DIMANAKAH LETAK TAQWA
Takwa ada dikalbu.
Nabi muhammad bersabda,
التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى
هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ [ثَلاَثَ مَرَّاتٍ] بِحَسْبِ
اَمْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ
عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَعِرْضُهُ
Takwa itu disini!
Takwa itu disini! Takwa itu disini! –dan beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga
kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara
muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan
dan hartanya.
(HR Al Bukhori dan Muslim ).
Takwa adalah amalan hati (kalbu) dan
tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ
اللهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan
barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketaqwaan hati. (QS. AL Hajj (22) :32)
Demikian juga firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ
أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللهُ
قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَىٰ
Sesungguhnya orang-orang yang
merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. (QS. 49:3)
Sedangkan dalil dari hadits Nabi SAW
tentang hal ini adalah sabda beliau:
Juga hadits Qudsi yang masyhur dan
panjang dari sahabat Abu Dzar. Diantara isinya adalah:
يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ
وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا
Wahai hambaKu,
seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin
seluruhnya berada pada ketakwaan hati
seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari
kekuasaanKu.
(HR Muslim)
Namun walaupun ketakwaan adalah
amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan
dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan
amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta. Ketakwaan ini berbeda-beda
sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah :
فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Bertakwalah kepada Allah semampu
kalian.
Oleh al Ghozali hati di ibaratkan sebagai seorang raja yang
menguasai seluruh anggota badan. Bila raja itu baik maka baiklah semua
pengikutnya, begitupun sebaliknya ketaqwaan seseorang bukanlah diukur dari
ibadah-ibadah lahiriyyah yang dilakukan oleh seseorang, akan tetapi lebih
kepada seberapa berhasil ia memformat hatinya sehingga mampu menampung cahaya
keagungan Alloh, dan mendepak segala jenis penyakit hati yang bersarang
dan anak pinak dihatinya.
Dalam Minhajul abidin Al Ghazali membagi definisi taqwa
menjadi tiga :
Pertama, taqwa yang berarti
takut, Alloh berfirman :
وَاِيَايَ فَاتَقُّونْ
(dan hanya
kepadakulah kalian harus takut ).
Kedua, taqwa bermakna
taat, sesuai dengan firman Alloh Ittaqulloh Haqqo tuqootih, Ibnu Abbas
menafsirkannya dengan athiulloha haqqo thooatih.
Ketiga, taqwa yang berarti
tanziihul qulub 'anidz dzunuub ( membersihkan hati dari segala dosa), makna
taqwa yang ketiga inilah yang sejalan dengan sabda Nabi bahwa taqwa itu
letaknya dihati. Indikasi nabi tersebut menunjukkan bahwa orang yang bertaqwa
adalah orang yang mampu membersihkan hatinya dari noktah-noktah dosa.
Pengosongan hati dari sifat tercela seperti :
·
Itbaa'ulhawa (mengikuti hawa nafsu),
·
Ujub (membanggakan diri),
·
Riyaa (pamer dlm ibadah),
·
Sum'ah (mendengar2kan amalannya),
·
Takabbur (sombong),
·
Thoma' (rakus),
·
Hasud (dengki),
·
Hiqdu (dendam) dan
·
Hubbuddunya (cinta dunia berlebihan).
Kemudian menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji
semacam syukur, ridho, sabar, qonaah (merasa cukup dg pemberian Alloh ), zuhud,
tawakkal,dan ikhlas merupakan manifestasi dari ketakwaan yang sebenarnya yang
nantinya akan terpancar keluar lewat sikap dan perilaku lahiriyyahnya.
Definisi taqwa
Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi
bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) Waqa, Yaqi,
Wiqayatan, yang berarti perlindungan. Taqwa berarti menutupi, menjaga,
berhati-hati dan melindungi diri dari segala kejahatan dan kemaksiatan.
Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah
menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian
rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’i adalah
menjaga diri dari perbuatan dosa.
Dengan demikian maka bertakwa kepada Allah adalah rasa takut
kepadaNya dan menjauhi kemurkaanNya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan
dan siksaanNya dengan mentaatiNya dan mencari keridhoanNya.
Pengertian taqwa diantaranya adalah
: “Imtitsaa al awamirillah wa ijtinabu
nawakhihi” atau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya.
Dalam suatu riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin
Khattab r.a. bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab r.a. tentang taqwa. Ubay
balik bertanya,
“Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya”, jawab Umar
“Apa yang anda lakukan saat itu?”
“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.”
“Itulah taqwa.” kata Ubay bin Ka’ab r.a.
Berpijak dari jawaban Ubay atas pertanyaan Umar, Sayyid
Quthub berkata dalam tafsir Azh-Zhilal, “Itulah taqwa, kepekaan batin,
kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus selalu waspada dan hati-hati
jangan sampai kena duri jalanan…
Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan
syahwat,kerakusan dan angan-angan,kekhawatiran dan keraguan,harapan semu atas
segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang
tidak pantas untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya.”
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyatakan dalam buku Ruhaniyatud
Daiyah, “Taqwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan
yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut dengan azab Allah serta
berharap atas limpahan karunia dan maghfirahnya.”
Sayyid Quthub juga berkata “Inilah bekal dan persiapan
perjalanan…bekal ketaqwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu
terjaga, waspada, hati-hati serta selalu dalam konsentrasi penuh… Bekal cahaya
yang menerangi liku-liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang yang bertaqwa
tidak akan tertipu oleh bayangan semu yang menghalangi pandangannya yang jelas
dan benar…
Itulah bekal penghapus segala kesalahan,bekal yang
menjanjikan kedamaian dan ketentraman,bekal yang membawa harapan atas karunia
Allah;di saat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua amal tak lagi berguna…”
Taqwa diperoleh dari ibadah yang ikhlas dan lurus kepada
Allah SWT. Orang-orang yang bertaqwa akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT
(Surat Al Hujurat : 13).
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ
أَتْقٰكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu.
Kemuliaan bukan terletak kepada jenis kelamin laki-laki atau
perempuan,kehebatan suku bangsa dan warna kulit, namun karena ketaqwaannya.
Mereka yang bertqwa adalah orang yang senantiasa beribadah dengan rasa cinta,
penuh harap kepada Allah, takut kepada azabNya, ihsan dalam beribadah, khusyuk
dalam pelaksanaannya,penuh dengan doa. Allah SWT juga menyebutkan bekal hidup
manusia dan pakaian yang terbaik adalah taqwa.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat
dilakukan untuk mencapai derajat taqwa, yaitu
1. Mu’ahadah
Mu’ahadah berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah
SWT, bahwa dia akan selalu beribadah kepada Allah SWT. Seperti merenungkan
bahwa sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat Al
Fatihah : 5 “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami
mohon pertolongan”
2. Muraqabah
Muraqabah berarti merasakan kebersamaan dengan Allah SWT
dengan selalu menyadari bahwa Allah SWT selalu bersama para makhluqNya dimana
saja dan kapan saja. Beberapa macam muraqabah diantaranya muraqabah kepada
Allah dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya; muraqabah
dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara
total; muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab
kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmatNya; muraqabah dalam mushibah
adalah dengan ridha atas ketentuan Allah serta memohon pertolonganNya dengan
penuh kesabaran.
3. Muhasabah
Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat
Al Hasyr: 18,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللهَ ۚ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan
Bermakna hendaknya seorang mukmin menghisab dirinya tatkala
selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha
Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi
hak-hak Allah dan hak-hak manusia?
Umar bin Khattab r.a. berkata,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ
تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ
الْأَكْبَرِ
”Hisablah diri
kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang,
dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu
kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian
barang sedikitpun.”
4. Mu’aqabah
Mu’aqabah berarti memberikan sanksi kepada diri sendiri
tatkala melakukan keburukan atau lalai dalam melakukan kebaikan. Sanksi itu
haruslah dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan yang haram. Disebutkan,
Umar bin Khattab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah
selesai melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Maka beliau berkata,”Aku pergi hanya
untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah sholat Ashar. Kini kebunku aku
jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin.”
Suatu ketika Abu Thalhah sedang sholat, di depannya lewat
seekor burung lalu ia melihatnya dan lalai dari sholatnya sehingga lupa sudah
berapa rakaat beliau sholat. Karena kejadian tersebut beliau mensedekahkan
kebunnya untuk kepentingan orang miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan
ketidak kekhusyuannya.
5. Mujahadah
Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al
Ankabut ayat 69
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik
Adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan,
santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan
yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan
amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas,
serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan
yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya.
Berikut ini beberapa ungkapan para
ulama salaf dalam menjelaskan pengertian takwa:
1. Kholifah Umar bin
Al Khothob pernah berkata: Tidak sampai
seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan keraguan yang ada
dihatinya.
2. Kholifah Ali bin
Abi Tholib pernah ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan wahyu (Al
Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi
hari kiamat.
3. Sahabat Ibnu Abas
menyatakan: Orang yang bertakwa adalah
orang yang takut dari Allah dan siksaanNya.
4. Tholq bin Habib berkata: takwa
adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap
pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari Allah karena takut
siksaanNya
5. Ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah: اتَّقُواْ
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: Taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah
tanpa melupakannya dan bersyukur.
*************************************************************
Benarlah apa yang disampaikan baginda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا للهِ
عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
"Sesungguhnya tidaklah engkau meninggalkan
sesuatu karena Allah 'Azza wa Jalla, kecuali Allah akan menggantikannya bagimu
dengan yang lebih baik bagimu" (HR Ahmad no 23074)
"Isy ma syi'ta
fainnaka Mayyitun, Wahbib ma syi'ta fainnaka Mufarroquhu, Wa'mal ma syi'ta
fainnaka Majziyun bihi"
(hiduplah sesuka hatimu tetapi (ingat) engkau pasti akan mati. Cintailah siapa pun yang ingin engkau cintai,tetapi (ingat) engkau pasti akan berpisah darinya.Berbuatlah sesuka hatimu,tetapi (ingat) engkau pasti akan mendapatkan balasannya)
(hiduplah sesuka hatimu tetapi (ingat) engkau pasti akan mati. Cintailah siapa pun yang ingin engkau cintai,tetapi (ingat) engkau pasti akan berpisah darinya.Berbuatlah sesuka hatimu,tetapi (ingat) engkau pasti akan mendapatkan balasannya)
1 komentar:
Tetaplah menulis
Posting Komentar