Kamis, Mei 03, 2018

Islam Agama yang Murni dan Sesuai dengan Fitrah

Thabi’atul Islam

Islam Agama yang Murni dan Sesuai dengan Fitrah
Agama Islam adalah agama yang sempurna. Pernyataan tentang hal ini di proklamasikan langsung oleh  Allah Ta’ala dengan firman-Nya yang agung,
اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah, 5: 3)
Kesempurnaan ajaran Islam ini tergambar  dari thabi’ah (tabiat / karakter) yang dimilikinya; bahwa Islam adalah dinul khalishi wal fitri (agama yang murni dan sesuai dengan fitrah). Yang dimaksud agama yang murni adalah: Islam itu bersih tidak tercampur dengan kesyirikan. Setiap sesuatu dapat ternoda / terkotori oleh yang lain. Jika sesuatu itu bersih dan terhindar dari kotoran, maka sesuatu itu dinamakan khalis (اَلْخَالِصُ). Sebagai contoh: susu yang bersih disebut لَبَنًا خَالِصًا (labanan khalishan, lihat: An-Nahl ayat 66), karena terhidar dari kotoran dan darah atau yang lainnya.
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۖ نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya
Sedangkan yang dimaksud Islam agama yang sesuai dengan fitrah adalah: ajaran Islam itu sesuai dan sejalan dengan sifat, watak dasar, karakter, serta naluri manusia. Karena manusia memang dicipta-kan oleh Allah Ta’ala di atas dasar fitrah Islam itu.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَاللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”  (Ar-Rum, 30: 30)
Di dalam hadits Nabi disebutkan bahwa setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah Islam.
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak yang lahir, dia terlahir atas fithrah, maka tergantung kedua orang tuanya yang menjadikan dia orang Yahudi, Nashrani, atau Majusi…” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu dinul Islam dapat membentuk manusia menjadi pribadi yang mukhlishun hanifun (ikhlas dan lurus). Yakni mereka yang selalu berupaya membersihkan / memurnikan jiwanya dari perbuatan syirik (menye-kutukan Allah).
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”(Al-Bayyinah, 98: 5)
Mereka inilah orang yang akan berbahagia di akhirat kelak, sebagaimana dise-butkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallal-lahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau jiwanya.”(HR. Bukhari No. 99).
Kemudian kesempurnaan ajaran Islam berikutnya tergambar dari thabi’ah ( tabiat / karakter ) yang dimilikinya; bahwa Islam adalah dinul qiyami wal minhaj (agama yang memiliki nilai dan pedoman). Ajaran Islam bersumber dari ilmu Allah Ta’ala, sehingga ia menjadi agama yang memiliki nilai yang tinggi serta pedoman yang paling sempurna,
وَإِنَّهُ فِي أُمِّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيٌّ حَكِيْمٌ
Dan sesungguhnya Al Qur’an itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (Az-Zukhruf, 43: 4)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menerangkan bahwa Al-Qur’an itu amat tinggi nilainya karena dia mengandung rahasia-rahasia dan hikmah - hikmah yang menerang-kan kebahagiaan manusia, dan petunjuk-petunjuk yang membawa mereka itu ke jalan yang benar. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa makna kata la’aliyyun di ayat terse-but menurut Qatadah yakni: mempunyai kedu-dukan yang besar, kemu-liaan, dan keutamaan. Sedangkan makna kata hakimun, yakni muhkam (dikukuhkan) bebas dari kekeliruan dan penyim-pangan.
Maka syariat (aturan) Islam adalah syariat yang bernilai tinggi. Untuk merealisasi-kannya, Islam telah menjelaskan manhaj-nya.
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al-Maidah, 5: 48)
Secara bahasa kata “manhaj” berasal dari kata “nahaja” yang berati jalan yang terang (Al Jauhari, Al-Shihah, 1/346 ). Bisa juga berarti jalan yang ditempuh seseorang.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
وَاللهِ مَا مَاتَ رَسُوْلُ اللهِ حَتَّى تَرَكَ السَّبِيْلَ نَهْجًا وَاضِحًا
Demi Allah, Rasulullah tidak meninggal dunia, hingga meninggalkan jalan yang jelas” (HR Al-Darami :No. 83 )

Inilah tabiat dinul Islam, keistimewaannya diban-ding agama-agama yang lain adalah kekokohan dan kejelasan seluruh ajaran-nya. Semuanya merujuk kepada syariat dan manhaj yang telah digariskan dalam kitab-Nya dan diaplikasikan melalui sun-nah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang yang kemudian dilalui oleh para sahabat, tabi’in dan pengikutnya sampai hari kiamat.
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf, 12: 108)
Maka ajaran Islam mem-bentuk umatnya menjadi pribadi - pribadi yang qayyimun minhajiyyun (ber-kualitas dan minhaji).

Tidak ada komentar: