebutkan bahwa Rasulullah tidak diizinkan untuk memintakan ampunan buat kedua orang tuanya.

Rasulullah SAW bersabda, "Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memintakan ampunan buat ibuku, namun Dia tidak mengizinkan Aku. Aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, Aku pun diizinkan." (HR. Muslim)

Kalau kita pahami sekilas memang ada kesan bahwa ibunda nabi SAW itu tidak masuk surga. Sebab Rasulllah SAW sampai memerlukan memintakan ampunan atasnya. Dan ternyata permintaan itu tidak dikabulkan Allah SWT.

Wajar kalau ada yang berkesimpulan bahwa kalau begitu ibunda nabi SAW itu bukan muslim, tidak pernah bersyahadat dan mati dalam keadaan kafir. Sebab saat wafat, nabi Muhammad SAW belum lagi menjadi nabi.

Namun kesimpulan pendapat kedua ini ditentang oleh kelompok pertama. Mereka menolak bila hadits itu disimpulkan dengan cara demikian. Kalau Allah SWT tidak memperkenankan Rasulullah SAW memintakan ampunan untuk kedua orang tua, tidak berarti orang tuanya bukan muslim. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW tidak menyalatkan jenazah yang masih punya hutang, sama sekali tidak menunjukkan bahwa jenazah it mati dalam keadaan kafir.

Adapun larangan Allah SWT untuk memintakan ampunan orang kafir adalah semata-mata karena orang itu sudah diajak masuk Islam, namun tetap membangkang dan akhirnya tidak sempat masuk Islam dan mati dalam keadaan kafir. Sedangkan kedua orang tua nabi SAW sama sekali belum pernah membangkang atau mengingkari dakwah. Sebab mereka ditakdirkan Allah SWT untuk hidup sebelum masa turunnya wahyu.

Sebaiknya buat kita untuk segera menutup diskusi seperti ini, karena tidak akan menambah apapun. Sementara bagi Rasulullah SAW justru semakin mengiris hatinya. Dan kita tidak boleh menyakiti hati beliau dengan memvonis bahwa kedua orang tua beliau kafir. Sedangkan dalil yang kita dapat masih belum melahirkan kesimpulan yang pasti. Maksudnya masih belum tegas menyatakan bahwa mereka itu kafir.

Wallahu a''lam bishshawab wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.

Perlukah Bersyahadat Lagi?


Assalamu ''alaikum. Wr. Wb.

Mudah-mudahan Ustadz ahmad selalu dilimpahi rahmat oleh Allah SWT.. Langsung saja ya Pak Ustadz, beberapa hari belakangan saya sedang "didekati" oleh seorang rekan dekat saya, di mana dia mengajak saya untuk bergabung dengan sebuah komunitas Islam.


Dia tidak menyebutkan siapa sebenarnya komunitas itu, akan tetapi salah satu tahap yang harus dilalui untuk tergabung dengan komunitas itu adalah harus bersyahadat. Hal ini pula yang membuat saya merasa janggal.

Saya ingin bertanya, apakah melakukan syahadat ulang untuk masuk ke dalam suatu komunitas itu dibenarkan? Jika tidak, apakah ada dalil untuk meng-counter ajakan rekan saya itu?
Jazakumullah khairan katsira

Wassalamu ''alaikumWr. Wb.

Jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Syahadat tidak perlu kita ulang, sebab paling tidak kitasudah kita lakukan tiap hari dalam sehari semalam. Paling tidak 9 kali kita melakukan tasyahhud dalam shalat, yaitu 2 kali dalam shalat Dzhuhur, 2 kali dalam shalat Ashar, 2 kali dalam shalat Maghrib, 2 kali dalam shalat Isya'' dan 1 kali dalam shalat shubuh.

Jadi syahadat yang mana lagi yang harus diucapkan?

Syahadat itudiucapkan oleh orang kafir yang masuk Islam, sebagai tanda bahwa dirinya masuk Islam. Sedangkan orang yang sejak lahir sudah muslim, baginya syahadat bukan lagi tanda masuk Islam. Melainkan untuk menguatkan keimanan, atau memperbaharuinya.

Yang perlu dikritisi dari jamaah yang anda ceritakan itu adalah pemahaman mereka tentang konsep keIslaman. Apakah dia perpikiran bahwa siapa pun orang yang tidak ikut ke dalam jamaahnya dianggap bukan orang Islam? Sehingga harus membaca syahadat lagi?

Apakah dia beranggapan bahwa kalau tidak ikut dalam jamaahnya, orang-orang lain dianggap sesat dan tidak punya status keIslaman?

Kalau memang begini cara berpikirnya, maka ketahuilah bahwa jamaah itu punya cara pemikiran takfir yang sesat. Sebab dia beranggapan bahwa semua orang yang tidak ikut jamaahnya bukan Islam.

Bukankah setiap bayi lahir itu dalam keadaan Islam? Bagaimana mungkin kita menjatuhkan vonis kafir kepada semua orang Islam, sehingga setiap ada yang mau masuk ke dalam suatu jamaah, kita wajibkan mengulang syahadat lagi?

Sejak kapan orang itu dan jamaahnya punya hak untuk memvonis orang lain masuk Islam atau tidak? Siapakah yang memberikan hak itu kepada mereka? Sebagai apakah hak itu diberikan?
Semua pertanyaan itu harus dijawab dengan landasan syariah yang kuat. Bukan sekedar memberikan klaim belaka.

Jadi silahkan anda meminta penjelasan dengan detail atas semua pertanyaan itu, sebab anda toh tidak ingin membeli kucing dalam karung, kan?

Wallahu a''lam bishshawab, wassaamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Fondasi Bangunan Umat (2)


Islam sangat menekankan masalah komitmen, tidak ada toleransi di dalamnya. Karena komitmen merupakan dasar kepercayaan yang tanpanya kontrak sosial menjadi rapuh dan hancur. Nash-nash al-Qur’an di sini tidak berhenti pada batas perintah komitmen dan larangan melanggar janji, tetapi melanjutkannya dengan membuat perumpamaan, menampilkan wajah buruk pelanggaran janji, dan meniadakan sebab-sebab yang terkadang digunakan sebagian orang sebagai justifikasi.



“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.


Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (92)


Jadi, perumpamaan orang yang melanggar janji itu seperti wanita yang pandir, kacau pikirannya, lemah tekadnya. Wanita yang mengayam pintalannya lalu mengurainya dan membiarkannya putus dan terlepas! Setiap elemen dalam perumpamaan ini mengisyaratkan penghinaan, pelecehan, dan ungkapan heran, serta menampilkan pengingkaran janji itu sebagai sesuatu suram bagi jiwa dan buruk bagi hati.


Itulah tujuannya, dan seorang yang mulia itu tidak rela dirinya menjadi seperti wanita yang lemah keinginannya, kacau pikirannya, dan menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang tidak perlu!Sebagian orang menjustifikasi pelanggaran janjinya terhadap Rasulullah saw dengan alasan Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu sedikit jumlahnya, sementara orang-orang Quraisy banyak dan kuat.


Maka dari itu, nash al-Qur’an mengingatkan mereka bahwa hal ini bukan alasan bagi mereka untuk menjadikan sumpah mereka sebagai kedok dan tipuan, yang pada akhirnya mereka meninggalkan sumpah tersebut: “Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain..”


Maksudnya, disebabkan suatu umat lebih banyak jumlahnya dan lebih kuat daripada umat lain, dan karena untuk mencari kepentingan dari umat yang lebih kuat itu.Indikasi nash ini mencakup pelanggaran janji untuk merealisasikan apa yang sekarang disebut “kepentingan negara”.


Sebuah negara mengadakan perjanjian bilateral dengan negara lain atau dengan sekumpulan negara, lalu melanggarnya karena ada negara yang lebih kuat, atau ada sekumpulan negara yang lebih kuat di barisan lain, dengan tujuan menjaga “kepentingan negara”! Islam tidak mengakui alasan demikian. Islam menegaskan perintah menetapi janji, dan tidak menjadikan sumpah sebagai alat menipu.


Di sisi lain, Islam tidak mengakui perjanjian dan kerjasama dalam perkara yang bukan bagian dari kebaikan dan takwa, dan tidak memperkenankan terjadinya perjanjian atau kerjasama untuk berbuat dosa, fasik, dan maksiat, melanggar hak manusia, dan mengeksploitasi negara dan bangsa.


Di atas dasar inilah komunitas Islam dan bangunan daulah Islam berdiri, sehingga dunia merasakan ketentraman, keyakinan, dan hubungan yang bersih antara individu dan negara ketika kendali umat manusia berada di tangan Islam.Nash di sini menyebut alasan tersebut, dan mengingatkan bahwa terjadinya kondisi seperti ini, “Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.”


Hal tersebut merupakan ujian dari Allah untuk menguji keinginan mereka, moralitas komitmen, kehormatan, dan keengganan mereka untuk melanggar janji dimana mereka telah menjadikan Allah sebagai saksi: “Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu.”Kemudian nash mengembalikan perselisihan yang terjadi di antara berbagai komunitas itu kepada Allah pada hari Kiamat, dimana pada waktu itu Allah membuat keputusan baginya: “Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”Nash menganggap hal ini sebagai sarana pembinaan jiwa untuk memenuhi janji, bahkan terhadap orang-orang yang berseberangan dengan mereka dari segi pendapat dan akidah: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (93) Seandainya Allah berkehendak, maka Allah akan menciptakan manusia dengan satu potensi. Tetapi, Allah menciptakan mereka dengan potensi yang berbeda-beda, dengan unit-unit yang khas dan yang tidak terulang (tidak ada padanannya).


Allah membuat aturan main bagi seseorang untuk memperoleh hidayah dan tersesat, yang dengan aturan main itu kehendak-Nya pada manusia berjalan, dan masing-masing bertanggungjawab atas apa yang dikerjakannya.


Jadi, perbedaan dalam masalah akidah itu tidak menjadi penyebab pelanggaran janji, karena perbedaan itu memiliki sebab-sebab tersendiri yang berkaitan dengan kehendak Allah. Perjanjian harus terjamin meskipun keyakinan berbeda-beda. Inilah puncak interaksi yang bersih dan toleransi beragama yang tidak bisa diwujudkan dalam realitas kehidupan kecuali oleh Islam dalam naungan al-Qur’an ini.

Jumat, Juni 05, 2009

Fondasi Bangunan Umat (1)

  • إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
  • وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
  • وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
  • وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (90) Dan tepatilah perjanjian dengan
Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (91) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu (92) Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (Annahl / 16 : 90-93)


Kitab ini datang untuk membangun suatu umat dan mengatur masyarakat, juga untuk mewujudkan satu dunia dan menegakkan satu sistem. Ia datang sebagai panggilan universal humanis, tanpa ada fanatisme di dalamnya terhadap satu kabilah atau umat atau ras. Akidah semata yang menjadi tali perekat dan fanatisme.

Dari sini, Kitab ini datang membawa prinsip-prinsip yang menjamin rekatnya komunitas, ketentraman individu, umat, dan bangsa, serta kepercayaan pada hubungan sosial, janji, dan perjanjian.

Ia datang membawa “keadilan” yang menjamin setiap individu, setiap komunitas, dan setiap kaum memperoleh aturan main bagi interaksi yang kuat, tidak mengikuti hawa nafsu, tidak terpengaruh rasa senang atau benci, dan tidak terpengaruh oleh hubungan kerabat, kaya dan miskin, kuat dan lemah. Ia berjalan pada jalurnya, mengukur dengan satu ukuran dan menimbang dengan satu kriteria untuk semua (bukan dengan standar ganda).

Di sisi lain, Kitab ini juga membawa kebaikan. Ia memperhalus tajamnya keadilan, dan memberi jalan bagi orang yang ingin bertoleransi dan merelakan sebagian haknya demi mementingkan simpati di hati dan demi mengobati rasa dengki dalam dada. Ia juga memberi jalan bagi orang yang ingin meraih sesuatu yang lebih tinggi daripada keadilan yang wajib baginya, untuk mengorbati luka atau mencari keutamaan.

Kebaikan itu sangat luas maknanya. Setiap perbuatan positif adalah kebaikan, dan perintah berbuat baik itu mencakup semua perbuatan dan interaksi. Ia juga mencakup seluruh ranah kehidupan dalam hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, hubungannya dengan keluarganya, dengan komunitasnya, dan dengan seluruh umat manusia. (Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa menjalankan keadilan itu hukumnya wajib, dan berbuat baik itu hukumnya sunnah dalam perkara ibadah secara khusus. Pendapat ini bersandar pada realita bahwa ayat ini adalah makkiyyah, dimana syari’at belum diturunkan. Tetapi, generalitas lafazh menunjukkan bahwa menjalankan keadilan dan kebaikan dimaksud itu bersifat mutlak. Apalagi karena keadilan dan kebaikan merupakan dua prinsip umum dari sisi moral, bukan sekedar aturan perundang-undangan)

Di antara bentuk kebaikan adalah “memberi kepada kerabat dekat”. Perintah memberi kepada kerabat dekat ditampilkan di sini untuk mengagungkan kedudukannya dan untuk menegaskan perkaranya. Perintah ini tidak berdiri pada fanatisme keluarga, melainkan pada prinsip solidaritas yang diajarkan Islam secara bertahap dari lingkungan pribadi kepada lingkungan umum, sesuai persepsi organiasional Islam terhadap solidaritas.

“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan..” Kata al-fakhsya’ secara epistimologis berarti setiap perkara yang melampaui batas. Termasuk perkara yang melampaui batas adalah yang menjadi konotasi umum kata ini, yaitu perbuatan melampaui batas yang merusak kehormatan (zina). Karena zina merupakan perbuatan keji yang melampaui batas, sehingga kata ini dikhususkan untuk makna tersebut. Kata al-munkar berarti setiap perbuatan yang tidak dikenal fitrah, dan karena itu tidak ditolak oleh syari’at yang didasarkan pada fitrah. Terkadang fitrah menyimpang, namun syari’at tetap menunjukkan orisinalitas fitrah sebelum ia menyimpang. Dan kata al-baghyu berarti kezhaliman dan melanggar hak dan keadilan.

Tidak mungkin ada satu masyarakat bisa berdiri dengan diwarnai perbuatannya keji, mungkar, dan permusuhan. Tidak ada satu pun masyarakat yang sanggup eksis bila di dalamnya perbuatan keji, mungkar, dan permusuhan terjadi secara luas.

Setelah satu fase tertentu, fitrah manusia pasti menolak faktor-faktor yang destruktif ini, betapapun kuatnya ia, dan sekalipun para thaghut menggunakan berbagai cara untuk melindunginya. Sejarah umat manusia dipenuhi dengan aksi penolakan terhadap perbuatan keji, munkar, dan permusuhan. Tidak penting apakah telah ada perjanjian atau telah berdiri negera-negera yang mendukungnya untuk jangka waktu tertentu. Pemberontakan terhadapnya itu menjadi bukti bahwa ia merupakan unsur asing di luar struktur kehidupan, sehingga kehidupan itu menggeliat untuk menolaknya, sebagaimana makhluk hidup menggeliat untuk menolak benda asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Perintah Allah untuk berlaku adil dan berbuat baik, serta larangan-Nya untuk berbuat keji, mungkar, dan permusuhan itu sejalan dengan fitrah yang bersih dan sehat, menguatkannya, dan mendorongnya untuk melawan atas nama Allah. Karena itu, perintah dan larangan itu diulas dengan penjelasan, “Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (90) Ini adalah pengajaran untuk diingat-ingat seperti mengingat-ingat wahyu fitrah yang orisinil dan lurus.

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat..” (91)

Memenuhi janji Allah itu mencakup bai’at yang dilakukan umat Islam kepada Rasulullah saw, dan mencakup setiap perjanjian baik yang diperintahkan Allah. Memenuji janji menjamin terpeliharanya unsur kepercayaan dalam interaksi antar manusia. Tanpa kepercayaan ini suatu masyarakat tidak akan eksis, dan kemanusiaan tidak akan berdiri. Nash ini menggelitik rasa malu orang-orang yang saling berjanji untuk tidak melanggar sumpah setelah meneguhkannya, dan setelah mereka menjadikan Allah sebagai penjamin bagi mereka, menjadikan-Nya saksi atas janji mereka, dan menjadikan-Nya jaminan untuk memenuhi janji tersebut. Kemudian nash tersebut mengancam mereka secara intrinsik, “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat..”