MUKADIMAH
Abdullah ibnu Mas’ud ra berkata : “ Jama’ah adalah
tali Allah yang kuat yang Dia perintahkan untuk memegangnya. Dan apa yang
kalian tidak sukai dalam jama’ah dan ketaatan adalah lebih baik dari apa yang
kamu sukai dalam perpecahan”. Sedangkan Ali bin Abi Thalib kwh mengatakan “
kekeruhan dalam jama’ah lebih baik daripada kebeningan dalam kesendirian”.
Dalam
kehidupan seorang muslim, beramal jama’i (gerakan bersama) dan
berjama’ah adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada satu orang pun dapat hidup sendiri
tanpa membutuhkan pertolongan orang lain. Orang yang kaya membutuhkan si miskin
untuk membantu tugas-tugas sehari-harinya. Orang miskin pun membutuhkan orang
kaya. Jika dalam kehidupan saja kita tidak terlepas dari amal jama’i,
maka dalam sebuah perjuangan mencapai tujuan tertentu, atau cita-cita tertentu,
maka amal jama’i lebih sangat dibutuhkan. Para pendahulu kita dahulu tidak
mungkin dapat mewujudkan Indonesia Merdeka tanpa adanya amal jama’i (kerja
sama). Demikian juga, sehebat apapun seorang Nabi atau Rasul tidak mungkin
dapat mewujudkan negara Madinah tanpa adanya kerja sama antara kaum muslimin,
terutama kaum Muhajirin dan Anshar. Oleh karena itu kerja sama atau amal jama’i
mutlak dilakukan dalam mewujudkan sebuah cita-cita atau tujuan.
Lalu,
apa sebenarnya yang mengharuskan kita ber-amal jama’i? Amal jama’i adalah tabiat alam. Tata surya
adalah amal jama’i , ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Amal jama’i
adalah sebuah sunatullah. Tiada seekor semut pun dapat membuat sarang untuk
menyimpan makanannya tanpa adanya kerjasama diantara mereka. Mereka selalu
berjamaah dalam bekerja. Mereka saling bersalaman ketika bersua. Demikian juga
dalam kehidupan lebah, mereka mempunyai tugas masing – masing dalam
mengembangkan dirinya dan diantara mereka tercipta kerjasama yang harmonis
dalam bekerja.
Manusia
adalah makhluk sosial. Nabi Adam telah disediakan segala kenikmatan surga,
namun beliau masih saja merasa kurang jika tidak ada teman hidupnya. Maka
kitapun demikian, dalam kehidupan sehari – hari tak akan mampu hidup sendiri
melainkan membutuhkan bantuan orang lain. Oleh karena itu kita sebagai muslim,
sebagai seorang da’i harus memahami bahwa dakwah secara jama’ah adalah dakwah
yang paling efektif dalam gerakan Islam. Sebaliknya dakwah sendirian akan kurang
pengaruhnya dalam usaha menanamkan ajaran Islam pada umat manusia.
Beramal
jama’i (bergerak secara bersama) akan menguatkan orang – orang yang lemah. Akan
menambah kekuatan bagi orang – orang yang sudah kuat. Satu batu bata saja akan
tetap lemah betapapun matangnya, ribuan batu bata yang berserakan tidak akan
membentuk sebuah kekuatan kecuali ia telah menjadi dinding, yaitu antara batu
bata yang satu dengan yang lainnya telah direkatkan dan disusun secara rapi. Hidup
berjama’ah dan ber-amal jama’i adalah keniscayaan bagi
setiap muslim sebagaimana niscayanya makan nasi bersama lauknya. Perlu
direnungkan kembali kata - kata Ali bin Abi Thalib yang sangat masyhur ;
اَلْحَقُّ بِلاَ نِظَامٍ يَغْلِبُهُ اْلبَاطِلُ
بِالنِّظَامِ
“Kebenaran yang tidak diorganisir dapat dikalahkan oleh kebatilan yang
diorganisir.”
BAB
I .
KOMITMEN
MUSLIM TERHADAP ISLAM
Sebagaimana telah diketahui,
bahwa tujuan hidup manusia adalah Allah subhanahu wa ta’ala, yang dicapai dengan berusaha
selalu mencari keridlaan-Nya melalui perjuangan melaksanakan tugas hidup selaku
hamba-Nya. Di dalam melaksanakan tugas hidupnya
dengan baik agar nantinya mendapat ridla Allah manusia
harus memilih Islam sebagai jalan hidup (way of
life), yang akan mengantarkannya ke dalam kedamaian,
keselamatan, dan kebahagiaan dunia maupun akhirat. Pemilihan alternatif selain Islam
sebagai jalan hidup akan merugikan dirinya, membawa kesengsaraan, kesesatan, dan
kemurkaan Allah. Tidak semua agama itu benar sebagaimana di katakan sementara orang,
tetapi hanya Islam-lah agama yang benar dan dapat diuji akan kebenarannya. Pemilihan
agama selain Islam, hanya akan memberikan angan – angan kosong karena di
akhirat akan mendapat kerugian.
1) Komitmen Muslim Terhadap Ajaran
Islam
Sebagai
konsekuensi logis atas keimanan terhadap Islam, maka seorang yang mengaku
beragama Islam harus memiliki rasa terikat diri (komitmen) kepada ajaran Islam.
Apa artinya kita mengaku seorang muslim jika didalam sanubari kita tidak
tertancapkan komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam. Menjadi muslim yang baik
tidak cukup dengan hanya mengandalkan faktor keturunan, identitas, atau
penampilan luar. Untuk menjadi muslim yang sejati, kita harus memilih,
berkomitmen dan berinteraksi dengan Islam dalam segenap aspek kehidupan. Lalu apa bentuk dan bukti komitmen kita kepada
Islam ?
Sifat-sifat
paling signifikan yang harus dimiliki oleh setiap muslim agar pilihannya menjadi
seorang muslim menjadi benar dan tulus, adalah :
A.
Kita harus Mengislamkan Aqidah Kita
Syarat
pertama untuk menjadi seorang muslim yang baik adalah memiliki aqidah yang
benar dan lurus (salimul aqidah),
sesuai dengan arahan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Beriman kepada apa
yang di imani oleh generasi muslim pertama, yakni generasi salaf yang shalih
dan para pemuka agama yang diakui kualitas kebaikan, ketaqwaan, dan
pemahamannya yang benar atas agama Allah 'Azza wa Jalla.
B.
Kita Harus Mengislamkan Ibadah Kita
Ibadah dalam
pandangan (perspektif) Islam adalah kepasrahan yang total dan merasakan
keagungan Dzat yang disembah (Allah). Ibadah merupakan anak tangga yang
menghubungkan makhluk dengan Penciptanya. Di sisi lain, ibadah memberi pengaruh
yang sangat dalam terhadap pola hubungan antara sesama makhluk. Sama halnya
dengan rukun-rukun Islam, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dan amalan - amalan
lain yang dilakukan oleh manusia untuk meraih keridhoan Allah dengan tetap
berkomitmen dengan syariat-Nya. Dalam logika Islam, semua sisi kehidupan adalah
ibadah dan ketaatan kepada Allah sebagaimana firman Allah dalam QS. Adz-Zariyat
: 56 ,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُو
Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Didalam Qur’an Surat Al-An’am ayat 162 Allah berfirman ;
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ
وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
C.
Kita Harus Mengislamkan Akhlak Kita
Moral
(akhlak) mulia adalah tujuan utama dari risalah Islam, seperti yang dinyatakan
oleh Rasulullah saw. dalam hadits ;
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ
الْأَخْلَاقِ
"Sesungguhnya, aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia." (H.R Ahmad).
Akhlak mulia
adalah bukti dan buah dari keimanan yang benar. Iman tidak berarti apa-apa jika
tidak melahirkan akhlak. Hal ini disinyalir oleh Rasulullah saw. dalam
sabdanya, :
لَيْسَ الْإِ يْمَانِ بِالتَّحَلِّى وَلَا بِالتَّمَنِّى، وَلٰكِنْ مَا وَقَرَ فِى الْقَلُوبِ وَصَدَّ
قَتْهُ الْأَ عْمَالُ
"Iman bukanlah angan-angan
kosong, tetapi sesuatu yang terpatri di dalam hati dan dibuktikan dengan
perbuatan." (H.R.
ad-Dailami).
Akhlak mulia adalah implementasi berbagai bentuk ibadah dalam Islam.
Tanpa akhlak, ibadah hanya menjadi ritual dan gerakan yang tidak memiliki nilai
dan manfaat. Maka sudah seharusnya kita sebagai umat yang sudah memahami akan
hal tersebut dapat memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Bersikap wara’ (hati-hati) terhadap yang syubhat :
bahwasanya setiap kita perlu berhati-hati dalam melaksanakan hal – hal yang
sudah di haramkan dan segala yang syubhat
b. Menahan pandangan (Ghadhul bashar) : menahan pandangan dari segala yang
dilarang oleh Allah SWT
c. Menjaga lidah
d. Malu (haya’)
e. Pemaaf dan sabar
f. Jujur
g. Rendah hati
h. Menjauhi prasangka, ghibah, dan mencari cela sesama Muslim
i.
Dermawan
dan pemurah
j.
Menjadi
teladan yang baik
Pada akhirnya, setiap tindak tanduk kita
perlu disesuaikan dengan beberapa sikap di atas. Mulai dari paham untuk
bersikap dan berhati – hati, menahan pandangan menjadi bekal dalam bergaul dan
terjun langsung dalam sosial kemasyarakatan, menjaga perkataan untuk tetap
malu, jujur, dan memiliki sikap yang rendah hati, senantiasa menjadi pemaaf
akan suatu masalah yang sedang terjadi, serta menjaga lisan untuk tetap
menjauhi prasangka, membicarakan orang di belakang alias ghibah, serta mencari cela sesama Muslim. Kemudian
hendaknya kita sebagai seorang Muslim untuk tetap senantiasa dermawan dan
pemurah untuk bersedekah dan berjuang dijalan Allah, dan jauh dari kegelimangan
harta dunia. Tentunya berbekal perilaku yang baik inilah, setiap dari kita
menjadi Da’i atas dirinya sendiri, menjadi teladan yang baik dan menyeru
lewat tindak tanduk yang baik dan mengena di lingkungan
sekitar. Inilah bentuk Islam yang syumuliyah sebagai
akhlaq, yang senantiasa menyertai setiap perkataan dan perbuatan yang
dilakukan.
D.
Kita Harus Mengislamkan Keluarga dan
Rumah Tangga Kita
Dengan
memeluk Islam, berarti kita harus memiliki misi dalam menjalani kehidupan ini.
Bahkan, seluruh sisi kehidupan harus diarahkan sesuai dengan misi
tersebut. Disaat keberadaan seseorang sebagai muslim mengharuskannya agar
benar-benar menjadi muslim sejati dalam beraqidah, beribadah, dan bermoral, ia juga
dituntut bekerja keras agar masyarakat di sekitarnya menjadi masyarakat muslim.
Tidak cukup dengan menjadi muslim sendirian tanpa menghiraukan keadaan sekitar.
Sebab, di antara pengaruh yang ditumbuhkembangkan oleh Islam dalam diri manusia
saat ia beriman dan berbuat baik adalah memiliki kepedulian terhadap orang
lain, mau berdakwah, memberi nasihat, dan perhatian kepadanya. Dalam hal ini,
langkah konkret pertama yang harus dilakukan adalah membangun keluarga sendiri
terlebih dulu menjadi keluarga muslim. Artinya, membawa misi Islam ke dalam
lingkup masyarakat terkecil, yakni keluarga (istri dan anak) agar selamat dari
panasnya api neraka, sebagaiman firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 6 ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Penyampaian misi tidak berhenti pada keluarga kecil saja ,
maka kita harus menyebarkannya kepada sanak keluarga, dimulai dari yang
terdekat. Inilah cara yang ditempuh Rasulullah saw. ketika memulai dakwahnya.
Karena itu kewajiban pertama yang harus dipikul oleh seorang muslim, setelah
kewajiban terhadap diri sendiri adalah bertanggung jawab terhadap keluarga,
rumah, dan anak-anaknya.
Dalam rangka mewujudkan semua ini maka ada tiga tanggung
jawab yang harus kita bentuk :
1)
Tanggung
jawab pernikahan
Agar sukses dalam membentuk rumah
tangga Muslim. Islam telah menunjukkan jalannya, diantaranya yaitu :
- Pernikahan dilaksanakan atas dasar mencari ridho Allah Swt yaitu membentuk keluarga muslim yang kafah.
- Tujuan dari pernikahan adalah menahan pandangan, memelihara kemaluan dan bertakwa kepada Allah Swt.
Rasulullah bersabda
:
ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى
اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ
وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
Ada tiga orang
yang pasti ditolong Allah: Mujahid yang berjihad di jalan Allah, budak mukatab
yang ingin menebus dirinya dan orang menikah yang bermaksud menjaga kesucian
dirinya ”.
Kita harus memilih istri sebagai
pendamping yaitu istri yang muslimah yang beragama dan berakhlak mulia sekalipun
rendah di badingkan wanita lain dalam hal harta dan kecantikanya. Rasulullah
bersabda yang artinya :
لَا تَزَوَّجُوا
النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ، فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ، وَلَا تَزَوَّجُوهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ
،فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ، وَلَكِنْ تَزَوَّجُوهُنَّ عَلَى
الدِّينِ وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ
Janganlah menikahi
wanita karena kecantikanya, barangkali kecantikanya itu akan membinasakanya,
jangan menikahi karena hartanya, barang kali hartanya itu menjadikanya sombong;
tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya. Sungguh, sungguh seorang perempuan
budak yang sebagian hidungnya terpotong dan sebagian telinganya dilubangi,
tetapi memiliki agama yang baik, itu lebih utama ”.
Kita harus berhati-hati jangan sampai
melanggar perintah Allah dalam hal pernikahan, dan takut kepada
murka dan hukum-Nya.
2)
Tanggung jawab
paska pernikahan
Tanggung jawab yang terberat setelah pernikahan
dilaksanakan yaitu :
a. Kita harus
bersikap baik dan menghargainya agar tumbuh kepercayaan antara kita dan istri kita.
Rasulullah bersabda yang artinya :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا
خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
Orang
yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik terhadap
isterinya, dan aku adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap
isteriku.
b. Jangan sampai
hubungan dengan istri kita sebatas hubungan ranjang dan nafsu semata. Tetapi
yang terpenting harus ada kesesuaian dalam pemikiran, spiritual dan
emosional. Kami membaca Al-Qur’an bersama, melaksanakan beberapa ibadah
secara bersama, mengatur urusan rumah tangga secara bersama. Kemudian menyediakan
kesempatan untuk bercanda dan bercengkerama. Allah berfirman dalam surat Thaha
: 132
وَأْمُرْ أَهْلَكَ
بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.
Allah berfirman dalam surat Maryam : 55
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ
وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا
Dan ia menyuruh ahlinya untuk bersembahyang dan menunaikan
zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya
c. Hubungan dengan
istri kita baik yang sudah disebutkan maupun yang belum disebutkan harus
mengikuti ketentuan syara’ Jadi tidak dijalin dengan mengorbankan Islam
atau dalam hal-hal yang diharamkan Allah.
3)
Tanggung jawab
bersama dalam mendidik anak
Allah berfirman dalam surat Al-Furqan : 74
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami,
anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Dari firman di atas memberikan petunjuk bahwa
pernikahan itu akan sukses manakala tidak salah dalam memilih istri, karena
kesalahan dalam memilih istri akan mengakibatkan hal-hal yang dapat
menghancurkan dan menyebarkan banyak keburukan dalam seluruh isi rumah dan ini
akan sangat berpengaruh dalam mendidik anak-anak agar menjadi anak-anak yang
sholeh dan sholehah seperti yang diharapkan dalam pernikahan Islami. Anak terlahir dalam keadaan fitrah. Jika
dewasa mereka akan menjadi apa akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti
apa kehidupan keluarga dimana mereka tinggal.
Rasulullah bersabda yang artinya :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Setiap anak
itu dilahirkan dalam keadaan fitrah lalu kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya sebagai seorang yahudi atau nasrani.
Bila kita mampu mendidik anak maka kita akan
mendapatkan untuk kelak dihadapan Allah tetapi apabila gagal dan lai mendidikan
sesuai dengan ajaran Islam maka kita akan dimuntai pertanggung jawaban di
hadapan Allah.
E. Kita
Harus Mampu Mengalahkan Nafsu Kita
Manusia senantiasa dalam pergulatan melawan nafsunya,
sehingga ia bisa mengalahkan nafsu, atau nafsu itu yang mengalahkannya. Atau
dengan kata lain, pertarungan itu akan tetap berlangsung sampai ajal
menjemputnya.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا - قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا - وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya - sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, - dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.(Asy Syams: 8 -10 )
Makna inilah yang diisyaratkan dalam
sabda Rasul Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيْرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ
قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا
نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى أَبْيَضَ
مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا
وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Fitnah akan dipaparkan pada hati
manusia bagai tikar yang dipaparkan perutas (secara tegak menyilang antara satu
sama lain). Mana pun hati yang dihinggapi oleh fitnah, niscaya akan terlekat
padanya bintik-bintik hitam. Begitu juga mana pun hati yang tidak
dihinggapinya, maka akan terlekat padanya bintik-bintik putih sehingga hati
tersebut terbagi dua: sebagian menjadi putih bagaikan batu licin yang tidak
lagi terkena bahaya fitnah, selama langit dan bumi masih ada. Sedangkan
sebagian yang lain menjadi hitam keabu-abuan seperti bekas tembaga berkarat,
tidak menyuruh kebaikan dan tidak pula melarang kemungkaran kecuali sesuatu
yang diserap oleh hawa nafsunya."
v Sifat
– Sifat Manusia
Dalam pergulatan menghadapi nafsu, sifat
manusia terbagi menjadi tiga kelompok :
a. Kelompok
pertama adalah orang yang dapat mengalahkan nafsunya. Mereka adalah orang-orang yang
Maksum. Ada sebuah riwayat dari Wahab
bin Munabih, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya iblis pernah berjumpa dengan Yahya
bin Zakaria a.s. Lalu, Yahya bin Zakaria berkata kepadanya, ‘Beritahu aku
tentang karakter anak Adam dalam pandangan kalian!’ Iblis menjawab, ‘Segolongan dari mereka adalah
orang-orang sepertimu yang maksum. Kami sama sekali tidak mampu berbuat apa-apa
untuk menggoda mereka.
b. Kelompok kedua, orang yang dikuasai
hawa nafsunya.
Akibatnya, dia sangat berorientasi duniawi dan tunduk pada materi. Mereka
adalah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikuti jalan hidup mereka,
yaitu orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah membuat mereka lupa
kepada dirinya sendiri.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ
اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ
سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ
بَعْدِ اللهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
c. Kelompok ketiga, orang yang selalu
berusaha keras mengontrol diri dan melawan nafsunya. Terkadang mereka menang, namun
terkadang kalah. Mereka berbuat salah, tetapi lekas bertaubat. Mereka berbuat
maksiat, tetapi segera menyesal dan mohon ampun kepada Allah.
وَالَّذِينَ إِذَا
فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ
مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (QS. Ali
Imran :135)
v Perangkat-Perangkat untuk
Memenangkan Pertarungan Melawan Hawa Nafsu
a)
Hati
Selama hati kita dalam keadaan
hidup, lembut, jernih, kukuh, dan bercahaya maka kita akan mampu mengendalikan
hawa nafsu. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah pernah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala
memiliki bejana di bumi-Nya, yaitu hati. Maka, hati yang paling dicintai-Nya
adalah hati yang paling lembut, jernih dan kukuh.” Kemudian ia menafsirakannya, “Paling kukuh dalam agama, paling jernih
dalam keyakinan, dan paling lembut kepada saudara.”
Al Quranul Karim telah memberikan
gambaran tentang hati-hati orang-orang beriman,
...الَّذِينَ إِذَا
ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
“… adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka
ayat-ayat-Nya bertambah iman mereka.” (Al Anfal: 2)
Sementara itu, ketika menggambarkan
hati orang-orang kafir, ia mengatakan,
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ
تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“… karena sesungguhnya bukanlah mata
itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al Haj: 46)
b)
Akal
Manakala akal memiliki bashirah (kebijaksanaan),
berpengetahuan, mampu membedakan, dan mencari ilmu yang dapat mendekatkan diri
seseorang kepada Allah, serta mengetahui keagungan dan kekuasaann-Nya maka kita
akan mampu mengatasi gejolak hawa nafsu. Karena akal akan mampu membaca tanda – tanda
kebesaran Allah , sehingga kita mampu mengagungkan Asma-Nya dan memuliakan
Zat-Nya . Oleh karena itu, Islam mendorong umatnya
untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mendalami ajaran agama, supaya akal
mengetahui hal-hal yang dapat membantunya dalam membedakan yang baik dari yang
buruk, dan kebenaran dari kebatilan.
Rasulullah Shalalllahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, :
مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي
الدِّينِ
Barang siapa dikehendaki baik oleh
Allah, niscaya ia memahamkannya mengenai agama. (HR. Muslim)
Beliau juga bersabda, :
فَضْلُ الْعَالِـمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي
عَلَى أَدْنَاكُمْ
Keutamaan orang berilmu atas abid
[ahli ibadah]seperti keutamaanku atas seorang laki-laki dari kalangan sahabatku
yang paling rendah keutamaannya.” (HR. Tirmidzi 2609).
Semua itu karena ilmu memiliki nilai
dan pengaruh dalam mengukuhkan iman dalam jiwa dan mengenalkan manusia kepada
hakikat-hakikat alam semesta ini.
Akal orang beriman adalah akal yang
sabar, bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, halal dan haram, makruf
dan mungkar, karena ia melihatnya dengan cahaya Allah dari balik tabir yang
tipis.
v Indikasi-Indikasi Kekalahan Akhlak.
Sesungguhnya,
ketika hati manusia mati atau mengeras, ketika akalnya padam atau menyimpang,
dan ia kalah dalam peperanganya melawan setan, ketika itu banyak pintu
kejahatan di dalam dirinya sendiri dan setan mengalir di dalam diri anak Adam
sebagaimana aliran darah. Ketika pertahanan dan kekebalan diri manusia runtuh,
maka setan menjadi kawan karibnya.
اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ
فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
golongan syaitan itulah golongan yang merugi.(Al Mujadilah: 19)
Penyakit paling berbahaya yang menimpa orang-orang yang
kalah adalah penyakit was-was. Setan senantiasa menanamkan was-was ini pada
diri mereka pada setiap keadaan di dalam hidup mereka guna menghalangi mereka
dari jalan Allah. Mengenai hal itu Rasul
Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, :
Sesungguhnya setan duduk menghalangi anak Adam di
jalan-jalan yang mereka lalui. Ia duduk di jalan Islam, lantas berkata,
’Akankah kamu masuk Islam dan meninggalkan agamamu serta agama bapak-bapakmu?’
Maka, anak Adam itu tidak menggubris dan tetap masuk Islam. Kemudian ia duduk
menghalanginya di jalan hijrah, lantas berkata, ’Akankah kamu berhijrah?
Akankah kamu meninggalkan tanah dan langitmu?’ Maka anak Adam itu tidak
menggubris pula dan berhijrah. Kemudian ia duduk menghadangnya di jalan jihad.
Ia berkata, ’Akankah kamu berjihad padahal jihad berarti membinasakan jiwa dan
harta, kamu berperang sehingga dibunuh, istri-istrimu dinikahi, dan hartamu
dibagi-bagi?’ Maka, anak Adam itu tidak menggubrisnya dan tetap berjihad.”
Kemudian
Rasul Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa berbuat
demikian, lantas mati, maka Allah pasti memasukkannya ke surga.” (HR.
Nasa’i)
v Sarana-Sarana untuk Membentengi Diri
dari Masuknya Setan.
Untuk
membantu manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan setan dan
godaan-godaan Islam telah memberikan banyak petunjuk yang bisa membantunya
untuk bertahan dalam peperangan dan mengalahkan musuhnya yang paling jahat itu.
Petunjuk-petunjuk itu secara global telah disebutkan oleh salah seorang ulama
yang saleh dengan ucapannya, ”Saya telah merenungkan dan berpikir, dari pintu
manakah setan mendatangi manusia, maka ternyata ia datang dari sepuluh pintu:
- Ambisi dan buruk sangka, maka saya menghadapinya dengan sikap percaya dan menerima.
- Kecintaan kepada hidup dan panjang angan-angan, maka saya menghadapinya dengan rasa takut terhadap datangnya kematian scara tiba-tiba.
- Keingginan untuk bersantai dan bersenang- senang, maka saya menghadapinya dengan menyadari akan kehilangan nikmat dan keburukan hisap.
- Bangga diri, maka saya menghadapinya dengan mengingat karunia dan rasa takut kepada akibat yang akan menimpa.
- Sikap meremehkan dan kurang menghargai orang lain, maka saya menghadapinya dengan mengenali hak dan kehormatan mereka.
- Dengki, maka saya menghadapinya dengan sikap menerima dan rela dengan pembagian yang diberikan oleh Allah Swt. Kepada mahkluk-mahkluk nya.
- Riya’dan keinginan terpuji manusia, maka saya menghadapinya dengan keikhlasan.
- Kikir, maka saya menghadapinya dengan menyadari sirna (fana)-nya semua yang adadi tangan makhluk dan kekalnya pahala yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Sombong, maka saya menghadapinya dengan sikap rendah hati.\
- Tamak, maka saya menghadapinya dengan percaya dengan apa yang ada di sisi Allah dan sikap zuhud terhadap apa yang menjadi milik manusia.”
Salah satu
ajaran yang ditekankan oleh Islam dalam rangka melindungi diri dari anak
panah-anak panah dan tipu daya –tipu daya setan adalah dengan menyebut nama
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setiap kali memulai semua pekerjaan. Sarana lain adalah menghindari tindakan
tergesa-gesa dan melaksanakan segala urusan dengan tenang tenang. Namun, di
sini tidak memungkinkan untuk menyebutkan semua sarana, amalan dan wasiat yang
diajarkan islam untuk menghindari bencana-bencana dan tipu daya-tipu daya
setan. Maha besar Allah ketika
berfirman,:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ
طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa
was-was dari setan , mereka ingat kepada Allah , maka ketika itu juga
mereka melihat kesalahan-kesalahan. (Al A’raf: 201)
F.
Kita Harus Yakin Bahwa Hari Esok
Milik Islam
Keimanan
seseorang terhadap Islam adalah juga harus yakin bahwa hari esok adalah milik
Islam. Karena dinul Islam ini datangnya dari Allah dan satu-satunya solusi
untuk mengatur seluruh aspek kehidupan dan juga untuk memimpin dan membimbing
manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Islam adalah Manhaj satu-satunya yang
sesuai dengan kebutuhan fitrah manusia yang menyelaraskan tuntunan-tuntunan
rohani dengan tuntunan jasmani.
أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ
Apakah Allah yang menciptakan itu
tidak mengetahui (apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan), dan Dia Maha
Halus dan Maha Bijaksana.” (Al-Mulk: 14)
Ada
beberapa sifat yang dimiliki Manhaj Islam diantaranya adalah :
1) Robbaniyyah
Merupakan sibgoh yang
mampu menjadi pemimpin atas manhaj-manhaj produk manusia, dan memiliki
karakteristik yang tidak dimiliki manhaj lain, yaitu berupa
kelestarian sepanjang zaman dan dimana saja.
2) ‘Alamiyah / Universal
Islam melampaui batas-batas kedaerahan, ras, kebangsaan,
nasionalisme, dan keturunan.
3) Fleksibel / Elastisitas
Islam mampu mengatasi setiap
permasalahan yang terus berkembang dan bermacam-macam. Corak ini membuka
peluang ijtihad dalam Islam untuk hal-hal yang tidak ada dalam AlQuran dan
sunnah.
4) Integral / Syamil
Islam mampu memenuhi semua kebutuhan
hidup, baik skala individu maupun sosial, formal maupun informal, internal dan
eksternal.
5) Keterbatasan Sistem-sistem “wadh’iyah” (buatan
manusia)
Sistem buatan manusia memiliki banyak keterbatasan
dalam tataran aplikatifnya.
Karenanya Islam adalah manhaj yang sanggup
menutupi seluruh kebutuhan hidup manusia yang bersifat fardhi maupun jamai,
menyangkut hukum dan panduan hidup, bersifat internal maupun external.
صِبْغَةَ اللهِ ۖ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ صِبْغَةً ۖ وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ
“(Pegang teguhlah) Shibgoh (celupan)
Allah. Dan siapakah lagi yang Shibgohbya lebih baik daripada Shibgoh Allah.”
(Al-Baqarah: 138)
Karenanya kita sebagai umat Islam yakinilah bahwa ketika
hari ini kita begitu banyak melihat, mendengar, menyaksikan segala bentuk
kemungkaran yang terjadi itu disebabkan oleh karena tidak dipakainya manhaj Islam
yang sempurna, yang mengatur segala sisi kehidupan. Hari esok akan menjadi
milik Islam ketika hari ini kita mulai berbenah diri minimal dari diri kita
untuk mencoba mengaplikasikan Islam dalam seluruh aspek kehidupan kita.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ
بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Telah aku tinggalkan
untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang
teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya (Hadits
Malik Nomor 1395)
2. Komitmen
Muslim Terhadap Dakwah Islam
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ ۗ
Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS 3:110, Ali ‘Imran)
Yang menjadi dasar untuk mengaku diri
sebagai aktivis pergerakan Islam adalah hendaklah pada diri seseorang telah
terwujud semua sifat dan karakteristik pengakuannya sebagai Muslim. Hal inilah
yang menjadikan pergerakan Islam memberikan perhatian terhadap kaderisasi, agar
muncul individu muslim yang benar keIslamannya, sebelum menyiapkan sebagai
anggota pergerakan. Karakteristik yang harus
dimiliki oleh setiap Muslim agar pengakuan keislamannya benar, sebagai berikut:
Pertama, Kita
harus hidup untuk islam
v Manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1) Golongan
yang hidup untuk dunia. Kaum materialis. Oleh Al-Qur’an, mereka disebut sebagai
“dahriyin”. Lenin, salah seorang tokoh Komunis Rusia, pernah mengomentari
pendapat seorang filosof seperti ini, “Sesungguhnya, alam semesta ini tidak
prenah diciptakan oleh Tuhan atau manusia. Ia telah ada sejak semula dan akan
tetap ada. Ia akan menjadi obor yang hidup abadi, ia akan hidup dan padam
mengikuti hukum-hukum tertentu.”
2) Golongan
yang tercampakkan di antara dunia dan akhirat. Mereka merupakan kebanyakan
manusia yang goyah keyakinannya, tersesat tindakan-tindakan mereka dalam
kehidupan dunia ini, akan tetapi mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat
kebaikan. Sekalipun mereka adalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan
hari akhir, tetapi keyakinan mereka ini sekedar formalitas yang terpisah secara
total dari keadaan nyata mereka.
3) Golongan
yang menganggap dunia sebagai lahan bagi kehidupan akhirat. Mereka itulah
orang-orang mukmin sejati. Orang-orang yang menyadari hakikat kehidupan ini,
sebagaimana mereka mengetahui nilai dunia dibangdingkan dengan akhirat.
v Bagaimana kita hidup untuk Islam?
Agar hidup kita
diarahkan di jalan islam dan untuk islam, maka kita harus mengetahui dan
memegang teguh sejumlah perkara, di antaranya:
a) Mengetahui
tujuan hidup (QS. Adz-Zariyat:56)
b) Mengetahui
nilai - nilai dunia dibandingkan dengan akhirat. (At-Taubah : 38). Rasul bersabda,
:
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ
الْكَافِرِ
“Sesungguhnya dunia adalah penjara
orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
c) Menyadari bahwa kematian pasti datang dan mengambil pelajaran darinya. (QS.
Ar-Rahman:26-27 / Ali Imraan :185) . Rasul bersabda, :
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي
الْمَوْتَ
"Banyak-banyaklah
mengingat pemutus kenikmatan yaitu kematian"
d) Mengetahui
hakikat Islam. Caranya adalah dengan memperdalam, mempelajari dan memahami
prinsip-prinsip, hukum-hukum, hal-hal yang dihalalkan dan hal-hal yang
diharamkan. (QS. Thaha : 114)
e) Mengetahui
hakikat jahiliyah. Yaitu dengan mengenali pemikiran-pemikiran, aliran-aliran,
program-program, cacat-cacat dan kekurangan-kekurangannya serta mengetahui
bahaya-bahaya dan mudarat-mudaranya agar bias menghindarkan diri darinya serta
mempersiapkan bekal yang diperlukan untuk melawan dan memeranginya.
v Karekteristik
manusia yang hidup untuk Islam:
a)
Teguh dalam menjalankan ajaran2 Islam
dan dibuktikan dengan perbuatan
b)
Memiliki kepedulian terhadap
kemaslahatan Islam
c)
Bangga dengan kebenaran dan yakin
kepada Allah
d)
Senantiasa konsisten dalam
memperjuangkan Islam dan tolong-menolong dengan para aktivis
Kedua: Kita harus meyakini kewajiban
memperjuangkan islam
Memperjuangkan
Islam bersifat wajib dan bukan sekedar sukarela. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang:
a)
Kewajibannya
sebagai prinsip. Sebab letak bergantungnya pembebanan Allah terhadap
seluruh manusia. Pertama-tama terhadap para nabi dan rasul, kemudian terhadap
seluruh manusia secara umum, sampai Allah mewarisi bumi dan segala yang
ada diatasnya. AL Ashr: 1-3, Al Maidah: 67, Al Baqarah: 159.
b) Kewajibannya
sebagai hukum. Memperjuangkan Islam hukumnya wajib, karena
lumpuhnya hakimiyah Allah (usaha menjadikan Allah hakim),
mengharuskan masyarakat muslim untuk menegakkan masyarakat dan kehidupan
Islami.
c)
Kewajiban
Menegakkan Islam sebagai kebutuhan Darurat. Al
Baqarah:193
d)
Kewajiban
secara individu dan kolektif. Al Mudatsir: 17, Maryam: 95, Al
Maidah: 3
e)
Barangsiapa
berjihad, sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri. Al Ankabut:6
Ketiga: Pergerakkan islam ; misi, karakteristik dan
perlengkapannya
a)
Misi pergerakan Islam: menghambakan
manusia kepada Allah SWT sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat dengan
memperjuangkan tegaknya masyarakat Islam yang mengambil hukum-hukum dan
ajaran-ajaran dari nash.
b)
Karakteristik:
Ø Bercorak
Rabbaniyah (Ketuhanan)
Ø Merupakan
pergerakan independen.
Ø Pergerakan yang
progresif
Ø Komprehensif
Ø Menjauhi
perselisihan fiqih
c)
Perlengkapan:
Ø Keimanan yang
mendalam
Ø Meyakini jalan
yang mereka tempuh serta keistimewaan dan kebaikannya
Ø Meyakini agung
dan besarnya pahala
Ø Meyakini
persaudaraan serta hak-hak dan kesakralannya
Ø Meyakini agung
dan besarnya pahala
Ø Meyakini akan
diri mereka sendiri
Keempat: Kita harus mengetahui jalan perjuangan islam
Sesungguhnya kita harus mengetahui apa
latar belakang kita berafiliasi dengan pergerakan Islam. Selain itu kita juga
harus mengetahui jalan perjuangan Islam yang lain, supaya afiliasi dengan
pergerakan Islam merupakan afiliasi yang dilandasi dengan pemikiran dan
kesadaran yang penuh.
Kelima: Kita harus
mengetahui dimensi-dimensi afiliasi kita kepada pergerakan Islam
Berafiliasi kepada pergerakan Islam
hendaknya memiliki dimensi2 yang menegaskan kedalaman akidah, dan kekuatan
ikatan ideologis dan keorganisasian.
v Afiliasi
dalam akidah.
Hal ini merupakan dimensi pertama karena pergerakan ini menolak afiliasi
ketokohan yang biasa terjadi pada kelompok-kelompok paternalistis yang dapat
dianggap sebagai kuman yang akan menhancurkannya.
v Afiliasi
dalam tujuan.
Hendaklah keaggotaannya merupakan keanggotaan dalam tujuan, dengan makna bahwa
tujuan anggota hendaklah terkait dengan tujuan jamaah dalam kondisi apapun.
Keenam: Kita
harus mengetahui poros-poros perjuangan islam.
Tiga Poros
Perjuangan Islam :
- Kejelasan tujuan.
- Kejelasan jalan.
- Komitmen terhadap jalan Rasul Saw.
Ketujuh: Kita
harus mengetahui persyaratan baiat dan keanggotaan
Beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam keanggotaan:
1. Kualitas bukan
kuantitas. Banyaknya kuantitas tanpa diiringi koalitas hanya akan
menjadi beban berat yang berbahaya dan tidak berguna. Peran kunci hanyadimiliki
sejumlah kecil individu yang mengenal Allah, tabah dan bersungguh2 dalam
melaksanakan kebenaran.
2. Baiat dan
hukumnya. Baiat hádala janji untu menaati. Seakan2 pelaku baiat
berjanji kepada amirnya untuk menyerahkan wewenang untuk mimikirkan keadaan
dirinya dan kaum Muslimin.
3.
Ketaatan dan
hukumnya. Taat adalah kewajiban selama bukan dalam hal yang
maksiat.
4.
Rukun-rukun
baiat; al-fahm, al-ikhlash, al-‘amal, al-jihad,
at-tadhiyah, at-tha’ah, ats-tsabat, at-tajarud, al-ukhuwah, ats-tsiqoh.
5.
Kewajiban2 sebagai muslim
BAB
II.
AMAL
JAMA’I
عَن اَلْحَارِثِ الْأَشْعَرِيَّ عَن النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ اللهُ أَمَرَنِي
بِهِنَّ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَالْجِهَادُ وَالْهِجْرَةُ وَالْجَمَاعَةُ
فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ
الْإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ وَمَنِ ادَّعَى دَعْوَى
الْجَاهِلِيَّةِ فَإِنَّهُ مِنْ جُثَا جَهَنَّمَ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ
وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ قَالَ وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ فَادْعُوا بِدَعْوَى اللهِ
الَّذِي سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ الْمُؤْمِنِينَ عِبَادَ اللهِ (الترمذى وأحمد )
Dari al-Harits al-Asy’ari dari Nabi
SAW bersabda:”Dan saya perintahkan kepadamu lima hal dimana Allah memerintahkan
hal tersebut: Mendengar, taat, jihad, hijrah dan jamaah. Sesungguhnya
barangsiapa yang meninggalkan jamaah sejengkal, maka telah melepaskan ikatan
Islam dari lehernya kecuali jika kembali. Dan barangsiapa yang menyeru dengan
seruan Jahiliyah maka termasuk buih Jahannam. Seseorang berkata:” Wahai
Rasulullah, walaupun mengerjakan shalat dan puasa. Rasul SAW menjawab:”walaupun
shalat dan puasa. Maka serulah dengan seruan Allah yang telah menamakanmu muslimin,
mukminin hamba Allah” (HR
Ahmad dan at-Turmudzi)
عَن اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَّا عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيْرِهِ
شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ
شِبْرًا فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً *(متفق عليه)
Dari
Ibnu Abbas ra dari Nabi SAW bersabda:” Barangsiapa melihat sesuatu yang ia
tidak sukai pada pemimpinnya, maka bersabarlah karena barangsiapa yang
meninggalkan jamaah sejengkal kemudian mati, kecuali mati dalam keadaan
jahiliyah” (Muttafaqun
‘alaihi)
Dua hadits tersebut diantaranya menyebutkan pentingnya umat
Islam untuk tetap komitmen dalam jamaah. Dan siapa yang keluar walaupun
sejengkal dari jamaah berarti telah melepaskan ikatan Islam dalam dirinya. Dan
siapa yang telah keluar dari ikatan jamaah maka ia telah sesat dan celaka
seperti binatang yang ikatannya lepas sehingga tidak dapat dijamin
keselamatannya.
1. Definisi Amal Jama’i
Jama’ah menurut bahasa Arab berarti sejumlah besar manusia
atau sekumpulan manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama.
Sedangkan secara istilah Syari’ah adalah sekelompok umat Islam yang bersepakat
dalam suatu tujuan tertentu dan dipimpin oleh seorang pemimpin. Sedangkan makna
amal jama’i adalah aktifitas (amal) yang muncul dari suatu jama’ah yang
tersusun rapi sesuai dengan manhaj tertentu untuk merealisasikan tujuan
tertentu.
Sehingga amal jama’i dalam aplikasinya tidak selalu
dikerjakan bersama-sama. Dapat saja suatu pekerjaan dikerjakan sendiri tetapi
kalau yang melaksanakan kerjaan tersebut atas perintah atau penugasan dari
jama’ah maka aktifitas tersebut termasuk amal jama’i. Begitu juga sebaliknya,
walaupun suatu pekerjaan dilaksanakan secara berjama’ah tetapi tidak ada
penugasan dari jama’ah atau tidak sesuai dengan tujuan jama’ah maka bukan amal
jama’i.
2.
Urgensi
Amal Jama’i
2.1
Dalil-dalil syar’i
v QS.
Al Maidah : 2
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللهَ ۖ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
v QS. Ali Imran : 103
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا
تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ
النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آيَاتِهِ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.”
v Hadits Rasulullah saw:
عَلَيْكُمْ
بِالْجَمَاعَةِ ، وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ
الْوَاحِدِ ، وَهُوَ مِنْ اْلِاثْنَيْنِ
أَبْعَدُ مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمْ الْجَمَاعَةَ
Hendaklah kalian
berjamaah dan jangan bercerai berai, karena syetan bersama yang sendiri dan
dengan dua orang lebih jauh. Barangsiapa ingin masuk ke dalam surga maka
hendaklah komitmen kepada jama’ah” (HR
At-Tirmidzi)
2.2
Dalil-dalil Kauni
v Sunnah
Kauniyah
Berjama’ah dan beramal jama’i
merupakan Sunnah Kauniyah dimana seluruh mahluk Allah yang hidup melakukan amal
jama’i. Tingkat yang paling mendasar dari amal jama’i adalah hidup
berpasang-pasangan. Dan seluruh mahluk diciptakan Allah secara
berpasang-pasangan dimana satu sama laim saling membutuhkan. Allah swt berfirman
:
سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ
الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا
لَا يَعْلَمُونَ
Maha Suci Tuhan yang telah
menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh
bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”(QS
Yaa Siin 36).
Dari kehidupan berpasangan inilah
satu sama lain saling melakukan amal jama’i. Dan dengan amal jama’i ini
menghasilkan suatu kekuatan yang sangat dahsyat. Elektron jika dipertemukan
dengan Proton akan menghasilkan tenaga listrik yang besar. Benang sari jika
dipertemukan dengan putik akan menghasilkan pembuahan pada tanaman, dimana
buahnya dapat dinikmati manusia. Binatang jantan dan betina yang sejenis jika
bersatu akan menghasilkan banyak keturunan yang sangat bermanfaat bagi manusia.
Dan begitu juga manusia jika melakukan proses pernikahan akan menggabungkan dua
kekuatan menjadi satu. Proses pernikahan, baik pada benda mati,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia merupakan amal jama’i yang paling mendasar.
Dan semakin kompleks masalah yang dihadapi semakin membutuhkan amal jama’i.
Begitulah yang terjadi pada manusia.
v Hajah
Basyariyah
Amal jama’i merupakan kebutuhan
manusia yang tidak dapat ditawar-tawar lagi karena manusia adalah mahluk sosial
yang membutuhkan sesamanya. Perusahaan yang memproduk barang tertentu, lembaga
sosial, ormas, partai dan negara adalah lembaga-lembaga tempat beramal jama’i
dalam arti yang luas. Maka untuk melakukan amal yang besar diperlukan hidup
berjama’ah, untuk merealisasikan aktifitas yang besar tersebut. Bahkan
organisasi atau lembaga yang bergerak dalam lapangan yang batil dan sesatpun
mereka melakukan amal jama’i dalam kesesatannya.
Sehingga amal jama’i adalah hajah
basyariyah (kebutuhan manusia) baik dalam melaksanakan aktifitas yang positif
maupun negatif. Dalam kaitannya dengan aktifitas yang negatif (yang
bertentangan dengan nilai Islam), banyak sekali lembaga-lembaga baik yang
bersifat lokal, nasional, regional maupun internasional. Semuanya bersepakat
dalam satu tujuan yaitu menjauhkan manusia dari Allah dan ajarannya. Allah swt
berfirman :
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ
الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
Syaitan
telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka
itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah
golongan yang merugi”(QS Al-Maujadalah
19).
v Dharurah
Harakiyah
Amal jama’i merupakan kebutuhan
harakah Islam karena harakah Islam selalu berhadapan dengan musuh-musuh Islam
yang juga beramal jama’i dan kuat baik yang bersifat lokal, nasional, regional
maupun internasional. Lembaga-lembaga yang jelas-jelas berhadapan dengan Islam
diantaranya lembaga produk Yahudi seperti Zionisme Internasional, Rotary Club,
Lions Club, Free Mason Re, IMF, bank Dunia dll. Bahkan pertarungan masa depan
yang terbesar akan terjadi antara umat Islam yang tergabung dalam harakah Islam
dengan Yahudi dengan segala kaki tangan dan produknya. Oleh karenannya Harakah
Islam harus semakin mengokohkan jama’ah dan meningkatkan amal jama’inya dalam
bidang da’wah dan penyadaran umat Islam agar mereka tidak tersesatkan oleh
antek-antek Yahudi.
Harakah Islamiyah harus terus
meningkatkan kinerjanya dan mewaspadai setiap bahaya yang mengancam harakah
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tanpa amal jama’i yang tersusun
rapi maka Harakah Islamiyah tidak akan menghasilkan capaian-capaian yang
optimal. Da’wah yang merupakan tugas inti dari Harakah Islamiyah harus
dilakukan dengan amal jama’i sehingga menjadi kuat dan mampu menghadapi berbagai
macam bentuk kebatilan yang muncul dan berkembang di masyarakat
v Faridhah
Syar’iyah
Lebih dari itu bahwa amal jama’i
merupakan kewajiban Syari’ah dimana setiap muslim dituntut untuk melakukannya
sesuai dengan ruang lingkupnya tugasnya masing-masing. Kewajiban tersebut akan
semakin mengikat jika seorang muslim tadi sebagai seorang da’i. Karena da’wah
yang ditangani secara sendirian sangat terpengaruh dengan unsur-unsur
subyektifitas pribadainya disamping rentan dengan segala macam bentuk ujian.
BAB
III.
JAMA’ATUL
MUSLIMIN
Pada
dasarnya seluruh kaum muslimin hanya diikat oleh satu jama’ah yaitu jama’atul
muslimin dengan satu kepemimpinan yaitu khalifah. Jamaatul muslimin ini
merupakan ikatan yang kuat didalam menjalankan hukum Allah dan syari’at-Nya
ditengah-tengah kehidupan umat manusia sehingga menjadikan islam sebagai rahmat
bagi seluruh alam. Dan ketika ikatan jama’atul muslimin ini hancur maka
hancurlah seluruh ikatan-ikatan islamnya, hilanglah syia’ar-syi’arnya dan umat menjadi
terpecah-pecah. Inilah makna ungkapan Umar bin Khottob, :
يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ، الأَرْضَ الأَرْضَ،
إِنَّهُ لاَ إِسْلاَمَ اِلاَّ بِجَمَاعَةٍ، وَلاَ جَمَاعَةَ اِلاَّ بِإِمَارَةٍ،
وَلاَ إِمَارَةَ اِلاَّ بِطَاعَةٍ،
'Wahai masyarakat Arab ingatlah, ingatlah, sesungguhnya tidak
ada Islam kecuali dengan berjama'ah, dan tidak ada jama'ah kecuali dengan
adanya kepemimpinan, dan tidak ada (gunanya) kepemimpinan kecuali dengan
ketaatan. HR. Ad-Darimi)
Dan
ketika jamaatul muslimin atau jama’ah yang mengikat seluruh kaum muslimin di
alam ini dengan satu kepemimpinan khilafah telah terwujud maka umat islam
diharuskan untuk membaiatnya serta dilarang untuk melepaskan baiatnya dari
keterikatannya dengan jama’atul muslimin, sebagaimana didalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari Hudzaifah bin al Yaman berkata bahwa orang-orang
banyak bertanya kepada Rasulullah saw tentang kebaikan dan aku pernah
menanyakan kepadanya tentang keburukan, karena aku khawatir menemui keburukan
itu. Aku bertanya,”Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemui
keadaan itu?’ Beliau saw bersabda,”Hendaklah engkau berkomitmen (iltizam)
dengan jama’atul muslimin dan imam mereka.” (HR. Bukhori)
Dari
Abdullah bin ‘Amr ra bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang membaiat seorang
imam kemudian imam itu memberikan untuknya buah hatinya dan mengulurkan tangannya
maka hendaklah ia menaatinya sedapat mungkin.” (HR. Muslim)
Demikianlah
beberapa hadits diatas yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan seorang imam
jama’atul muslimin didalam diri setiap rakyatnya. Di situ juga disebutkan
betapa setiap muslim harus senantiasa mengedepankan kesabaran, tidak
membangkang, tetap menaatinya dengan segenap kemampuannya.
Hadits-hadits
itu melarang setiap muslim untuk meninggalkan ketaatan kepadanya atau keluar
darinya dan membentuk jama’ah sendiri atau tidak berjama’ah.
1.
Pengertian atau makna Jama’ah
Jama’ah menurut bahasa adalah “sejumlah besar manusia” atau
“sekelompok manusia yang berhimpun untuk tujuan yang sama”. Jama’ah menurut
syari’ah menurut kesimpulan hadit-hadist oleh syatibi yaitu :
a) Jama’ah ialah para penganut Islam
apabila bersepakat atas suatu perkara; dan para pengikut agama lain diwajibkan
mengikuti mereka
b) Jama’ah adalah masyarakat umum dari
penganut islam
c) Jama’ah ialah kelompok ulama mujtahidin
d) Jama’ah adalah jama’atul muslimin
apabila menyepakati seorang amir
e) Jama’ah ialah para sahabat
Rasulullah SAW secara khusus
Setelah itu
syatibi menguatkan bahwa yang dimaksud dengan jama’ah ialah jama’atul
Muslimin apabila mereka menyepakati seorang amir. Jama’atul muslimin adalah jama’ah ahlul aqdi wal hilli apabila
menyepakati seorang khalifah umat, dan umatpun mengikuti mereka.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah jama’atul muslimin ada
pada saat ini? Bisakah jama’ah - jama’ah pergerakan, partai - partai islam,
ormas-ormas islam yang ada saat ini disebut dengan jama’atul muslimin?
Husein bin
Muhammad bin Ali Jabir mengatakan bahwa sesuai dengan pengertian syar’inya maka
jamaatul muslimin boleh dikatakan tidak ada lagi di dunia sekarang ini. Beberapa bukti yang menunjukkan hal itu adalah
:
a) Diantara alasan-alasan yang
digunakannya adalah hadits yang diriwayatkan dari Huzaifah bin Yaman yang
berkata bahwa orang-orang banyak bertanya kepada Rasulullah saw tentang
kebaikan dan aku pernah menanyakan kepadanya tentang keburukan, karena aku
khawatir menemui keburukan itu. Aku bertanya,”Apa yang engkau perintahkan
kepadaku jika aku menemui keadaan itu?’ Beliau saw bersabda,”Hendaklah engkau
berkomitmen (iltizam) dengan jama’atul muslimin dan imam mereka.” (HR. Bukhori)
Hadits ini memberitahu akan
datangnya suatu zaman kepada umat islam dimana jama’atul muslimin tidak muncul
di tengah kehidupan umat islam. Seandainya ketidakmunculannya itu mustahil,
niscaya dijelaskan oleh Rasulullah saw kepada Hudzaifah. Tetapi, Rasulullah saw
justru mengakui terjadinya hal tersebut dan mengarahkan Hudzaifah agar
menggigit akar pohon (islam) dalam menghadapi tidak adanya Jama’atul Muslimin
dan imam mereka itu.
b) Bukti lainnya yang menunjukkan tidak
adanya Jama’atul Muslimin ialah adanya beberapa pemerintahan yang memerintah umat
islam. Sebab, islam tidak mengakui selain satu pemerintahan yang memerintah
umat islam. Bahkan islam memerintakan umat islam agar membunuh penguasa kedua
secara langsung, sebagaimana dijelaskan oleh nash-nash syariat.
Dari Abu Said al Khudriy bahwa Rasulullah
saw bersabda,”Apabila ada baiat kepada
dua orang khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR. Ahmad)
Imam Nawawi dalam mengomentari
hadits ini berkata,”Arti hadits ini ialah apabila seorang khalifah yang dibaiat
setelah ada seorang khalifah maka baiat pertama itulah yang sah dan wajib
ditaati. Sedangkan bai’at kedua dinyatakan batil dan diharamkan untuk taat
kepadanya.
c) Bukti lainnya adalah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Umamah al Bahiliy bahwa Rasulullah saw bersabda,
لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ،
عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ، تَشَبَّثَ النَّاسُ
بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ.
(رواه احمد)
Ikatan-ikatan islam akan lepas satu
demi satu. Apabila lepas satu ikatan, akan diikuti oleh lepasnya ikatan
berikutnya. Ikatan islam yang pertama kali lepas adalah pemerintahan dan yang
terakhir adalah shalat. (HR. Ahmad)
Hadits ini jelas menyatakan akan
datangnya suatu masa dimana pemerintahan dan khilafah tidak muncul. (Menuju
Jama’atul Muslimin hal 42 – 46)
Sementara itu jama’ah-jama’ah pergerakan yang ada saat ini,
seperti Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Jama’ah Tabligh, Salafi, PKS, PPP,
NU, Muhammadiyah atau lainnya bukanlah jama’atul muslimin namun hanyalah
jama’ah minal muslimin yaitu jama’ah yang terdiri dari sekelompok kaum muslimin
yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita islam berdasarkan manhaj atau metode
gerakan masing-masing. Kepemimpinan pada
masing-masing jama’ah minal muslimin tidaklah bersifat universal mengikat
seluruh kaum muslimin namun ia hanya mengikat setiap anggota yang ada didalam
jama’ahnya.
Keberadaan jama’ah minal muslimin pada saat ini atau saat
tidak adanya jama’atul muslimin sangatlah dibutuhkan dan diperlukan sebagai ruh
dan anak tangga dari kemunculan jama’atul muslimin sebagaimana disebutkan dalam
suatu kaidah :
مَا لاَ يَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Tidaklah
suatu perkara wajib dapat sempurna kecuali dengan sesuatu yang lain maka
sesuatu itu menjadi wajib pula.”
Menegakkan khilafah atau jama’atul muslimin adalah kewajiban
setiap muslim dan ia tidak akan terwujud kecuali dengan da’wah yang dilakukan
secara berkelompok maka menegakkan da’wah dengan cara berjamaah (jama’ah minal
muslimin) ini adalah wajib.
2.
Pilar – pilar Amal Jama'i
a) Al Fahmu, yakni: Meyakini bahwa fikrah kita
adalah fikrah islamiyah yang murni dan memahami Islam dalam batas-batas Ushulul
'Isyin.
b) Al Ikhlas, yakni: Seorang al akh hendaknya
mengorientasikan perkataan, perbuatan, dan lidahnya hanya kepada Allah,
mengaharap ridha Nya, tanpa memperhatikan keuntungan materi, prestise, pangkat,
gelar, kemajuan atau kemunduran, sehingga ia menjadi tentara aqidah, bukan
tentara kepentingan.
c) Al Amal, yakni: Amal adalah buah dari
pemahaman dan keyakinan. Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan mu itu dan kamu akan
dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
d) Al Jihad, yakni: Bingkai seluruh amal dengan
niat jihad: Barang siapa mati, sementara ia belum pernah berjihad dan
belum niat untuk jihad, maka ia mati seperti matinya orang Jahilliyah.
e) At Tadhiyah, yakni: Hendaklah setiap kader
beramal-berjihad dengan mengorbankan jiwa, harta, waktu, kehidupan, dan
segala-galanya demi mencapai tujuan.
f)
At Tha'ah, yakni: Melaksanakan perintah dan
merealisir dengan serta merta, baik dalam keadaan sulit maupun mudah, saat
bersemangat maupun malas.
g)
Ats-Tsabat, yakni: Keteguhan. Bahwa hendaknya
seorang laki-laki senantiasa bekerja sebagai mujahid dalam memperjuangkan
tujuannya, meski masa amat jauh dan tahun-tahun terasa panjang, sampai bertemu
Allah SWT.
3. Karakteristik
Pokok Jama’ah Yang Ideal
a) Aqidah yang bersih dari segala
kemusyrikan, dan pengakuan terhadap keesaan Allah dalam uluhiyah dan Rububiyah,
dan nama-nama serta sifat-sifat-Nya (QS.ar-Ra’du : 36);
b) Aqidahnya yang bersifat komprehensif
dan menyeluruh (QS.al-An’am:162, al-Baqarah:208 );
c)
Manhaj yang bersifat Rabbani secara
murni (QS.Al-Hijr:9);
d)
Kesempurnaan manhajnya (QS.al-An’am:16,
an-Najm:3-4, an-Nahl:89, al-Haqqah: 44-46);
e)
Prinsip pertengahan dan keadilan dalam
segala persoalan (QS.al-Baqarah:143).
4. Berbagai
Jama’atul Muslimin Terpenting yang
Aktif di Medan Da’wah Islam
4.1 International
Perjuangan Islam Setelah
Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah
Perjuanga Individual (Amal
Fardi)
Setelah
Khilafah Utsmaniyah jatuh pada 1924, tokoh-tokoh Islam dan para ulama berjuang
mengembalikan khilafah islamyah ke dalam kehidupan kaum muslimin. Dalam
perjuangan individual seorang ulama menyeru terbentuknya khlafah islamiyah
melalui khotbah, makalah-makalah, artkel di surat kabar, atau mengarang buku.
Namun, seruan tersebut biasanya tidak memiliki jama’ah atau organisasi.
Perjuangan Kolektif (Amal Jama’i)
Ditinjau
dari tujuannya, perjuangan kolektif terbagi atas beberapa bagian:
a) Perjuanga kolektif yang tujuan
langsungnya menegakkan khilafah
Kelompok ini
antara lain : Hizbut Tahrir d Suriah dan Yordania, Da’wah ikhwanul muslimin di
Mesir, Suriah, Sudan, dan negeri islam lainnya, Partai Msyumi di Indonsa,
Jama’at Islami di India dan Pakistan, Fadayyan Islam di Iran.
b) Perjuangan kolektif yang tujuan
langsungnya da’wah sosial, budaya dan sufi . Kelompok ini antara lain adalah
Anshar As-Sunnah d Mesir, Jam’iyyah Syar’iyyah juga di Mesir, atau da’wah sufi
seperti Jama’ah Tablig, Al-Mahdiyah di Sudan, serta As-Sanusiyah di Maroko dan
Hijaz.
Ditinjau
berdasarkan keberlangsungannya, perjuangan kolektif dibagi menjadi dua bagian.
a) Kelompok yang terus didera kesulitan
dan siksaan sehingga tidak mampu lagi bertahan dan berhenti d tengah jalan,
berakhir dengan berhentinya lembaga, sepert wahabiyah dan sanusiyah.
b) Kelompok yang masih tetap bertahan
dan terus berda’wah menyingkirkan berbagai kesulitan dan siksaan yang
menghadang jalan menuju tujuannya.
Dilihat dari
sisi keterbatasan dan totalitas da’wahnya, kelompok ini terbagi menjadi dua
bagian :
a) Berbagai kondisi telah membatasi
arah da’wahnya sehingga menjadi aliran tertentu yang merupakan bagian dari
alran-aliran yang dominan dalam umat islam. Misalnya, Jama’ah Anshar As-Sunnah
Al-Muhammadiyah merupakan aliran salafi dalam umat. Da’wah sufiyyah diwakili
oleh Jama’ah Tablig. Sedangkan aliran politik diwakili oleh Hizbut Tahrir
b) Kelompok kedua adalah yang berupaya
mencakup seluruh aliran yang dominan di kalangan umat islam, disampng menyeru
kepada aspek politik dengan diteggakkannya khilafah islamiyah. Kelompok ini
merupakan aliran sufi dalam aspek penyucian jiwa, dan aliran salafiyyah dalam
aspek tuntunan kepada umat untuk kemmbali kepada Kitab dan Sunnah.
Kelompok atau da’wah ini diwakili oleh jama’at Islami di India dan Pakistan
yang didirikan oleh da’I muslim Abul ‘Ala Al-Maududi, Jama’ah ikhwanul muslimn
di dunia arab, Partai Masyumi di Kepulauan Khatulistiwa, dan Fadaiyyan Islam d
Iran.
Dalam ruang
yang terbatas ini kita akan membahas kedua bagian kelompok yang tetap bertahan
dan terus berda’wah dengan mengambil satu contoh dari setiap aliran tersebut
untuk mengenal dan memberikan penilaian atasnya.
Untuk itu, kita
akan mengambil kelompok petama, aliran terbatas, Jama’ah Anshar As-sunnah
Al-Muhammadyah dari aliran salaf, Jam’ah Tablig dari aliran sufi, dan Hizbut
Tahrir dari aliran politik.
Sedangkan
dari kelompok kedua, yang mencakup seluruh alran tersebut, kita akan mengambil
Jama’ah Ikhwanul Muslimin, karena referensi tentang jama’ah ini cukup banyak di
negeri Arab. Selain itu karena seluruh jama’ah islamiyah di dunia Islam
terpengaruh oleh ikhwanul muslimin serta berjalan sesuai dengan strategi dan
pemikirannya. Ikhwanul muslimin pun merupakan jama’ah islamiyah terbesar,
mempunyai aliran totalitas, berusaha memfokuskan tujuan dan kerja keras
perjuangan
Jama’ah Anshar As-Sunnah
Al-Muhammadiyah (JASM)
Tujuan dan
prinsp ajaran Jama’ah Anshar As-Sunnah Al-Muhammadiyah sangat luhur dan
mulia. Banyak diantaranya yang sama dengan sebagan jama’ah islam kontemporer.
Namun sarana untuk mewujudkan prinsp tersebut dinilai kurang dan terbatas dan
agaknya tidak mungkin mengantarkan pada tujuan JASM. Keterbatasan sarana dalam
tubuh JASM disebabka dua faktor.
Faktor pertama adalah lapangan JASM
dibatasi oleh negara. Pasal keduan Anggaran Dasar (AD) JASM mengatakan bahwa
JASM tidak boleh berdebat dalam urusan politk atau aqdah agama. Pasal 3 dar AD
JASM menetapkan tidak boleh terlibat dalam urusan politk dan tidak boleh
menyentuh agama lain penduduk Mesir lain, sepert Kristen, Yahudi, dll.
Faktor kedua, pemerintahan Mesir
menganggap JASM sebagai yayasan sosial yang berafiliasi kepada kementrian
sosial. Hal ini juga dinyatakan dalam pasal 28 AD JASM, Menteri sosial
berhak mengangkat, sebagai wakil kementriannya dan wakil lembaga manapun,
seorang dalam anggota majelis idarah.
Adapun usaha JASM berupa menghimpun
dana untuk pembangunan masjid, klinik, serta membuka ruang-ruang belajar,
sungguh merupaan upaya yang sangat baik dan agung.
Demikianlah penilaian terhadap JASM.
Kami berdoo’a semoga Allah membimbing tokohnya ke jalan yang lebih utama dan
lebih mula lagi.
Hizbut Tahrir (HT)
Sisi Tujuan dan Sarana
HT mempunyai
kesamaan dengan JASM dan Jama’ah Tablig dari sisi sarana. Yaitu hanya membatas
diri pada sebagian tujuan dan arahan islam, dengan mengabaikan tujuan atau
arahan lainnya. Disamping kesamaan tersebut, ada beberapa tambahan yang
terdapat pada HT :
a) Keterbatasan Tujuan
b) Membalik urutan sarana Rasulullah
saw untuk mencapai pemerintahan
Fase
terakhir dalam dakwah rasulullah saw untuk meraih pemerintahan islam yakni
jihad, justru menjadi yang pertama dan satu-satunya dalam HT.
Segi Pemikiran
HT tidak
mempunya fase takwin, yaitu fase ketika rasulullah tinggal di Mekah selama 13
tahun kemudian menghabskan sisa usianya d Madinah Al-Munawwarah. Tidak adanya
fase ini dalam strategi HT mengakibatkan munculnya pemmikiran yang menyimpang
dari slam, bahkan sunnah kauniyah dan tabiat manusia.
- Status HT sebagai kutlah siyasiyah, bukanl kutlah akhlaqiyah, merupakan penyimpangan dari ajaran Islam yang benar
- Status HT sebagai kutlah siyasiyah, bukan kutlah ibadiyah dan amaliyah, merupakan penyimpangan dar agama islam yang benar, bahkan melenceng dari agama.
- Sikap HT yang tidak meyakini kecuali apa yang diterima oleh akal para tokohnya merupakan tindakan yang mengabaikan sebagian besar hukum islam
- Sikap HT menjauhi amar ma’ruf dan nahi munkar memberinya sebagian besar atribut Ban Israel.
Hal-hal
tersebut sangat penting dan perlu diperbaiki oleh para pimpinan HT agar manhaj
HT sesuai dengan islam, dan agar HT setelah dikoreksi menjadi gerakan Islam
yang benar. Allah ta’ala adalah dzat yang memberi petunjuk.
Jama’ah Tabligh
JT telah
menetapkan 6 tujuan. Tujuan ini tetap utuh dar sejak berdiri hingga kini dan
tidak mengalami perubahan, bersifat mengikat bagi anggotanya, serta
mengharuskan mereka berjalan diatas jalurnya. Kami tidak tahu darimana para
elite pimpinan JT mendapatkan batasan tersebut dalam islam. Benar, bahwa
masing-masing dari 6 tujuan ini memiliki dalil-dalil yang menganjurkannya.
Namun, pembatasan da’wah dalam bingkai 6 ajaran itu saja dan menjadikannya
sebaga agama keseluruhan adalah hal yang bertentangan dengan ajaran agama yang
diturunkan untuk diterapkan dalam keseluruhan gerak hidup manusia pada setiap
masa dan tempat. Sedangkan sejumlah prinsip dan pemikiran yang dan
pemikiran yang diadopsi JT bertentangan secara nyata dengan Islam.
a) Upaya JT mewajibkan taklid kepada
anggotanya bertentangan dengan ittiba
b) Pengharaman ijtihad kepada
anggota JT bertentangan engan hukuk agama
c) Menjadikan nah munkar sbaga
hal yang dilarang dalam AD bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah
d) Larangan mencari ilmu bagi anggota
juga bertentangan dengan Islam
e) Larangan terjun ke dunia poltik
dalam AD juga bertentangan dengan hukum dan kewajiban agama. Sebab menegakkan
khilah adalah persoalan politik
E. Jama’ah Ikhwanul Muslimin (JIM)
1. JIM menjadikan al-Kitab, As-Sunnah
dan salafus saleh sebagai rujukan utamanya
2. Dibandingkan jama’ah islam yang lan,
JIM memiliki kelebihan karena memperjuangkan seluruh ajaran islami.
3. JIM adalah jama’ah yang senantiasa
berkembang dalam strategi amaliahnya
4. JIM adalah jama’ah yang dari
tujuan-tujuannya tampak jelas keterkaitannya dengan islam.
5. Kendati JIM memiliki sifat terpuji,
ia tetap merupakan sekumpulan orang yang tunduk, dalam strategi dan itihadnya,
kepada sifat manusia yang serba terbatas, lemah dan bisa salah. Dari penjelasan
JIM, kami memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a) JIM menetapkan fase konfrontasi
dengan kebatilan sebelum menetapkan pilihan belahan bumi tempat berpijak.
b) Terlalu percaya dan berprasangka bak
kepada kepemimpinan lain yang semasa dengannya
4.2 Nasional
A.
Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar
di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW,
sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi
dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam
bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata
sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan
ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi
dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan
kepada perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang
berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh
Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung
penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan
perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya
organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
B.
Nahdlatul 'Ulama
Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah
menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini,
melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut
dikenal dengan "Kebangkitan
Nasional". Semangat kebangkitan terus menyebar - setelah rakyat
pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain.
Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah
Air) dibentuk pada 1916. Kemudian pada
tahun 1918 didirikan Taswirul
Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri"
(kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan
keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut
Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).
Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu,
maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga
menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di
beberapa kota.
Berangkat dari munculnya berbagai macam komite dan
organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu
untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari
kalangan tradisional untuk mengikuti konperensi Islam Dunia
yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul
kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16
Rajab 1344 H (31 Januari 1926)
di Kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh
K.H. Hasjim Asy'ari sebagai Rais
Akbar.
Ada banyak faktor yang
melatar belakangi berdirinya NU. Di antara faktor itu adalah
perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala
bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran
Islam "murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari
sistem bermadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan
sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak dengan
meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk
itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.
Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka
K.H. Hasjim Asy'ari merumuskan kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua
kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah
NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir
dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
C.
Persatuan Islam
Persatuan Islam (disingkat Persis)
adalah sebuah organisasi Islam di Indonesia. Persis didirikan pada 12 September
1923 di Bandung oleh sekelompok.
Islam yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas
keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan
pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak
orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak
kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab
Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan
yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan
Islam yang hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Organisasi Persatuan Islam
telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau,
dan Gorontalo.
Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi
politik namun lebih fokus terhadap Pendidikan Islam dan Dakwah dan berusaha
menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan
bid'ah yang telah banyak menyebar di kalangan awwam orang Islam.
v
Jam'iyyah Persis berasaskan Islam
v
Jam'iyyah Persis bertujuan
terlaksananya syari'at Islam berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah secara kaffah dalam
segala aspek kehidupan.
RUJUKAN :
1. Komitmen
Muslim Terhadap Islam – Sheikh Dr. Fathi Yakan
2. Amal
Jama’i – Sheikh Mustafa Masyhur
3. Menuju
Jama’atul Muslimin – Sheikh Hussain bin Muhammad bin Ali Jabbir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar