Kamis, Mei 03, 2018

Agar Amal Diterima

Agar Amal Diterima
Oleh: Ust Farid Numan Hasan

Sesungguhnya tiap amal shalih memiliki dua rukun. Allah Taala tidak menerima amal kecuali dengan dua syarat. 

Pertama, ikhlas dan meluruskan niat. 
Kedua, bersesuaian dengan sunnah dan syara.

Syarat pertama merupakan tanda benarnya batin, syarat kedua merupakan tanda benarnya zhahir (praktiknya-pen). Tentang syarat pertama, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya amal itu tergantung niat.(HR. Muttafaq alaih, dari Umar).

Ini adalah timbangan bagi batin.

Tentang syarat kedua, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa  beramal dengan  amal yang kami tidak pernah perintah, maka amal itu tertolak (HR. Muslim dari Aisyah).

Ini adalah timbangan zhahir.

Allah Taala telah menggabungkan dua syarat tersebut dalam banyak ayat al Quran. Allah Jalla wa Alaberfirman: Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan semua urusan. (QS. Luqman: 22).

Makna menyerahkan diri kepada Allah yaitu memurnikan tujuan dan amal hanya untuk-Nya. Makna berbuat kebaikan adalah memurnikannya dengan itqan (profesional) dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
Berkata Fudhail bin Iyadh tentang ayat, Untuk menguji di antara kalian siapa yang paling baik amalnya (ahsanu amala).’ Ahsanul amal artinya paling ikhlas dan paling benar.

Ia ditanya: Wahai Abu Ali, apa maksud paling ikhlas dan paling benar?
Ia menjawab, Sesungguhnya amal, jika ikhlas tetapi tidak benar, tidak akan diterima. Jika benar tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima, hingga ia ikhlas dan benar. Ikhlas adalah beramal hanya untuk Allah. Benar adalah beramal di atas sunnah.
Kemudian Fudhail bin Iyadh membaca ayat: Maka barangsiapa yang menghendaki perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal dengan amal shalih, dan jangan menyekutukan Tuhannya dengan apapun dalam beribadah. (QS. Al Kahfi: 110).

Sebelumnya kita telah mengetahui bahwa niat yang ikhlas belumlah cukup untuk diterimanya amal, selama tidak sesuai dengan syariat dan tidak dibenarkan sunnah. Sebagaimana amal yang sesuai dengan syariat tidaklah sampai derajat diterima, selama di dalamnya belum ada ikhlas dan pemurnian niat untuk Allah Azza wa Jalla.

Ada dua contoh dalam masalah ini. Pertama, membangun masjid dengan tujuan merusak. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berssabda: Barangsiapa membangun masjid dalam rangka mencari wajah Allah (ridha-Nya), Allah akan bangunkan baginya rumah di surga. (HR. Muttafaq alaih dari Utsman bin Affan).

Namun hadits mulia ini, memperingatkan kita bahwa ganjaran hanya diperuntukkan bagi mereka yang menginginkan wajah Allah  (sebagian orang menerjemahkan wajah Allah dengan ridha Allah-pen), bukan untuk setiap yang membangun masjid.
Jika membangun masjid dengan tujuan rusak dan maksud yang jelek, maka hal itu akan menjadi bencana bagi yang membangunnya. Sesungguhnya niat yang buruk akan memusnahkan dan menyimpangkan amal yang baik, dan merubah kebaikan menjadi keburukan.
Kedua, berjihad untuk selain Allah Taala. Jihad fi sabilillah adalah tathawwu’ (anjuran) paling utama. Seorang muslim, dengan jihad bisa ber-taqarrub kepada TuhanNya.

Namun demikian, Allah Taala tidak akan menerima amal jihad sampai ia bersih dari kepentingan duniawi. Misal untuk dilihat manusia, melagakan keberanian, membela suku dan tanahnya, dan lainnya.
Di dalam Ash Shahihain diriwayatkan dari Abu Musa al Asyary Radhiallahu anhu, bahwa datanglah seorang Arab Badui kepada Nabi Shallalahu alaihi wa sallam, ia bertanya: Ya Rasulullah, orang yang berperang demi rampasan perang, supaya namanya disebut-sebut orang, dan supaya kedudukannya dilihat, maka siapa yang fi sabilillah?

Rasulullah menjawab: Barangsiapa  yang berperang dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, maka dia fi sabilillah. (HR. Muttafaq alaih dari Utsman bin Affan).

Imam an Nasai meriwayatkan dengan sanad jayyid (bagus), dari Abu Umamah Radhiallahu anhu, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Alaihi shalatu wa salam, lalu berkata, Apa pendapat engkau tentang orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan disebut-sebut namanya, apa yang ia dapatkan?

Rasulullah menjawab, Ia tidak mendapatkan apa-apa. Diulangi sampai tiga kali. Kemudian ia bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali bagi yang ikhlas dan mengharapkan wajah-Nya.

Wallahu Alam

Tidak ada komentar: