Di Yaman, tinggalah seorang pemuda bernama Uwais Al
Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah
pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ibunya adalah seorang
wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan
Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.
"Anakku,
mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat
mengerjakan haji," pinta Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah
sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya
menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan
tak memiliki kendaraan.
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak
lembu, Kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik
lembu. Olala, ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit.
Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit.
"Uwais gila.. Uwais gila..." kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais
memang sungguh aneh.
Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit.
Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan
Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa
lagi.
Setelah 8
bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu
juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang.
Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari.
Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya.
Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah,
alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan
sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka'bah. Ibunya terharu dan
bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka'bah, ibu dan anak
itu berdoa. "Ya Allah, ampuni semua dosa ibu," kata Uwais.
"Bagaimana dengan dosamu?" tanya ibunya heran. Uwais menjawab,
"Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho
dari Ibu yang akan membawa aku ke surga."
Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun
memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit
sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa
hikmah dari bulatan disisakan di tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab
dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais.
Beliau berdua sengaja mencari Uwais di sekitar Ka'bah karena Rasullah SAW
berpesan "Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya
sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman,
dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. Kalau
berjumpa dengan dia minta tolong dia berdua untuk kamu berdua."
"Sesungguhnya
Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan
meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci
padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta
(menghamburkan kekayaan)." (HR. Bukhari dan Muslim)
CERITA
KEHIDUPAN UWAIS AL QORNI
Pemuda
bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal dinegeri Yaman. Uwais adalah seorang yang
terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak
yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah
tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak
lagi mempunyai sanak family sama sekali.
Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan
menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya
cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan
untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia
dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.
Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga
taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia
selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais
Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah
bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan
Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat
cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga
didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan batu hingga
patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi
Muhammmad saw, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Hari demi hari
berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw semakin dalam. Hatinya
selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan
memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw, kerinduan
karena iman.
Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula
lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian?
Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu
memandang wajah nabi Muhammad saw.
Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat
ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui
Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu
dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais
Al-Qarni seraya berkata, “pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali
pulang.”
Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia
berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang
akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani
ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah
Uwais Al-Qarni menuju Madinah.
Uwais Al-Qarni
Pergi ke Madinah
Setelah
menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga dikota madinah.
Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya
membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin
dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada
di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra,
istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa
langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat dijumpainya.
Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw
dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di
telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat
pulang ke Yaman, “engkau harus lekas pulang”.
Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati
dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Karena hal itu
tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk
segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi saw.
Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan
perasaan amat haru.
Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah,
Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi
mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni
langit. Mendengar perkataan Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun.
Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad saw
melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada
para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia
mempunyai tanda putih ditengah talapak tangannya.”
Sesudah itu Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu
ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia
adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Waktu terus berganti, dan Nabi saw kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun
telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar
teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau
segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi
Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah
Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak
punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap
hari? Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?
Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang
dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan
kalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru
datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu
mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga
unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra
dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi
salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan
salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua
sahabat Nabi saw ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu
berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti
yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di
telapak tangan Uwais Al-Qarni.
Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa
dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya,
dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan
mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang
sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal
dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang
saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do'a
dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “saya
lah yang harus meminta do'a pada kalian.”
Mendengar
perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan
istighfar dari anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan,
berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk
menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya.
Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja
hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir
ini tidak diketahui orang lagi.”
Fenomena Ketika Uwais Al-Qarni Wafat
Beberapa
tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia
akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana
pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula
ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju
ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak
kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais
Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan
sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada
orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.
Penduduk
kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya
engkau wahai Uwais Al-Qarni? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang
fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai
penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan
penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami
kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamanmu.”
Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika
wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman
mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang
mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni
sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia.
Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan
oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit.
Kisah Uwais bin ‘Amir Al Qarni ini
patut diambil faedah dan pelajaran. Terutama ia punya amalan mulia bakti pada
orang tua sehingga banyak orang yang meminta doa kebaikan melalui perantaranya.
Apalagi yang menyuruh orang-orang meminta doa ampunan darinya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah
disampaikan oleh beliau jauh-jauh hari.
Kisahnya adalah berawal dari
pertemuaannya dengan ‘Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhu.
عَنْ أُسَيْرِ بْنِ جَابِرٍ قَالَ كَانَ عُمَرُ
بْنُ الْخَطَّابِ إِذَا أَتَى عَلَيْهِ أَمْدَادُ أَهْلِ الْيَمَنِ سَأَلَهُمْ
أَفِيكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ حَتَّى أَتَى عَلَى أُوَيْسٍ فَقَالَ أَنْتَ
أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ قَالَ نَعَمْ . قَالَ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ قَالَ
نَعَمْ.
قَالَ فَكَانَ بِكَ بَرَصٌ فَبَرَأْتَ مِنْهُ
إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ لَكَ وَالِدَةٌ قَالَ نَعَمْ
Dari Usair bin Jabir, ia berkata,
‘Umar bin Al Khattab ketika didatangi oleh serombongan pasukan dari Yaman, ia
bertanya, “Apakah di tengah-tengah kalian ada yang bernama Uwais bin ‘Amir?”
Sampai ‘Umar mendatangi ‘Uwais dan bertanya, “Benar engkau adalah Uwais bin
‘Amir?” Uwais menjawab, “Iya, benar.” Umar bertanya lagi, “Benar engkau dari Murod,
dari Qarn?” Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau
dahulu memiliki penyakit kulit lantas sembuh kecuali sebesar satu dirham.”
Uwais menjawab, “Iya.”
Umar bertanya lagi, “Benar engkau
punya seorang ibu?”
Uwais menjawab, “Iya.”
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَقُولُ « يَأْتِى عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ أَمْدَادِ أَهْلِ
الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ فَبَرَأَ مِنْهُ
إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى
اللَّهِ لأَبَرَّهُ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ فَافْعَلْ ».
فَاسْتَغْفِرْ لِى. فَاسْتَغْفَرَ لَهُ. فَقَالَ لَهُ عُمَرُ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ
الْكُوفَةَ. قَالَ أَلاَ أَكْتُبُ لَكَ إِلَى عَامِلِهَا قَالَ أَكُونُ فِى غَبْرَاءِ
النَّاسِ أَحَبُّ إِلَىَّ
Umar berkata, “Aku sendiri pernah
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama
serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia
memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia
punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada
Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta
pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
Umar pun berkata, “Mintalah pada
Allah untuk mengampuniku.” Kemudian Uwais mendoakan Umar dengan meminta ampunan
pada Allah.
Umar pun bertanya pada Uwais,
“Engkau hendak ke mana?” Uwais menjawab, “Ke Kufah”.
Umar pun mengatakan pada Uwais,
“Bagaimana jika aku menulis surat kepada penanggung jawab di negeri Kufah
supaya membantumu?”
Uwais menjawab, “Aku lebih suka
menjadi orang yang lemah (miskin).”
قَالَ فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْعَامِ الْمُقْبِلِ
حَجَّ رَجُلٌ مِنْ أَشْرَافِهِمْ فَوَافَقَ عُمَرَ فَسَأَلَهُ عَنْ أُوَيْسٍ قَالَ
تَرَكْتُهُ رَثَّ الْبَيْتِ قَلِيلَ الْمَتَاعِ. قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « يَأْتِى عَلَيْكُمْ أُوَيْسُ بْنُ عَامِرٍ مَعَ
أَمْدَادِ أَهْلِ الْيَمَنِ مِنْ مُرَادٍ ثُمَّ مِنْ قَرَنٍ كَانَ بِهِ بَرَصٌ
فَبَرَأَ مِنْهُ إِلاَّ مَوْضِعَ دِرْهَمٍ لَهُ وَالِدَةٌ هُوَ بِهَا بَرٌّ لَوْ
أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ
فَافْعَلْ ».
Tahun berikutnya, ada seseorang dari
kalangan terhormat dari mereka pergi berhaji dan ia bertemu ‘Umar. Umar pun
bertanya tentang Uwais. Orang yang terhormat tersebut menjawab, “Aku tinggalkan
Uwais dalam keadaan rumahnya miskin dan barang-barangnya sedikit.”
Umar pun mengatakan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nanti akan datang seseorang bernama Uwais bin ‘Amir bersama
serombongan pasukan dari Yaman. Ia berasal dari Murad kemudian dari Qarn. Ia
memiliki penyakit kulit kemudian sembuh darinya kecuali bagian satu dirham. Ia
punya seorang ibu dan sangat berbakti padanya. Seandainya ia mau bersumpah pada
Allah, maka akan diperkenankan yang ia pinta. Jika engkau mampu agar ia meminta
pada Allah supaya engkau diampuni, mintalah padanya.”
فَأَتَى أُوَيْسًا فَقَالَ اسْتَغْفِرْ لِى.
قَالَ أَنْتَ أَحْدَثُ عَهْدًا بِسَفَرٍ صَالِحٍ فَاسْتَغْفِرْ لِى. قَالَ
اسْتَغْفِرْ لِى. قَالَ لَقِيتَ عُمَرَ قَالَ نَعَمْ. فَاسْتَغْفَرَ لَهُ
Orang yang terhormat itu pun
mendatangi Uwais, ia pun meminta pada Uwais, “Mintalah ampunan pada Allah
untukku.”
Uwais menjawab, “Bukankah engkau
baru saja pulang dari safar yang baik (yaitu haji), mintalah ampunan pada Allah
untukku.”
Orang itu mengatakan pada Uwais,
“Bukankah engkau telah bertemu ‘Umar.”
Uwais menjawab, “Iya benar.” Uwais
pun memintakan ampunan pada Allah untuknya.
فَفَطِنَ لَهُ النَّاسُ فَانْطَلَقَ عَلَى
وَجْهِهِ
“Orang lain pun tahu akan
keistimewaan Uwais. Lantaran itu, ia mengasingkan diri menjauh dari manusia.”
(HR. Muslim no. 2542)
Faedah dari kisah Uwais Al Qarni di atas:
1.
Kisah Uwais menunjukkan mu’jizat yang
benar-benar nampak dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia adalah Uwais bin ‘Amir. Dia berasal dari Qabilah Murad, lalu dari Qarn.
Qarn sendiri adalah bagian dari Murad.
2.
Kita dapat ambil pelajaran –kata
Imam Nawawi- bahwa Uwais adalah orang yang menyembunyikan keadaan dirinya.
Rahasia yang ia miliki cukup dirinya dan Allah yang mengetahuinya. Tidak ada
sesuatu yang nampak pada orang-orang tentang dia. Itulah yang biasa ditunjukkan
orang-orang bijak dan wali Allah yang mulia.
Maksud di atas ditunjukkan dalam riwayat lain,
أَنَّ
أَهْلَ الْكُوفَةِ وَفَدُوا إِلَى عُمَرَ وَفِيهِمْ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ يَسْخَرُ
بِأُوَيْسٍ
“Penduduk Kufah ada yang menemui
‘Umar. Ketika itu ada seseorang yang meremehkan atau merendahkan Uwais.”
Dari sini berarti kemuliaan Uwais
banyak tidak diketahui oleh orang lain sehingga mereka sering merendahkannya.
3.
Keistimewaan atau manaqib dari Uwais nampak dari perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Umar untuk
meminta do’a dari Uwais, supaya ia berdo’a pada Allah untuk memberikan ampunan
padanya.
4.
Dianjurkan untuk meminta do’a dan
do’a ampunan lewat perantaraan orang shalih.
5.
Boleh orang yang lebih mulia
kedudukannya meminta doa pada orang yang kedudukannya lebih rendah darinya. Di
sini, Umar adalah seorang sahabat tentu lebih mulia, diperintahkan untuk
meminta do’a pada Uwais –seorang tabi’in- yang kedudukannya lebih rendah.
6.
Uwais adalah tabi’in yang paling
utama berdasarkan nash dalam riwayat lainnya, dari ‘Umar bin Al Khattab,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ
بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang pria yang bernama
. Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit (tubuhnya ada
putih-putih). Perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.”
(HR. Muslim no. 2542).
Ini secara tegas menunjukkan bahwa
Uwais adalah tabi’in yang terbaik.
Ada juga yang menyatakan seperti
Imam Ahmad dan ulama lainnya bahwa yang terbaik dari kalangan tabi’in adalah
Sa’id bin Al Musayyib. Yang dimaksud adalah baik dalam hal keunggulannya dalam
ilmu syari’at seperti keunggulannya dalam tafsir, hadits, fikih, dan bukan
maksudnya terbaik di sisi Allah seperti pada Uwais. Penyebutan ini pun termasuk
mukjizat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7.
Menjadi orang yang tidak terkenal
atau tidak ternama itu lebih utama. Lihatlah Uwais, ia sampai mengatakan pada
‘Umar,
أَكُونُ
فِى غَبْرَاءِ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَىَّ
“Aku menjadi orang-orang lemah, itu
lebih aku sukai.” Maksud perkataan ini adalah Uwais lebih senang menjadi
orang-orang lemah, menjadi fakir miskin, keadaan yang tidak tenar itu lebih ia
sukai. Jadi Uwais lebih suka hidup biasa-biasa saja (tidak tenar) dan ia berusaha
untuk menyembunyikan keadaan dirinya. Demikian dijelaskan oleh Imam Nawawi
dalam Syarh Shahih Muslim.
8.
Hadits ini juga menunjukkan
keutamaan birrul walidain, yaitu berbakti
pada orang tua terutama ibu. Berbakti pada orang tua termasuk bentuk qurobat
(ibadah) yang utama.
9.
Keadaan Uwais yang lebih senang
tidak tenar menunjukkan akan keutamaan hidup terasing dari orang-orang.
10.
Pelajaran sifat tawadhu’ yang
dicontohkan oleh Umar bin Khattab.
11.
Doa orang selepas bepergian dari
safar yang baik seperti haji adalah doa yang mustajab. Sekaligus menunjukkan
keutamaan safar yang shalih (safar ibadah).
12.
Penilaian manusia biasa dari
kehidupan dunia yang nampak. Sehingga mudah merendahkan orang lain. Sedangkan
penilaian Allah adalah dari keadaan iman dan takwa dalam hati.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar